Bansos Bakal Disesuaikan Fiskal Daerah

Sabtu, 08 Agustus 2015 - 10:34 WIB
Bansos Bakal Disesuaikan...
Bansos Bakal Disesuaikan Fiskal Daerah
A A A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengubah aturan penganggaran dana bantuan sosial (bansos) atau dana hibah di daerah dengan merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 32/2011.

Peraturan itu diubah menjadi Permendagri No 39/2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Langkah ini dilakukan untuk menertibkan alokasi anggaran hibah/bansos di daerah. ”Kita sedang merumuskan revisi permendagri terkait hibah/bansos. Nanti ada pengendalian dalam kebijakan dan besarannya,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Reydonnyzar Moenek di Jakarta kemarin.

Pria yang akrab disapa Donny ini mengatakan, dalam aturan yang baru itu, pemberian dana hibah/bansos akan diatur dengan sistem pengelompokan. Di mana besaran dana hibah/bansos bergantung pada kemampuan fiskal daerah. ”Kita akan klusterisasi besaran dana hibah/bansos. Jika ruang fiskal besar, anda boleh berbansos sekian. Lalu jika ruang fiskal sedang, besarannya sekian, dan yang rendah juga ada ketentuan besarannya,” ungkapnya.

Alasan pengelompokan ini, menurut Donny, disebabkan kecenderungan daerah yang tidak memperhatikan ruang fiskal dalam menentukan besaran dana hibah/bansos. Hal ini berdampak pada perbedaan besaran yang signifikan dari setiap daerah dalam penyaluran anggaran.

Menurut mantan kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri ini, banyak daerah bahkan mengabaikan belanja modal dan lebih mengutamakan dana hibah/- bansos. Dengan begitu, belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan belanja pegawai belum dituntaskan. ”Lebih jor-joran untuk hibah dan bansos. Banyak daerah yang mengalokasikan hibah/bansos 6-12% dari total belanja daerah. Sedangkan belanja wajib malah belum dipenuhi,” paparnya.

Tidak saja menggunakan sistem pengelompokan, dalam revisi tersebut Kemendagri juga akan menertibkan aturan terkait ormas-ormas yang berhak mendapatkan alokasi dana hibah/bansos. Menurut dia, seringkali saat menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lahir ormasormas dadakan dan mendapatkan alokasi dana bansos/ hibah.

Ditanyakan apakah akan diatur juga mengenai waktu pencairan hibah/bansos jelang pilkada, Donny mengatakan akan mengkajinya terlebih dahulu. Menurut dia, perubahan aturan tidak saja didasarkan atas sebuah asumsi. ”Kita tidak boleh berasumsi. Kita hanya mengatur norma dan kebijakan. Soal ada kebutuhan dan dinamika itu, kita harus kaji lebih dalam,” ucapnya.

Donny mengakui dana hibah/ bansos sering rawan disalahgunakan. Namun, ujarnya, bukan berarti harus dihilangkan sebab dana hibah/bansos masih diperlukan masyarakat. ”Hibah/bansos bukan berarti tidak boleh, tapi juga bukan kewajiban. Yang tidak boleh adalah digunakan secara elitis yang menguntungkan pihak tertentu,” tandasnya.

Karena itu, ujar Donny, perlu pengawasan dari masyarakat, DPRD, BPK, BPKP, dan inspektorat serta KPK dalam penyaluran dana hibah/bansos. ”Harus diawasi perilaku yang mendistorsi atau membiaskan pemaknaan hibah dan bansos untuk kepentingan elite,” katanya.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yeni Sucipto mengatakan, ada revisi permendagri tidak menjamin dana hibah/bansos tidak akan disalahgunakan. Masih ada ruang bagi kepala daerah untuk menentukan siapa yang akan menerima. ”Kan kepala daerah masih memiliki ruang penuh untuk menentukan siapa yang akan menerima dana hibah/bansos dan besarannya,” kata Yeni.

Menurut dia, akan lebih baik jika alokasi dana hibah/bansos berada di satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dengan sistem ini, kepala daerah tidak bisa secara langsung menentukan. ”Dialihkan ke SKPD dan bukan menjadi belanja tak langsung. Jadi penganggarannya lebih jelas,” katanya.

Anggota Komisi II DPR Bambang Riyanto menilai cukup sulit untuk meminimalisasi politisasi anggaran hibah/bansos daerah jika elite di daerah tidak memiliki itikad baik untuk menjalankannya. ”Perubahan aturan juga perlu dibarengi dengan itikad baik dan kejujuran. Tanpa itu percuma,” ujarnya.

Berkaitan dengan rencana pengelompokan besaran dana hibah/bansos sesuai kemampuan fiskal daerah, dia menilai juga kurang tepat. Menurut dia, hal itu justru akan semakin memperlebar jurang kesenjangan antara daerah kaya dan miskin.

Menurut dia, yang diperlukan bukan pengelompokan berdasarkan kemampuan fiskal. Namun, evaluasi terhadap kebutuhan di setiap daerah.

Dita angga
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0980 seconds (0.1#10.140)