Singgah di Bali Sebelum Berlayar Keliling Dunia
A
A
A
Perayaan 40 tahun pelayaran Kapal Hokulea asal Hawaii, Amerika Serikat (AS), dilakukan dengan berlayar keliling dunia. Indonesia terpilih menjadi negara Asia satu-satunya yang dikunjungi Hokulea dalam misi perayaan mereka.
Berangkat dari Darwin, Australia, Sabtu (1/8) hari ini, Kapal Hokulea dijadwalkan berlabuh di Bali. Hokulea akan menempuh perjalanan sejauh 930 mil dengan memakan waktu 8 hari di bawah pengawasan navigator Nainoa Thompson dan Lehua Kamaluddin untuk paruh pertama dan navigator Ashmore Reef dan Jenna Ishii untuk empat hari berikutnya.
Di Bali, kru kapal tradisional ini bukan sekadar singgah. Mereka juga akan menularkan ilmu pelayaran kepada generasi muda Indonesia. Pembahasan seputar pelayaran hingga bertukar kebudayaan antara Indonesia dan Hawaii menjadi agenda mereka selama 10 hari berada di Bali. Indonesia dipilih untuk dikunjungi karena Hawai dan Indonesia punya banyak kesamaan.
”Ada studi yang mengatakan, setelah ditelusuri lebih jauh nenek moyang Hawaii juga berasal dari Indonesia. Kapal Hokulea bangga berada di Indonesia yang pelautnya sudah dikenal andal di dunia,” ujar David Day, pimpinan Hawaii Indonesia Chamber of Commerce, kepada KORAN SINDO seusai presentasi Pelayaran 40 Tahun Hokulea di Jakarta, Kamis lalu (30/7).
Selama di Bali, para awak kapal juga akan menyusuri sejumlah desa untuk melihat pengelolaan perikanan dan pertanian yang masih digarap secara tradisional. Seperti di kampung nelayan Karangasem dan Desa Jatiluwih untuk melihat sistem pengairan Subak di lahan pertanian sawah bertingkat dan peternakan.
Mereka juga akan mengunjungi Huakai Green School. Mereka juga pergi ke tempat wisata lainnya seperti Pantai Uluwatu dan singgah ke Magelang, Jawa Tengah untuk melihat Candi Borobudur. Mereka berniat menyoroti budaya dan pendidikan di Bali dan membawa misi pelayaran ke seluruh dunia dengan tujuan merawat bumi.
”Kami berlayar untuk menemukan orang-orang yang luar biasa dan tempat yang benar-benar merawat bumi. Dan Bali adalah contoh yang bagus dari tempat yang penuh dengan cerita-cerita dari harapan untuk sekarang dan masa depan kita,” kata navigator Nainoa Thompson. Menurutnya, rute-rute yang dilewati Hokulea sama dengan rute pelayaran yang pernah dilewati pelaut Indonesia dan Hawaii di masa lampau.
Setelah ke Indonesia, Hokulea akan menuju Maldives, kemudian Madagaskar dan keliling ke sejumlah negara lain. Kedatangan kapal Hokulea ke Bali membawa keuntungan tersendiri. Kerja sama Indonesia dengan AS terutama Hawaii semakin terjalin erat.
Menurut Ronny Adhikarya, pengamat hubungan Indonesia-Hawaii, salah satu persamaan yang dimiliki Bali dan Hawaii adalah tempat wisata dunia yang mengedepankan kenyamanan bagi turis. ”Bagaimana mengadakan suatu program pariwisata yang berkesinambungan dan ramah lingkungan. Bali bisa belajar banyak dari Hawaii, begitupun sebaliknya, ujarnya.
Ronny juga menyebut Kapal Hokulea sama dengan kapal pinisi yang dimiliki Indonesia, kapal tradisional tanpa instrumen modern. ”Mungkin saja kita bisa berlayar kembali namun dengan tujuan hanya untuk melestarikan kebudayaan Indonesia,” katanya. Karena berlayar tanpa alat elektronik membutuhkan keahlian khusus.
”Kita bisa belajar dari Hokulea bagaimana mereka melestarikan warisan nenek moyang mereka,” tambahnya. Kapal Hokulea yang memiliki panjang 19 meter dan lebar 6,4 meter ini memang tercipta dengan tujuan untuk mewujudkan kembali warisan nenek moyang yang pandai bereksplorasi, berani, dan cerdik dari orang Polinesia pertama di Kepulauan Hawaii. Kapal Hokulea dibuat dan diluncurkan pada 1970. Selanjutnya pelayaran pertama dilakukan menuju Pulau Tahiti di Prancis pada 1976 silam.
Ananda Nararya
Berangkat dari Darwin, Australia, Sabtu (1/8) hari ini, Kapal Hokulea dijadwalkan berlabuh di Bali. Hokulea akan menempuh perjalanan sejauh 930 mil dengan memakan waktu 8 hari di bawah pengawasan navigator Nainoa Thompson dan Lehua Kamaluddin untuk paruh pertama dan navigator Ashmore Reef dan Jenna Ishii untuk empat hari berikutnya.
Di Bali, kru kapal tradisional ini bukan sekadar singgah. Mereka juga akan menularkan ilmu pelayaran kepada generasi muda Indonesia. Pembahasan seputar pelayaran hingga bertukar kebudayaan antara Indonesia dan Hawaii menjadi agenda mereka selama 10 hari berada di Bali. Indonesia dipilih untuk dikunjungi karena Hawai dan Indonesia punya banyak kesamaan.
”Ada studi yang mengatakan, setelah ditelusuri lebih jauh nenek moyang Hawaii juga berasal dari Indonesia. Kapal Hokulea bangga berada di Indonesia yang pelautnya sudah dikenal andal di dunia,” ujar David Day, pimpinan Hawaii Indonesia Chamber of Commerce, kepada KORAN SINDO seusai presentasi Pelayaran 40 Tahun Hokulea di Jakarta, Kamis lalu (30/7).
Selama di Bali, para awak kapal juga akan menyusuri sejumlah desa untuk melihat pengelolaan perikanan dan pertanian yang masih digarap secara tradisional. Seperti di kampung nelayan Karangasem dan Desa Jatiluwih untuk melihat sistem pengairan Subak di lahan pertanian sawah bertingkat dan peternakan.
Mereka juga akan mengunjungi Huakai Green School. Mereka juga pergi ke tempat wisata lainnya seperti Pantai Uluwatu dan singgah ke Magelang, Jawa Tengah untuk melihat Candi Borobudur. Mereka berniat menyoroti budaya dan pendidikan di Bali dan membawa misi pelayaran ke seluruh dunia dengan tujuan merawat bumi.
”Kami berlayar untuk menemukan orang-orang yang luar biasa dan tempat yang benar-benar merawat bumi. Dan Bali adalah contoh yang bagus dari tempat yang penuh dengan cerita-cerita dari harapan untuk sekarang dan masa depan kita,” kata navigator Nainoa Thompson. Menurutnya, rute-rute yang dilewati Hokulea sama dengan rute pelayaran yang pernah dilewati pelaut Indonesia dan Hawaii di masa lampau.
Setelah ke Indonesia, Hokulea akan menuju Maldives, kemudian Madagaskar dan keliling ke sejumlah negara lain. Kedatangan kapal Hokulea ke Bali membawa keuntungan tersendiri. Kerja sama Indonesia dengan AS terutama Hawaii semakin terjalin erat.
Menurut Ronny Adhikarya, pengamat hubungan Indonesia-Hawaii, salah satu persamaan yang dimiliki Bali dan Hawaii adalah tempat wisata dunia yang mengedepankan kenyamanan bagi turis. ”Bagaimana mengadakan suatu program pariwisata yang berkesinambungan dan ramah lingkungan. Bali bisa belajar banyak dari Hawaii, begitupun sebaliknya, ujarnya.
Ronny juga menyebut Kapal Hokulea sama dengan kapal pinisi yang dimiliki Indonesia, kapal tradisional tanpa instrumen modern. ”Mungkin saja kita bisa berlayar kembali namun dengan tujuan hanya untuk melestarikan kebudayaan Indonesia,” katanya. Karena berlayar tanpa alat elektronik membutuhkan keahlian khusus.
”Kita bisa belajar dari Hokulea bagaimana mereka melestarikan warisan nenek moyang mereka,” tambahnya. Kapal Hokulea yang memiliki panjang 19 meter dan lebar 6,4 meter ini memang tercipta dengan tujuan untuk mewujudkan kembali warisan nenek moyang yang pandai bereksplorasi, berani, dan cerdik dari orang Polinesia pertama di Kepulauan Hawaii. Kapal Hokulea dibuat dan diluncurkan pada 1970. Selanjutnya pelayaran pertama dilakukan menuju Pulau Tahiti di Prancis pada 1976 silam.
Ananda Nararya
(bbg)