SBSI Kukuhkan Koperasi Buruh

Sabtu, 01 Agustus 2015 - 10:17 WIB
SBSI Kukuhkan Koperasi Buruh
SBSI Kukuhkan Koperasi Buruh
A A A
JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) mengukuhkan koperasi untuk para buruh. Selain mampu menguatkan hubungan antaranggota, koperasi ini bertujuan menyejahterakan anggotanya.

”Adanya Koperasi Buruh diharapkan, buruh bisa makin sejahtera,” ujar Ketua Umum SBSI Muchtar Pakpahan dalam sebuah halalbihalal di Jakarta kemarin. Sebenarnya Koperasi Buruh sudah berjalan satu tahun sebagai masa persiapan. Maka kini saatnya pengukuhan pengurus koperasi tersebut.

Seluruh anggota pun sudah diwajibkan membayar iuran bulanan. Dana yang terkumpul akan dijadikan dana pinjaman untuk anggota, pengembangan usaha, serta keperluan mendadak anggota. ”Intinya ini merupakan langkah positif untuk buruh Indonesia yang lebih sejahtera,” ucapnya.

Kasubdit Penatausahaan Badan Hukum Koperasi Kementerian Koperasi dan UMKM Tetty Maria mengapresiasi semangat buruh yang membentuk koperasi. Keberadaan Koperasi Buruh menjadi wadah untuk mengembangkan usaha. Meski koperasi berbasis buruh, anggotanya juga harus kritis. Pengurus pun transparan dalam mengelola keuangan.

”Jadi, buruh harus merasa memiliki agar bisa saling menjaga,” katanya. Dia menyarankan koperasi buruh tidak hanya sebagai tempat simpan pinjam melainkan bisa menjadi penggerak produksi, mulai dari bahan mentah menjadi bahan matang. ”Dengan terbentuknya koperasi SBSI, akan ada terobosan dalam bidang produksi baik pangan maupun produksi industri kreatif,” ujarnya.

Kasus Tolikara

Dalam kesempatan itu, Muchtar menyinggung tragedi Tolikara, Papua. Menurut dia, tidak ada masalah antaragama di kawasan paling timur Indonesia tersebut, yang ada hanya pertikaian antarsuku dan masalah Papua dengan pemerintah pusat.

Sebagai langkah menangani persoalan di Papua, Guru Besar Fakultas Hukum UKI ini mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bisa meniru cara penanganan Papua seperti yang dilakukan presiden sebelumnya, KH Abdurahman Wahid (Gusdur).

Kebijakan yang diambil Gusdur ketika itu yakni menghentikan pendekatan pemerintah pusat yang mengedepankan pendekatan dengan cara militer, diganti pendekatan personal dan negosiasi. ”Intinya, masyarakat Papua mau dipandang di tanah mereka,” katanya.

Muchtar melihat kondisi Papua saat ini sangat ironis. Kawasan tersebut penghasil emas, namun 85% masyarakatnya masih buta huruf. Artinya, pemerintah pusat hanya mengeruk apa yang bisa menghasilkan di kawasan itu tanpa memikirkan masyarakat setempat.

Dia berharap, Jokowi dapat meneruskan kebijakan Gus Dur, kemudian melakukan revolusi terhadap otonomi khusus dengan semangat dari rakyat Papua untuk rakyat Papua. Pendidikan khusus untuk mencerdaskan dan bangun pasar tradisional untuk rakyat Papua. ”Jika presiden tidak membawa solusi ke Papua, tuntutan merdeka akan tetap kuat,” ujarnya.

Ridwansyah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7951 seconds (0.1#10.140)