Opsi Penundaan Dinilai Lebih Realistis

Jum'at, 31 Juli 2015 - 08:33 WIB
Opsi Penundaan Dinilai Lebih Realistis
Opsi Penundaan Dinilai Lebih Realistis
A A A
JAKARTA - Dua dari tiga opsi yang ditawarkan Menteri Dalam Negeri mengenai kemunculan calon tunggal di sejumlah daerah pada pilkada serentak 9 Desember 2015 dinilai kurang tepat dalam menyelesaikan persoalan ini.

Opsi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) dan bumbung kosong bukan solusi bijak. Sebaliknya penundaan pilkada dianggap lebih realistis. ”Secara moral, bumbung kosong, calon boneka, sama saja jeleknya. Bumbung kosong itu sama-sama tidak ada pilkada namanya. Jadi bukan
solusi,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta kemarin.
Adapun mengenai usulan agar Presiden mengeluarkan perppu juga tidak pas karena unsur kegentingan dan memaksa tidak terpenuhi di dalamnya. ”Jangan fasilitas konstitusi terlalu mudah kita pakai. Kalau perppu saya tidak merekomendasi,” kata dia. Jimly menyarankan, untuk daerah-daerah yang baru memiliki satu calon sebaiknya mengikuti aturan yang ada. ”Seandainya tidak berhasil (tidak ada calon lagi), ya ditunda,” ujarnya.

Mendagri Tjahjo Kumolo sebelumnya menawarkan tiga opsi mengenai kemunculan calon tunggal di 14 daerah pada pilkada serentak akhir tahun ini. Pertama, pasangan calon tersebut akan diikutsertakan dalam Pilkada 2017 mendatang. Kedua, pilkada tetap digelar di mana pasangan calon akan melawan bumbung kosong. Ketiga, pemerintah menerbitkan perppu yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal.

Ketua KPU Husni Kamil Manik menyerahkan pilihanpilihan penyelesaian calon tunggal kepada pemerintah dan DPR. KPU, menurut dia, hanya berpegang pada aturan yang ada dan tidak mau memberikan usulan apa pun. ”Nah itu yang sedang diupayakan pemerintah. Saya kira partai-partai juga punya inisiatif untuk berkomunikasi. Mereka yang menyelesaikan masalahnya, karena ini soal kompromi politik,” kata Husni.

Mengenai pernyataan Mendagri yang akan menggelar pertemuan untuk membahas jalan keluar dari calon tunggal pada akhir penutupan pendaftaran nanti, mantan Komisioner KPU Sumatera Barat itu mengapresiasinya. KPU kini tinggal menunggu informasi lanjutan. ”Kan informasi yang ada dalam hal ini Kemendagri sudah berinisiatif, kita tunggulah,” ujar Husni.

Seperti diberitakan, hingga batas akhir pendataran calon pada 28 Juli 2014, sebanyak 14 daerah hanya memunculkan satu pasangan calon, yakni Kabupaten Asahan (Sumut), KabupatenSerang( Banten), Kabupaten Tasikmalaya (Jabar), Kabupaten Purbalingga (Jateng), Kabupaten Pacitan, Kabupaten Blitar, dan Kota Surabaya (Jatim). Selain itu Kabupaten Pegunungan Fakfak dan Sorong Selatan (Papua), Kabupaten Tidore Kepulauan (Maluku Utara), Kota Samarinda (Kaltim), serta Kota Mataram (NTB).

KPUakankembalimembuka pendaftaran pasangan calon selama tiga hari untuk daerahdaerah ini yang dimulai 1 hingga 3 Agustus. Jika dalam kurun waktu tersebut tetap tidak ada calon yang mendaftar, skenarionya adalah penundaan hingga pelaksanaan pilkada serentak tahap dua pada 2017.

Dukungan Parpol Terpusat

Kemunculan calon tunggal di 14 daerah tersebut tak lepas dari dukungan partai politik yang hanya terpusat pada satu pasangan calon. Fenomena calontunggaljugamencerminkan lemahnya komunikasi politik. ”Faktor lain adalah prosedural teknis yang diatur dalam UU Pilkada dan peraturan yang dinilai berat seperti buat calon perseorangan,” kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini.

Menurut dia, kemunculan calon tunggal juga dipicu kuatnya incumbent yang maju untuk kedua kali. Hal ini membuat pesaing berpikir ulang untuk maju. Peneliti PARA Syndicate Toto Sugiarto menilai hadirnya calon tunggal di pilkada antara lain karena adanya elektabilitas satu calon yang terlalu tinggi di suatu daerah. ”Ini terjadi di Pilkada Surabaya, satu calon yang elektabilitasnya tinggi membuat orang lain yang ingin mencalonkan diri menjadi malas berkompetisi,” ujar Toto.

Dia menambahkan, masih adanya mahar politik bagi calon yang ingin mendaftar lewat jalur partai juga dapat menjadi penyebab minimnya orang ingin mendaftar. ”Kewajiban mundur dari jabatan bagi anggota DPR yang mencalonkan diri ikut memengaruhi minat politisi,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso memastikan telah memetakan kerawanan dan memantau daerah-daerah yang berpotensi memiliki ancaman keamanan.

Persiapan pilkada serentak, menurut dia, telah berulang kali dibahas di Istana Negara dan sejauh ini tidak ada kendala berarti. Pengamat intelijen Wawan Purwanto menambahkan, tiap daerah memiliki titik rawan. Beberapa di antaranya sudah memiliki catatan atas hal itu. ”Ada kantong yang jadi tempat rusuh seperti di Papua, wilayah tapal kuda Jawa Timur, dan beberapa daerahdiJawaTengah,” katanya.

Dian ramdhani/ kiswondari/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6426 seconds (0.1#10.140)