Tiga Faktor Picu Munculnya Aksi Teroris
A
A
A
JAKARTA - Pencegahan dan pemberantasan radikalisme dan terorisme di Indonesia diperlukan penguatan wawasan kebangsaan kepada masyarakat. Wawasan kebangsaan itu diyakini bisa menangkal masuknya radikalisme dan terorisme ke Indonesia.
Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal mengatakan, melalui ideologi Pancasila, generasi muda Indonesia sudah memiliki landasan kuat untuk membendung masuknya radikalisme tersebut. Bahkan, kata dia, peluang generasi muda untuk mengikuti dan memiliki paham yang mengarah pada teroris semakin kecil.
“Sebenarnya itu orang-orang yang bermasalah dengan dirinya, lalu menarik dirinya seakan menjadi korban dari sebuah sistem. Sebenarnya yang bermasalah itu adalah dirinya sendiri,” ujar Akbar, Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Menurutnya, aksi terorisme itu disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, faktor domestik, internasional dan kultural. Dia menjelaskan, faktor domestik yakni masalah kemiskinan, ketidakadilan dan kecewa kepada pemerintah menjadi pemicu orang-orang itu bergabung ke kelompok teroris atau ISIS.
Faktor internasional, dikarenakan ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan serta imperialisme modern negara super power. Sementara, faktor kultural yakni masalah pemahaman sempit tentang kitab suci, terutama Alquran yang ditafsirkan secara bebas kitab suci agama.
"Faktor yang terakhir ini yang sering terjadi dalam tindakan terorisme. Mereka selalu mengatasnamakan agama,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Agus Surya Bakti mengatakan, pihaknya selalu aktif melakukan dialog di perguruan tinggi. Tujuannya agar tidak terjadi pembelokan keyakinan, aqidah dan pemahaman yang dilakukan para kalangan akademisi.
“Ini agar tidak terjadi pemahaman yang salah dikalangan para mahasiswa sehingga jangan sampai terjadi aksi-aksi teror lagi seperti yang pernah terjadi di Indonesia selama ini,” tukas Agus.
Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal mengatakan, melalui ideologi Pancasila, generasi muda Indonesia sudah memiliki landasan kuat untuk membendung masuknya radikalisme tersebut. Bahkan, kata dia, peluang generasi muda untuk mengikuti dan memiliki paham yang mengarah pada teroris semakin kecil.
“Sebenarnya itu orang-orang yang bermasalah dengan dirinya, lalu menarik dirinya seakan menjadi korban dari sebuah sistem. Sebenarnya yang bermasalah itu adalah dirinya sendiri,” ujar Akbar, Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Menurutnya, aksi terorisme itu disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, faktor domestik, internasional dan kultural. Dia menjelaskan, faktor domestik yakni masalah kemiskinan, ketidakadilan dan kecewa kepada pemerintah menjadi pemicu orang-orang itu bergabung ke kelompok teroris atau ISIS.
Faktor internasional, dikarenakan ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan serta imperialisme modern negara super power. Sementara, faktor kultural yakni masalah pemahaman sempit tentang kitab suci, terutama Alquran yang ditafsirkan secara bebas kitab suci agama.
"Faktor yang terakhir ini yang sering terjadi dalam tindakan terorisme. Mereka selalu mengatasnamakan agama,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Agus Surya Bakti mengatakan, pihaknya selalu aktif melakukan dialog di perguruan tinggi. Tujuannya agar tidak terjadi pembelokan keyakinan, aqidah dan pemahaman yang dilakukan para kalangan akademisi.
“Ini agar tidak terjadi pemahaman yang salah dikalangan para mahasiswa sehingga jangan sampai terjadi aksi-aksi teror lagi seperti yang pernah terjadi di Indonesia selama ini,” tukas Agus.
(kur)