Fundamental Ekonomi Harus Diperbaiki

Rabu, 29 Juli 2015 - 08:59 WIB
Fundamental Ekonomi Harus Diperbaiki
Fundamental Ekonomi Harus Diperbaiki
A A A
JAKARTA - Pelaku pasar meminta pemerintah memperbaiki fundamental perekonomian untuk mengembalikan kepercayaan pasar. Pelemahan kurs rupiah yang disertai arus keluar modal saat ini dinilai terjadi akibat semakin minimnya kepercayaan pasar.

Pemerintah dinilai tidak memiliki strategi kuat mengantisipasi gejolak eksternal yang memengaruhi perekonomian di dalam negeri. Di lain pihak, perkembangan ekonomi nasional yang tidak sesuai harapan semakin menambah tekanan yang mendorong para investor keluar dari pasar.

“Ini kan sedang berlangsung capital outflow yang ditandai dengan terus turunnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), termasuk nilai tukar yang terus melemah. Ini indikasi ketidakpercayaan investor terhadap perekonomian nasional. Banyak investor yang menjual sahamnya untuk dialihkan ke dolar AS,” kata pengamat pasar uang Farial Anwar di Jakarta kemarin. Investor melihat proyeksi ekonomi saat ini tidak sesuai harapan.

Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga belum tegas dalam hal implementasi aturan-aturan yang seharusnya dapat mengurangi permintaan terhadap dolar AS. IHSG pada perdagangan kemarin semakin merosot mendekati level terendah dalam 16 bulan terakhir. IHSG ditutup anjlok 56,53 poin atau 1,18% ke level 4.714,76. Koreksi tersebut seiring dengan pelemahan bursa-bursa Asia. Adapun nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta kemarin sore bergerak menguat sebesar 13 poin menjadi Rp13.449 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.462 per dolar AS.

Ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah beberapa minggu terakhir antara lain memang disebabkan faktor eksternal. Namun secara internal ada beberapa faktor yang juga sangat memengaruhi nilai tukar. “Pertama, pasar kecewa dengan perkembangan ekonomi yang memburuk. Kedua, sebagian kebijakan ekonomi pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan pasar dan dunia usaha. Terakhir, janji-janji pemerintah belum terlihat nyata, masih rencana-rencana saja, misalnya percepatan infrastruktur yang stagnan, tidak ada kemajuan berarti,” katanya.

Dia mengatakan, BI yang selalu ada di pasar dan mengeluarkan kebijakan moneter akomodatifmemangmasihmampu menjaga rupiah di kisaran Rp13.000-13.400 per dolar AS. Namun rupiah hanya akan kembali menguat jika kebijakan fiskal yang diaktifkan, misalnya untuk infrastruktur. “Jadi PR nya ada di pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan pasar agar rupiah kembali menguat,” tandasnya. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Muhammad Idrus mengatakan, depresiasi nilai tukar rupiah akan terus terjadi apabila pemerintah dan BI tidak segera mengambil langkah strategis guna mengatasinya.

“Pemerintah jangan pasrah saja. Soal normalisasi The Fed itu bukan menjadi alasan dan seharusnya sudah dicari solusinya,” ujar Idrus. Fokus dalam memulihkan nilai tukar menurutnya adalah dengan memperbaiki regulasi mengenai nilai tukar yang hingga kini masih ditentukan pasar. Hal ini membuat BI harus terus berkompetisi dengan pasar untuk menjaga tren nilai tukar dengan mengorbankan cadangan devisa negara.

“Mau sampai kapan berpacu dengan pasar dan menghabiskan devisa yang terbatas kemampuannya,” kata dia. Idrus juga mengkritisi sikap pemerintah yang hingga kini seolah tidak melihat adanya masalah terkait keterpurukan nilai tukar rupiah dan masih terus menyalahkan faktor eksternal. Seharusnya ada upaya serius secara moneter dan fiskal untuk membendung depresiasi yang terlalu dalam.

Depresiasi nilai tukar ini menurutnya sangat buruk karena akan mendorong inflasi yang menggerus pendapatan masyarakat. “Pemerintah harus lebih proaktif karena instrumen BI tidak terlalubanyak. Janganselalubilang aman saja,” ujarnya. Terpisah, Kepala Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pelemahan kurs rupiah saat ini terjadi akibat sentimen pasar terkait dengan rencana The Fed menaikkan suku bunganya.

Dia menyebutkan, dalam sembilan bulan terakhir, terjadi fenomena menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia secara signifikan (super-dollar). “Market saat ini bisa dibilang sedang nervous dengan rencana The Fed,” katanya. Meski faktor sentimen dominan, Luky menekankan bahwa pemerintah tetap berupaya memperbaiki fundamental ekonomi, dalam hal ini neraca transaksi berjalan yang masih defisit.

Dia mengatakan, neraca perdagangan yang surplus selama semester I/2015 sebetulnya mendorong apresiasi nilai tukar rupiah, tetapi neraca jasa pembayaran jasa masih menjadi catatan pemerintah. “Ada dua hal kenapa neraca jasa defisit terus. Pertama, angkutan laut pengangkut eksporimpor yang masih didominasi asing. Makanya kita dorong industri galangan kapal dalam negeri. Kedua, income masuk atau devisa yang masih minim. Kita mendorong sektor pariwisata lewat pembebasan visa,” jelasnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Prijambodo mengatakan, salah satuhalyangharusmenjadiperhatian pemerintah saat ini adalah menjaga suku bunga sekaligus berupaya menekan inflasi. Dia mengakui stabilitas nilai tukar rupiah dan harga penting untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Kalau daya beli turun, pertumbuhan (ekonomi) bisa lebih rendah lagi,” ujarnya. Dia mengatakan, belanja pemerintah terutama belanja modal yang masih lambat memang perlu segera dipercepat untuk mengompensasi penurunan kinerja ekspor. Menurut dia, meningkatnya belanja pemerintah diharapkan bisa mengurangi dampak negatif dari faktor eksternal terhadap perekonomian dalam negeri.

Direktur Eksekutif Centerof Reform on Economic (CORE) Hendri Saparini mengatakan, pemerintah memang perlu segera menyiapkan kebijakan fiskal yang komprehensif untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan, terutama neraca pembayaran jasa yang masih defisit. Selain itu, pelambatan ekonomi domestik yang ditandai dengan lesunya daya beli masyarakat perlu segera diantisipasi dengan mempercepat realisasi belanja pemerintah.

Dengan mendorong pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah diyakini juga akan semakin membaik.

Rahmat fiansyah/kunthi fahmar sandy/hafid fuad/rabia edra almira/heru febrianto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7687 seconds (0.1#10.140)