KPU Minta Parpol Patuhi Aturan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta partai politik untuk mematuhi peraturan baru menyusul perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah.
Berdasarkan situs resmi KPU, perubahan tersebut tercantum di dalam PKPU No 12/ 2015 tentang perubahan atas PKPU 9/2015 tentang pencalonan kepala daerah serentak. ”Kami meminta semua parpol mengikuti aturan yang ada. Perubahan PKPU sudah dilakukan dan diundangkan. Apa yang telah diatur itulah yang akan dilaksanakan,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Hadar menyebutkan, terdapat tiga perubahan dalam PKPU tersebut. Pertama, berkaitan dengan pengaturan konsekuensi yang timbul dari ada putusan MK. Di antaranya menghapus klausul konflik kepentingan dengan petahana, menghapus larangan bagi mantan narapidana untuk mencalonkan diri, dan kewajiban mengundurkan diri bagi PNS, TNI, Polri, pegawai dan pejabat BUMN, serta anggota parlemen setelah ditetapkan sebagai calon.
Kedua, berkaitan dengan peraturan tambahan yang sebelumnya hanya diterapkan melalui surat edaran (SE) KPU. Ketiga, berkaitan dengan pengaturan partai yang berpengurus ganda untuk dapat mengajukan pasangan calon dalam pilkada. ”Silakan parpol yang mempunyai sengketa atau kepengurusan ganda bersepakat untuk mempersiapkan pendaftaran pasangan calon,” ungkapHadar.
Hadar menegaskan, jika parpol tidak mematuhi aturan yang dibuat, pendaftaran calonnya tidak bisa diterima saat pilkada mendatang. Hadar mengaku sudah mendapatkan salinan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) tentang kepengurusan parpol. SK tersebut kini sudah diteruskan kepada daerahdaerah yang melaksanakan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, PKPU tersebut rentan dipermasalahkan, terutama yang berkaitan dengan islah terbatas bagi partai berpengurus ganda. Di samping menimbulkan berbagai pertanyaan, Titi menilai PKPU yang baru tidak memiliki legitimasi yang kuat karena tidak memiliki payung hukum.
Baik UU Parpol maupun UU Pilkada mengatur bahwa yang berhak mencalonkan memang satu kepengurusan. Atas dasar itu, Titi menyayangkan keputusan KPU yang mengubah aturan mengenai partai berpengurus ganda.
Padahal, aturan sebelumnya sudah ideal. Keputusan untuk memperbolehkan dua kepengurusan untuk mencalonkan sepanjang calonnya sama, kata Titi, seolah-olah menoleransi ada konflik partai. Sebagai pelaksana undang-undang, seharusnya KPU tidak menggunakan kacamata kuda sehingga akan ada kepastian hukum.
Sementara itu, Pengurus DPP PPP hasil Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz mengajak pengurus DPP PPP pimpinan Romahurmuziy (Romi) melakukan konsolidasi atau islah terbatas guna merumuskan pasangan calon (paslon) yang akan diusung bersama-sama dalam pilkada serentak mengingat pendaftaran kandidat akan dimulai pada 26-28 Juli 2015.
”Sebenarnya, konsolidasi hanya bisa dilakukan sebelum tanggal 26 Juli. Kalau lewat, sudah tidak bisa lagi (konsolidasi). Kalau tidak ketemu, ya sudah risiko,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP hasil Muktamar Jakarta Dimyati Natakusumah.
Dimyati mengaku telah menginstruksikan kepada pimpinan Desk Pilkada Fernita Darwis untuk bertemu dan berkoordinasi dengan tim pilkada di kubu Romi. ”Kami mengirimkan lima orang, tapi tergantung yang di kubu Pak Romi, apa bisa menerima Desk Pilkada kami untuk melakukan koordinasi terkait calon,” ucapnya.
Upaya ini dilakukan untuk mengakomodasi kader-kader potensial PPP di daerah. Meski demikian, rencana ini sangat bergantung pada masingmasing kubu. Jika salah satu pihak merasa lebih berhak dan lebih sah, konsolidasi sulit untuk dilakukan. ”Susah juga kalau ego yang dikedepankan, harus merasa setara dulu baru bisa duduk sama-sama,” tegasnya.
Dimyati berpandangan, seharusnya konsolidasi ini dilakukan sebelum Idul Fitri, namun itu tidak terjadi. Mantan bupati Pandeglang ini menyayangkan sikap kubu Romi yang selalu merasa paling sah, padahal kasusnya masih dalam sengketa. Terlebih calon yang nanti diusung harus sama. Kalau berbeda, akan menjadi masalah dan PPP terancam tidak dapat ikut pilkada serentak.
Dita angga/ Kiswondari
Berdasarkan situs resmi KPU, perubahan tersebut tercantum di dalam PKPU No 12/ 2015 tentang perubahan atas PKPU 9/2015 tentang pencalonan kepala daerah serentak. ”Kami meminta semua parpol mengikuti aturan yang ada. Perubahan PKPU sudah dilakukan dan diundangkan. Apa yang telah diatur itulah yang akan dilaksanakan,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Hadar menyebutkan, terdapat tiga perubahan dalam PKPU tersebut. Pertama, berkaitan dengan pengaturan konsekuensi yang timbul dari ada putusan MK. Di antaranya menghapus klausul konflik kepentingan dengan petahana, menghapus larangan bagi mantan narapidana untuk mencalonkan diri, dan kewajiban mengundurkan diri bagi PNS, TNI, Polri, pegawai dan pejabat BUMN, serta anggota parlemen setelah ditetapkan sebagai calon.
Kedua, berkaitan dengan peraturan tambahan yang sebelumnya hanya diterapkan melalui surat edaran (SE) KPU. Ketiga, berkaitan dengan pengaturan partai yang berpengurus ganda untuk dapat mengajukan pasangan calon dalam pilkada. ”Silakan parpol yang mempunyai sengketa atau kepengurusan ganda bersepakat untuk mempersiapkan pendaftaran pasangan calon,” ungkapHadar.
Hadar menegaskan, jika parpol tidak mematuhi aturan yang dibuat, pendaftaran calonnya tidak bisa diterima saat pilkada mendatang. Hadar mengaku sudah mendapatkan salinan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) tentang kepengurusan parpol. SK tersebut kini sudah diteruskan kepada daerahdaerah yang melaksanakan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, PKPU tersebut rentan dipermasalahkan, terutama yang berkaitan dengan islah terbatas bagi partai berpengurus ganda. Di samping menimbulkan berbagai pertanyaan, Titi menilai PKPU yang baru tidak memiliki legitimasi yang kuat karena tidak memiliki payung hukum.
Baik UU Parpol maupun UU Pilkada mengatur bahwa yang berhak mencalonkan memang satu kepengurusan. Atas dasar itu, Titi menyayangkan keputusan KPU yang mengubah aturan mengenai partai berpengurus ganda.
Padahal, aturan sebelumnya sudah ideal. Keputusan untuk memperbolehkan dua kepengurusan untuk mencalonkan sepanjang calonnya sama, kata Titi, seolah-olah menoleransi ada konflik partai. Sebagai pelaksana undang-undang, seharusnya KPU tidak menggunakan kacamata kuda sehingga akan ada kepastian hukum.
Sementara itu, Pengurus DPP PPP hasil Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz mengajak pengurus DPP PPP pimpinan Romahurmuziy (Romi) melakukan konsolidasi atau islah terbatas guna merumuskan pasangan calon (paslon) yang akan diusung bersama-sama dalam pilkada serentak mengingat pendaftaran kandidat akan dimulai pada 26-28 Juli 2015.
”Sebenarnya, konsolidasi hanya bisa dilakukan sebelum tanggal 26 Juli. Kalau lewat, sudah tidak bisa lagi (konsolidasi). Kalau tidak ketemu, ya sudah risiko,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP hasil Muktamar Jakarta Dimyati Natakusumah.
Dimyati mengaku telah menginstruksikan kepada pimpinan Desk Pilkada Fernita Darwis untuk bertemu dan berkoordinasi dengan tim pilkada di kubu Romi. ”Kami mengirimkan lima orang, tapi tergantung yang di kubu Pak Romi, apa bisa menerima Desk Pilkada kami untuk melakukan koordinasi terkait calon,” ucapnya.
Upaya ini dilakukan untuk mengakomodasi kader-kader potensial PPP di daerah. Meski demikian, rencana ini sangat bergantung pada masingmasing kubu. Jika salah satu pihak merasa lebih berhak dan lebih sah, konsolidasi sulit untuk dilakukan. ”Susah juga kalau ego yang dikedepankan, harus merasa setara dulu baru bisa duduk sama-sama,” tegasnya.
Dimyati berpandangan, seharusnya konsolidasi ini dilakukan sebelum Idul Fitri, namun itu tidak terjadi. Mantan bupati Pandeglang ini menyayangkan sikap kubu Romi yang selalu merasa paling sah, padahal kasusnya masih dalam sengketa. Terlebih calon yang nanti diusung harus sama. Kalau berbeda, akan menjadi masalah dan PPP terancam tidak dapat ikut pilkada serentak.
Dita angga/ Kiswondari
(ftr)