Udar Dituntut 19 Tahun dan Dimiskinkan
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menjatuhkan tuntutan 19 tahun penjara kepada mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi DKI Jakarta Udar Pristono.
JPU juga meminta sejumlah aset Udar bernilai puluhan miliar rupiah dirampas untuk negara. JPU yang terdiri atas Victor Antonius selaku ketua merangkap anggota, dengan anggota Agung Arifianto, Y Sigit K, dan Tasjrifin membacakan surat tuntutan terhadap Udar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Sidang Udar dipimpin Ketua Majelis Hakim Artha Theresia.
JPU meyakini, berdasarkan fakta-fakta persidangan, Udar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama , Udar selaku pengguna anggaran (PA) terbukti secara sendiri ataupun bersama-sama dengan pihak lainnya dan merupakan gabungan beberapa perbuatan pidana dalam dugaan korupsi pengadaan armada busway articulated paket I dan II tahun anggaran 2012, dan tiga paket busway single , tiga paket busway articulated, dan tiga paket bus sedang tahun anggaran 2013.
Akibatnya negara mengalami kerugian. Masing-masing Rp9.576.562.750 untuk tahun anggaran 2012 dan Rp390.379.614.000 untuk pengadaan 2013. Kedua , Udar terbukti menerima gratifikasi lebih dari Rp6,5 miliar selama kurun dari 2010-2014 baik secara langsung maupun melalui transfer.
Penerimaan tersebut di antaranya Rp77 juta dari Direktur PT Jati Galih Semesta (JGS) Yeddie Kuswandy yang diduga berkaitan dengan lelang koridor/halte busway yang diikuti PT JGS. Ketiga, Udar terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sekitar Rp30 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membeli sejumlah aset seperti rumah, kendaraan, bangunan. Aset TPPU Udar diminta agar dirampas untuk negara.
”Menuntut, agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 19 tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Untuk perkara tindak pidana pencucian uang nomor urut 1, 41, 45, 46, 47, 48, 49, 90, 91, 92 dirampas untuk negara,” kata JPU Victor tadi malam.
Dalam perkara korupsi ini, Udar terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal55ayat (1) ke-(1) KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, sebagaimana dakwaan kesatu primer. Dakwaan kedua primer, Udar melanggar Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pada TPPU, JPU meyakini Udar melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal memberatkan bagi Udar, sedangkan hal meringankan tidak ada. Pertimbangan memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Udar bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Kedua dan ketiga , Udar tidak menyesali dan tidak kooperatif dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan dan di persidangan. Udar mengaku kecewa dengan tuntutan JPU. Dia juga seolah tidak rela asetnya dirampas untuk negara.
Menurut Udar, majelis hakim tentu masih punya pandangan berbeda. Dia menilai boleh saja JPU menuntut apa pun. ”Dihukum mati boleh juga, tapi kan masih ada pleidoi (nota pembelaan), dasarnya adalah fakta hukum. Tuntutan copy paste dari dakwaan,” ungkap Udar. Dia menilai untuk tuntutan penerimaan gratifikasi lebih Rp6,5 miliar tidak ada buktinya. JPU pun tidak bisa menyampaikan nama-nama pemberi gratifikasi.
Dia meminta kalau benar ada buktinya seharusnya JPU membuktikan gratifikasi tersebut berkaitan dengan apa. Keberatannya terkait dugaan penerimaan gratifikasi ini akan disampaikan dalam pleidoi. Dalam pleidoi- nya, Udar mengindikasikan akan mengungkap bukti-bukti soal asal usul harta kekayaannya.
Dia mengklaim aset miliknya, apalagi yang diminta untuk dirampas oleh JPU, berasal dari warisan orang tua. Tahun 1998 misalnya, Udar membeli apartemen dengan harga berkisar Rp200- 300 juta/unit.
Sabir laluhu
JPU juga meminta sejumlah aset Udar bernilai puluhan miliar rupiah dirampas untuk negara. JPU yang terdiri atas Victor Antonius selaku ketua merangkap anggota, dengan anggota Agung Arifianto, Y Sigit K, dan Tasjrifin membacakan surat tuntutan terhadap Udar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Sidang Udar dipimpin Ketua Majelis Hakim Artha Theresia.
JPU meyakini, berdasarkan fakta-fakta persidangan, Udar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama , Udar selaku pengguna anggaran (PA) terbukti secara sendiri ataupun bersama-sama dengan pihak lainnya dan merupakan gabungan beberapa perbuatan pidana dalam dugaan korupsi pengadaan armada busway articulated paket I dan II tahun anggaran 2012, dan tiga paket busway single , tiga paket busway articulated, dan tiga paket bus sedang tahun anggaran 2013.
Akibatnya negara mengalami kerugian. Masing-masing Rp9.576.562.750 untuk tahun anggaran 2012 dan Rp390.379.614.000 untuk pengadaan 2013. Kedua , Udar terbukti menerima gratifikasi lebih dari Rp6,5 miliar selama kurun dari 2010-2014 baik secara langsung maupun melalui transfer.
Penerimaan tersebut di antaranya Rp77 juta dari Direktur PT Jati Galih Semesta (JGS) Yeddie Kuswandy yang diduga berkaitan dengan lelang koridor/halte busway yang diikuti PT JGS. Ketiga, Udar terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sekitar Rp30 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membeli sejumlah aset seperti rumah, kendaraan, bangunan. Aset TPPU Udar diminta agar dirampas untuk negara.
”Menuntut, agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 19 tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Untuk perkara tindak pidana pencucian uang nomor urut 1, 41, 45, 46, 47, 48, 49, 90, 91, 92 dirampas untuk negara,” kata JPU Victor tadi malam.
Dalam perkara korupsi ini, Udar terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal55ayat (1) ke-(1) KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, sebagaimana dakwaan kesatu primer. Dakwaan kedua primer, Udar melanggar Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pada TPPU, JPU meyakini Udar melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal memberatkan bagi Udar, sedangkan hal meringankan tidak ada. Pertimbangan memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Udar bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Kedua dan ketiga , Udar tidak menyesali dan tidak kooperatif dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan dan di persidangan. Udar mengaku kecewa dengan tuntutan JPU. Dia juga seolah tidak rela asetnya dirampas untuk negara.
Menurut Udar, majelis hakim tentu masih punya pandangan berbeda. Dia menilai boleh saja JPU menuntut apa pun. ”Dihukum mati boleh juga, tapi kan masih ada pleidoi (nota pembelaan), dasarnya adalah fakta hukum. Tuntutan copy paste dari dakwaan,” ungkap Udar. Dia menilai untuk tuntutan penerimaan gratifikasi lebih Rp6,5 miliar tidak ada buktinya. JPU pun tidak bisa menyampaikan nama-nama pemberi gratifikasi.
Dia meminta kalau benar ada buktinya seharusnya JPU membuktikan gratifikasi tersebut berkaitan dengan apa. Keberatannya terkait dugaan penerimaan gratifikasi ini akan disampaikan dalam pleidoi. Dalam pleidoi- nya, Udar mengindikasikan akan mengungkap bukti-bukti soal asal usul harta kekayaannya.
Dia mengklaim aset miliknya, apalagi yang diminta untuk dirampas oleh JPU, berasal dari warisan orang tua. Tahun 1998 misalnya, Udar membeli apartemen dengan harga berkisar Rp200- 300 juta/unit.
Sabir laluhu
(ars)