Korupsi Zakat

Minggu, 12 Juli 2015 - 10:52 WIB
Korupsi Zakat
Korupsi Zakat
A A A
Zakat yang bermakna penyucian harta, sering kali disalahartikan secara sepihak oleh orang-orang tertentu yang bergelimang harta atau oknum pejabat negara yang rakus.

Oleh mereka, zakat sekadar dijadikan sarana untuk menyucikan harta yang telah diperoleh dari hasil korupsi atau praktik lain yang dilarang dalam Islam. Oleh oknum tidak bertanggung jawab ini, zakat hanya dijadikan sarana money laundering atas perolehan harta mereka yang didapatkan dari jalan yang salah.

Karena itu, zakat menjadi kehilangan makna substansialnya yakni untuk menyucikan diri dari harta yang diperoleh dengan cara halal. Harta yang diperoleh dari praktik korupsi dianggap mereka menjadi suci dan halal setelah dibayarkan zakatnya kepada fakir-miskin. Inilah wujud pemahaman yang menyimpang karena terlalu formalistis, lahiriah, dan tidak mengambil makna terdalam dari hakikat ajaran zakat.

Padahal, dalam Islam dijelaskan bahwa syarat harta yang dikeluarkan zakatnya harus dari harta yang halal. Ajaran zakat ini memberi pesan kepada kita agar kita senantiasa mendapatkan harta yang halal. Tidak menjadi suci harta yang haram dikarenakan dikeluarkan zakatnya. Islam tidak membenarkan tindakan dengan landasan bahwa tujuan dapat menghalalkan segala cara.

Sesungguhnya korupsi telah mengingkari makna ajaran zakat yang bertujuan menciptakan keadilan sosial. Dalam konteks korupsi, orang yang enggan membayar zakat juga dapat disebut sebagai koruptor, karena di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin yang harus ditunaikan. Manakala ada orang yang tidak menunaikan zakat, artinya orang tersebut telah melakukan korupsi dana zakat yang sesungguhnya milik orang-orang miskin.

Orang yang tidak membayar zakat berarti telah memakan harta yang bukan miliknya. Orang yang tidak berzakat sesungguhnya telah menjadi koruptor dana zakat milik publik (orang-orang miskin). Orang yang tidak mengeluarkan zakat sesungguhnya adalah manusia serakah karena meskipun ada harta milik orang lain (orang miskin) padanya dia enggan memberikannya.

Dia mengangkangi harta milik orang lain (zakat), bahkan merampasnya untuk memenuhi kepuasan dirinya. Strata sosial yang lebih baik dimilikinya sebagai orang mampu zakat, tidak menumbuhkan perasaan peduli kepada orang-orang bernasib kurang beruntung.

Menjadi jelas bahwa zakat menyampaikan pesan agar kita tidak korupsi untuk mendapatkan harta dan sekaligus melarang kita melakukan korupsi zakat dari harta kita, meskipun harta itu kita peroleh dengan cara halal.

Penzakat yang baik telah dididik menjadi manusia yang menjauhi perbuatan korupsi, karena menyadari bahwa perbuatan korupsi akan merugikan diri sendiri (membuat jiwa sekaligus harta kotor) dan merugikan orang lain (membuat orang miskin menderita).

Ahmad Juwaini
Sekjen World Zakat Forum dan Presiden Direktur Dompet Dhuafa
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3434 seconds (0.1#10.140)