Sering Keliru Bukti Istana Tidak Profesional

Kamis, 09 Juli 2015 - 10:04 WIB
Sering Keliru Bukti...
Sering Keliru Bukti Istana Tidak Profesional
A A A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla (Jokowi-JK) kembali melakukan kekeliruan. Kali ini dilakukan Sekretariat Negara (Setneg) yang salah dalam menulis kepanjangan Badan Intelijen Negara (BIN). Seringnya terjadi kekeliruan ini makin menunjukkan Istana tidak profesional.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan kesalahan penulisan atas kepanjangan BIN menjadi Badan Intelijen Nasional dalam undangan pelantikan di Istana yang diterbitkan Setneg tidak bisa dianggap remeh. Karena kesalahan itu menjadi indikator adanya permasalahan dalam sistem perencanaan serta mekanisme pada pemerintahan Presiden Jokowi.

”Jangan dianggap enteng. Jadi, dilihat dari apa yang terjadi, berarti ada masalah dalam perencanaan mekanisme di pemerintahan. Ini menunjukkan negara dikelola seperti warung kopi,” kata Fadli di Gedung DPR kemarin. Sebagaimana diketahui, sebelumnya dalam surat undangan pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI di Istana Negara terdapat kesalahan penulisan kepanjangan istilah BIN.

Dalam undangan yang disebar ke berbagai pihak, Setneg menuliskan BIN dengan Badan Intelijen Nasional yang seharusnya Badan Intelijen Negara. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu lantas membandingkan pemerintahan Jokowi yang sering blunder dengan tata kelola pemerintahan di masa Soeharto yang rapi dan teratur.

”Bagaimana bisa terjadi? Sepanjang puluhan tahun Orde Baru tidak pernah kok ada kesalahan seperti ini. Apalagi ini berulang-ulang. Dari hari lahirnya Bung Karno, nanti akan ada lagi kesalahan lain,” ujar Fadli.

Fadli menyimpulkan, kesalahan tersebut terbilang fatal serta membahayakan negara. Karena jika urusan elementer saja bisa salah, dikhawatirkan kesalahan juga akan terjadi pada urusan yang sifatnya substansial. ”Ini fatal, bayangin ini terjadi di AS, Central Intelligence Agency (CIA), nanti diganti apa gitu ,” sindirnya.

Karena itu Fadli mengusulkan agar Presiden Jokowi segera melakukan perombakan atau reshuffle kabinet. Reshuffle , menurut dia, diperlukan agar pemerintahan Jokowi tidak terus-menerus melakukan kesalahan. ”Kalau timnya tidak kuat, lakukan reshuffle di bidangnya,” ujar dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai kesalahan itu adalah bentuk dari kelalaian dan ketidaktelitian orang-orang di lingkungan Jokowi. ”Hal ini sekali lagi menunjukkan kelalaian, ketidakhatihatian dan ketidaktelitian orang-orang di lingkungan paling dekat Presiden,” kata Tantowi.

Kesalahan sepele tersebut, lanjut Tantowi, jika sering dilakukan akan memperburuk kinerja dan citra Jokowi ke publik. ”Kesalahan sepele yang tidak boleh terjadi seperti itu pada gilirannya semakin memperburuk kinerja pemerintahan Jokowi,” ujar dia. Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengatakan kesalahan penulisan nama lembaga negara sebagai hal yang memalukan.

Bahkan Masinton menilai kesalahan seperti itu tidak bisa ditoleransi. ”Ini bukan kesalahan biasa atau sekadar teknis. Ini bentuk ketidakprofesionalan pejabat di lingkar dalam Istana Negara,” kata Masinton. Menurut anggota Komisi III DPR itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah berulang kali melakukan kesalahan administrasi.

Kesalahan itu tidak hanya menurunkan kepercayaan publik terhadap Presiden, tapi juga menurunkan kewibawaan lembaga negara. ”Menterinya harus dievaluasi. Ini adalah kesalahan berulang kali. Keledai saja tidak mau terperosok di lubang yang sama berkali-kali,” tutur Masinton.

Atas kekhilafannya itu, Kementerian Sekretariat Negara melalui Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden, Djarot Sri Sulistyo, menyampaikan permohonan maafnya.

Menurut Djarot, Kementerian Sekretariat Negara telah menarik dan mengganti surat undangan dengan penulisan yang benar setelah menyadari kesalahan teknis penulisan pada undangan pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI.

”Kementerian Sekretariat Negara setelah menyadari adanya kesalahan teknis penulisan pada undangan pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI secepatnya telah menarik dan menggantinya dengan penulisan yang benar,” terang Djarot kepada pers. Dia pun kembali menegaskan bahwa kesalahan penulisan itu telah direvisi.

”Penulisan yang benar adalah Kepala Badan Intelijen Negara sesuai dengan undangan yang telah kami kirimkan kembali kepada tamu atau pejabat yang diundang,” tandasnya. Untuk diketahui, polemik tentang kekeliruan pemerintahan Jokowi beberapa kali terjadi.

Di antaranya terkait dengan pernyataan Jokowi yang menyebutkan Indonesia masih berutang kepada International Monetary Fund (IMF). Pernyataan itu sempat dibantah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menegaskan bahwa utang Indonesia kepada IMF sudah lunas.

Kemudian polemik seputar pernyataan Presiden yang menyebut Presiden Soekarno lahir di Blitar dalam pidato hari kelahiran Pancasila 1 Juni lalu. Padahal Bung Karno lahir di Surabaya sebagaimana data valid yang ada. Selain kekeliruan tersebut, Presiden Jokowi juga pernah dikritik publik lantaran mengeluarkan peraturan presiden (perpres) mengenai kenaikan uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat negara.

Perpres itu memunculkan polemik dan pertentangan publik. Presiden mengaku tidak membaca perpres yang ditandatangani tersebut dan akhirnya mencabutnya.

Rahmat sahid/ Sindonews
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1072 seconds (0.1#10.140)