Kejati DKI Terus Usut Kasus Dahlan Iskan
A
A
A
JAKARTA - Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Waluyo membantah, kasus dugaan korupsi tersangka dugaan kasus proyek pembangunan 21 Gardu Induk (GI) Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013 yang membelit mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Dahlan Iskan, diberhentikan.
Menurut Waluyo, penyidik masih terus menyelidiki keterlibatan Dahlan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek yang nilainya mencapai Rp1,063 triliun tersebut.
“Lanjut terus sampai tuntas,” kata Waluyo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Sabtu (4/7/2015).
Waluyo menambahkan, pihaknya akan memanggil kembali mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Namun, mengenai waktunya belum dapat dipastikan.
“Nanti kita kabari,” ujarnya.
Sebelumnya pada 25 Juni 2015 penyidik Kejati DKI telah melakukan penggeledahan di kantor PLN Jakarta. Hal itu dilakukan untuk mencari dokumen-dokumen yang menjelaskan kapasitas Dahlan Iskan sebagai KPA di proyek gardu induk, serta berkas lainnya yang berkaitan dengan pengadaan dan pengajuan proyek multi tahun.
Waluyo mengaku telah berhasil menemukan bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan Dahlan selama berjalannya proyek multiyears itu.
“Jelas dong (bukti yang ditemukan menguatkan). (Kita berhasil menyita) dokumen kontrak, surat yang ditandatangi Pak DI (Dahlan Iskan),” pungkas dia.
Seperti diketahui, pada Jumat, 5 Juni 2015 lalu Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka. Dahlan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus proyek pembangunan 21 Gardu Induk (GI) Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Dalam proyek ini, dia bertindak sebagai KPA.
"Berdasarkan dua alat bukti. Sesuai permintaan tim penyidik, kami Kejati keluarkan sprindik Nomor 752 dan tunjuk jaksa untuk jadi tim penyidik dengan tersangka saudara Dahlan Iskan," kata Kepala Kejakti DKI Jakarta M Adi Toegarisman di Kantor Kejati, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 5 Juni 2015.
Proyek yang dilansir mencapai Rp1,06 triliun ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp33 miliar. Atas kasus ini, Dahlan diduga melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pilihan:
Seleksi CPNS Ditunda, Indonesia Diambang Krisis Guru SD
Saling Serang Menteri Rendahkan Presiden Dinilai Konyol
Menurut Waluyo, penyidik masih terus menyelidiki keterlibatan Dahlan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek yang nilainya mencapai Rp1,063 triliun tersebut.
“Lanjut terus sampai tuntas,” kata Waluyo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Sabtu (4/7/2015).
Waluyo menambahkan, pihaknya akan memanggil kembali mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Namun, mengenai waktunya belum dapat dipastikan.
“Nanti kita kabari,” ujarnya.
Sebelumnya pada 25 Juni 2015 penyidik Kejati DKI telah melakukan penggeledahan di kantor PLN Jakarta. Hal itu dilakukan untuk mencari dokumen-dokumen yang menjelaskan kapasitas Dahlan Iskan sebagai KPA di proyek gardu induk, serta berkas lainnya yang berkaitan dengan pengadaan dan pengajuan proyek multi tahun.
Waluyo mengaku telah berhasil menemukan bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan Dahlan selama berjalannya proyek multiyears itu.
“Jelas dong (bukti yang ditemukan menguatkan). (Kita berhasil menyita) dokumen kontrak, surat yang ditandatangi Pak DI (Dahlan Iskan),” pungkas dia.
Seperti diketahui, pada Jumat, 5 Juni 2015 lalu Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka. Dahlan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus proyek pembangunan 21 Gardu Induk (GI) Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Dalam proyek ini, dia bertindak sebagai KPA.
"Berdasarkan dua alat bukti. Sesuai permintaan tim penyidik, kami Kejati keluarkan sprindik Nomor 752 dan tunjuk jaksa untuk jadi tim penyidik dengan tersangka saudara Dahlan Iskan," kata Kepala Kejakti DKI Jakarta M Adi Toegarisman di Kantor Kejati, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 5 Juni 2015.
Proyek yang dilansir mencapai Rp1,06 triliun ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp33 miliar. Atas kasus ini, Dahlan diduga melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pilihan:
Seleksi CPNS Ditunda, Indonesia Diambang Krisis Guru SD
Saling Serang Menteri Rendahkan Presiden Dinilai Konyol
(maf)