Referendum Diprediksi Berakhir Ketat

Sabtu, 04 Juli 2015 - 12:37 WIB
Referendum Diprediksi Berakhir Ketat
Referendum Diprediksi Berakhir Ketat
A A A
ATHENA - Jurang krisis ekonomi membuat warga Yunani terbelah. Mereka dihadapkan pada pilihan untuk menerima (yes) atau menolak (no) dana talangan (bailout) dari Uni Eropa dan lembaga donor lain sebagai syarat untuk keluar dari kebangkrutan.

Berbagai jajak pendapat menunjukkan referendum yang akandigelarMinggu besok (5/7) bakal berakhir ketat. Polling Universitas Macedonia kemarin menghasilkan responden yang memilih ”tidak” atau ”negatif” mencapai 43%, sedangkan yang memilih ”ya” atau “positif’ hanya 42,5%. Para pemimpin Eropa sebelumnya telah mengingatkan jika ”tidak” yang terpilih, Yunani kemungkinan terdepak dari zona mata uang euro.

Lain halnya dengan hasil survei ALCO Institute yang dimuat koran Ethnos. Survei ini menyebutkan 44,8% responden memilih ”ya” dan 43,4% ”tidak” serta 11,8% menjawab tidak tahu. Margin kesalahan survei ini adalah 3,1 %. Dari jawaban ini tergambar bahwa rakyat yang menginginkan negaranya menerima syarat dana talangan unggul tipis.

Jika hasil ini tetap bertahan saat referendum, pemerintahan Perdana Menteri Alexis Tsipras bisa terguling. Jelang referendum digelar, tensi politik Yunani kian panas. Dua kubu berpawai mencari dukungan dengan membawa spanduk-spanduk besar. Demonstrasi besar-besaran diperkirakan bakal tumpah di jalanan saat referendum digelar.

Merespons situasi itu, Pengadilan Tertinggi Administrasi Yunani kemarin menyatakan bakal memeriksa apakah referendum dana bantuan finansial tersebut sesuai dengan konstitusi atau tidak. Pemeriksaan merujuk pada pernyataan Dewan Eropa yang menuding referendum berada di bawah standar internasional.

Mantan Perdana Menteri (PM)Latvia ValdisDombrovskis menilai referendum akan mengirimkan sinyal politik terhadap Eropa. “Hasil ‘positif’ berarti Yunani ingin bekerja sama lebih dekat dengan negara dizonaeuro demimencarisolusi. Hasil ‘negatif’ akan memberikan perbedaan. Solusi juga akan lebih sulit,” katanya seperti dilansir Guardian.

Mantan Perdana Menteri (PM) Yunani Kostas Karamanlis (2004–2009) dan Antonis Samaras (2012–2015) memastikan akan berdiri di kubu “positif”. Samaras mengaku tidak ingin membiarkan Yunani meninggalkan zona euro dan kembali kezaman mata uang drachma karena implikasinya sangat besar.

Senada, Karamanlis juga mengatakan Yunani harus tetap menjadi bagian dari Eropa. Sebab, jika tidak, Yunani akan berada di posisi yang riskan dan berbahaya. “Suara ‘negatif’ adalah langkah pertama Yunani untuk keluar dari Eropa #referendum #Yunani,” kicau Kepala Partai Demokrasi Baru itu dalam akun Twitter-nya.

Politikus Belanda Jeroen Dijsselbloem memandang Pemerintah Yunani mencoba mempromosikansuara“negatif” tanpa ekspektasi yang realistis. “Akan sangat sulit untuk membuat paket bantuan finansial (bailout) yang baru untuk Yunani jika mereka memilih suara ‘negatif’ pada saat referendum nanti. Juru bicara (jubir) Komisi Eropa Margaritis Schinas mengonfirmasi pihaknya tidak akan lagi berunding dengan Yunani kecuali pasca-referendum.

“Tidak ada perbincangan lagi sampai Senin depan. Kami akan mempertimbangkan hasil referendum,” sebut Schinas. Menteri Keuangan (Menkeu) Yunani Yanis Varoufakis membantah bahwa referendum nanti merupakan perdebatan tentang euro kontra drachma seperti disebutkan kebanyakan pemimpin Eropa.

“Referendum itu akan menjadi media untuk bagaimana kami bisa bertahan di euro. Kami tahu Yunani ingin tetap bertahan,” katanya. SementaraituDanaMoneter Internasional (IMF) menyatakan Yunani membutuhkan dana 50 miliar euro lebih (sekitar USD55 miliar) selama tiga tahun ke depan demi menstabilkan keuangan di bawah rencana kreditor yang ada.

MUH SHAMIL
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6350 seconds (0.1#10.140)