Berlari di Antara Ledakan Pesawat
A
A
A
Musibah jatuhnya Pesawat Hercules C 130 nomor penerbangan A1310 di Jalan Jamin Ginting Km 10 Medan merenggut 140 korban jiwa. Hanya beberapa orang yang selamat dari malapetaka itu.
Satu di antaranya Rahmat, warga Desa Pantai Cermin, Kabupaten Deliserdang, yang saat kejadian sedang mengecat sebuah bangunan rumah toko (ruko) di lokasi kejadian. Pria berusia 28 tahun ini tampak trauma saat hendak menjenguk rekannya, Ahmad Fahri, di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan kemarin siang. Menurut Rahmat, dua rekannya, yakni Fahri dan Rizal, yang bekerja mengecat di bangunan ruko berlantai empat itu menjadi korban Hercules nahas.
Namun, Rizal meninggal dan Fahri mengalami luka serius. Bagi dia, Selasa (30/6), saat jarum jam berada di angka 12.00 WIB merupakan hari mengerikan. Suasana hening siang bolong itu berubah layaknya di kancah peperangan. Suara dentuman keras disertai rentetan ledakan dan hawa panas mengganti damainya keadaan. Kuas cat yang disapukan Rahmat di tembok lantai tiga ruko terjatuh dari genggamannya.
Pria berperawakan kurus ini langsung berlari sekencangnya menuruni tangga keluar dari bangunan tempatnya bekerja. Dia panik begitu melihat badan pesawat yang terbakar hebat di antara reruntuhan bangunan Oukup BS dan mobil. ”Saat itu saya sedang mengecat di lantai dua bersama tiga teman saya. Kami terpisah pintu ruangan. Saya di ruangan sendirian, sedangkan teman saya, Fahri dan Rizal di ruangan sebelah. Saya enggak sempat lihat pesawat itu menukik, tapi saya sempat lihat posisi pesawat pas di samping kiri ruko tempat kami kerja,” tuturnya.
Pada saat berlari menyelamatkan diri, pesawat Hercules meledak dan melontarkan uap panas hingga mengenai beberapa bagian tubuhnya. Bagian lutut kanan, kaki kiri dan kanan, serta tangan kiri dan tangan kanan, mengalami luka bakar.
”Saya enggak sempat berpikir mau menyelamatkan teman saya. Saya sudah panik sekali. Itu pun saya ditarik orang lain yang saya enggak kenal. Saya langsung lari sekencang-kencangnya untuk keluar dari ruko. Saat saya lari, saya mendengar pesawat itu meledak dan mengeluarkan asap. Mungkin itu yang membuat badan saya kena luka bakar,” ucap pria yang baru dua hari bekerja sebagai tukang cat di ruko itu.
Sesaat kemudian tubuhnya bergetar karena ngeri melihat ruko tempatnya bekerja telah rata dengan tanah. Rahmat terduduk lemas memandangi puing-puing bangunan tempatnya bekerja. Dia pun bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Yang Mahakuasa. Di sisi lain, duka mendalam masih dirasakan keluarga korban Pesawat Hercules C 130, yakni pasangan Juanidah, 50; dan Marzuki, 56, warga Pekanbaru, Riau. Mereka masih menunggu proses identifikasi jenazah anak laki-lakinya, Mushoir, 19, yang menumpang pesawat nahas tersebut.
”Saya mendapat kabar pesawat Hercules itu jatuh dua jam setelah kejadian dari salah satu stasiun radio. Waktu pertama mendengarnya, ya Allah, rasanya enggak percaya. Saya langsung telepon sana sini untuk memastikan, rupanya benar. Apalagi anak saya memang naik Hercules mau ke Natuna,” tutur Juanidah sambil menahan tangis. Menurut dia, anaknya, Mushoir yang baru pertama kali naik pesawat Hercules, hendak pergi liburan ke Natuna bersama empat teman kuliahnya.
Sebenarnya awal Mushoir mau naik kapal laut, tapi ayahnya menyarankan agar naik pesawat Hercules agar lebih cepat. ”Kalau kapal laut harus singgah di beberapa tempat. Lagi pula harga tiket Hercules pun sama, maka anak saya itu menurut naik Hercules,” ucapnya. Adapun Mashita, 38; dan Aan Tediawan, 48, warga Natuna, Kepulauan Riau, mengatakan, jenazah putrinya, Indriani, 19, sudah diidentifikasi tapi pemulangan belum bisa dilakukan karena masih menunggu proses lainnya.
Mashita bercerita, dia sudah setahun tidak bertemu dengan anak kedua dari lima anaknya itu yang kuliah di Akademi Kebidanan (Akbid) Helvetia, Medan. Karena sudah lama enggak pulang, dia mau ingin Lebaran di rumah. Indriani diantar tantenya ke Lanud Soewondo.
”Katanya sewaktu mengantar anak saya, banyak sekali kejadian yang dialami Indriani. Yang sandalnya lepaslah, yang bedaknya berserakan. Tetapi, kata tantenya, malamnya Indri sangat ceria dan menyalami semua orang di rumah. Malah sebelumnya sempat mengajak main catur,” katanya.
Eko Agustyo FB
Medan
Satu di antaranya Rahmat, warga Desa Pantai Cermin, Kabupaten Deliserdang, yang saat kejadian sedang mengecat sebuah bangunan rumah toko (ruko) di lokasi kejadian. Pria berusia 28 tahun ini tampak trauma saat hendak menjenguk rekannya, Ahmad Fahri, di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan kemarin siang. Menurut Rahmat, dua rekannya, yakni Fahri dan Rizal, yang bekerja mengecat di bangunan ruko berlantai empat itu menjadi korban Hercules nahas.
Namun, Rizal meninggal dan Fahri mengalami luka serius. Bagi dia, Selasa (30/6), saat jarum jam berada di angka 12.00 WIB merupakan hari mengerikan. Suasana hening siang bolong itu berubah layaknya di kancah peperangan. Suara dentuman keras disertai rentetan ledakan dan hawa panas mengganti damainya keadaan. Kuas cat yang disapukan Rahmat di tembok lantai tiga ruko terjatuh dari genggamannya.
Pria berperawakan kurus ini langsung berlari sekencangnya menuruni tangga keluar dari bangunan tempatnya bekerja. Dia panik begitu melihat badan pesawat yang terbakar hebat di antara reruntuhan bangunan Oukup BS dan mobil. ”Saat itu saya sedang mengecat di lantai dua bersama tiga teman saya. Kami terpisah pintu ruangan. Saya di ruangan sendirian, sedangkan teman saya, Fahri dan Rizal di ruangan sebelah. Saya enggak sempat lihat pesawat itu menukik, tapi saya sempat lihat posisi pesawat pas di samping kiri ruko tempat kami kerja,” tuturnya.
Pada saat berlari menyelamatkan diri, pesawat Hercules meledak dan melontarkan uap panas hingga mengenai beberapa bagian tubuhnya. Bagian lutut kanan, kaki kiri dan kanan, serta tangan kiri dan tangan kanan, mengalami luka bakar.
”Saya enggak sempat berpikir mau menyelamatkan teman saya. Saya sudah panik sekali. Itu pun saya ditarik orang lain yang saya enggak kenal. Saya langsung lari sekencang-kencangnya untuk keluar dari ruko. Saat saya lari, saya mendengar pesawat itu meledak dan mengeluarkan asap. Mungkin itu yang membuat badan saya kena luka bakar,” ucap pria yang baru dua hari bekerja sebagai tukang cat di ruko itu.
Sesaat kemudian tubuhnya bergetar karena ngeri melihat ruko tempatnya bekerja telah rata dengan tanah. Rahmat terduduk lemas memandangi puing-puing bangunan tempatnya bekerja. Dia pun bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Yang Mahakuasa. Di sisi lain, duka mendalam masih dirasakan keluarga korban Pesawat Hercules C 130, yakni pasangan Juanidah, 50; dan Marzuki, 56, warga Pekanbaru, Riau. Mereka masih menunggu proses identifikasi jenazah anak laki-lakinya, Mushoir, 19, yang menumpang pesawat nahas tersebut.
”Saya mendapat kabar pesawat Hercules itu jatuh dua jam setelah kejadian dari salah satu stasiun radio. Waktu pertama mendengarnya, ya Allah, rasanya enggak percaya. Saya langsung telepon sana sini untuk memastikan, rupanya benar. Apalagi anak saya memang naik Hercules mau ke Natuna,” tutur Juanidah sambil menahan tangis. Menurut dia, anaknya, Mushoir yang baru pertama kali naik pesawat Hercules, hendak pergi liburan ke Natuna bersama empat teman kuliahnya.
Sebenarnya awal Mushoir mau naik kapal laut, tapi ayahnya menyarankan agar naik pesawat Hercules agar lebih cepat. ”Kalau kapal laut harus singgah di beberapa tempat. Lagi pula harga tiket Hercules pun sama, maka anak saya itu menurut naik Hercules,” ucapnya. Adapun Mashita, 38; dan Aan Tediawan, 48, warga Natuna, Kepulauan Riau, mengatakan, jenazah putrinya, Indriani, 19, sudah diidentifikasi tapi pemulangan belum bisa dilakukan karena masih menunggu proses lainnya.
Mashita bercerita, dia sudah setahun tidak bertemu dengan anak kedua dari lima anaknya itu yang kuliah di Akademi Kebidanan (Akbid) Helvetia, Medan. Karena sudah lama enggak pulang, dia mau ingin Lebaran di rumah. Indriani diantar tantenya ke Lanud Soewondo.
”Katanya sewaktu mengantar anak saya, banyak sekali kejadian yang dialami Indriani. Yang sandalnya lepaslah, yang bedaknya berserakan. Tetapi, kata tantenya, malamnya Indri sangat ceria dan menyalami semua orang di rumah. Malah sebelumnya sempat mengajak main catur,” katanya.
Eko Agustyo FB
Medan
(ars)