Rasa Syukur dalam Kesederhanaan

Kamis, 02 Juli 2015 - 09:38 WIB
Rasa Syukur dalam Kesederhanaan
Rasa Syukur dalam Kesederhanaan
A A A
Sejenak meninggalkan hidup di Jakarta dengan segala kemodernannya tentu terasa berat. Namun, siapa sangka, kehidupan yang jauh gemerlap dari Ibu Kota ternyata memberikan pembelajaran yang menyenangkan.

Live insudah menjadi agenda tahunan bagi siswasiswi kelas X SMA Tarakanita 2. Tahun ini waktunya bagi saya dan teman-teman menjalani hal serupa, tepatnya Mei lalu.

Segala persiapan yang dilakukan para guru selama berbulan-bulan lamanya akhirnya mengantarkan kami sampai di Wonogiri. Usaha tersebut bukanlah sebuah penyayangan waktu maupun tenaga, tetapi pantas dan telah ditebus sebagai pembelajaran hidup yang akan selalu saya tanam jauh dalam lubuk hati.

Saya selalu percaya hidup adalah sebuah kebetulan yang ajaib, terjadi begitu saja, tak pernah terduga, dan segala yang di dalamnya merupakan arus dari kebetulan itu sendiri yang selalu dapat dinikmati. Pertemuan dengan Tarni dan keluarga menjadi salah satu kebetulan terindah yang saya syukuri. Banyak sekali nilai yang saya pelajari dari empat hari tiga malam bersama beliau.

Tentu bukan dari segi akademis, namun sebuah sisi lain akan hidup yang sebelumnya tak pernah saya pandang, aspekaspek berharga yang terbengkalai begitu saja. Tarni adalah seorang petani di Desa Danan, Wonogiri, yang tinggal bersama putra sulungnya, Daryono, dan cucunya, Icha. Lima tahun silam sebuah kecelakaan menimpa sang suami, Warso, yang menyebabkannya harus menjalani masa tua tidak bersama-sama.

Retak di tulang belakang membuat Warso lumpuh dan kini tengah menjalani terapi di Surabaya didampingi sang putra bungsu. Ibu Tarni sehari-hari menjalani peran pengganti ibu bagi Icha. Sebuah cerita yang mengiris hati begitu saya mengetahui bahwa Icha harus tumbuh tanpa figur sesosok ibu. Ibu yang seharusnya menjadi penyeimbang dalam keharmonisan hidup anaknya pergi meninggalkan tanpa jejak dan kabar sejak Icha berusia 1,5 tahun.

Namun, luka yang tertinggal tidak membuat hati Icha, Daryono, maupun Tarni menjadi marah dan penuh dendam, justru menyerahkan hati untuk memaafkan. Tak bisa dipungkiri, Icha yang lebih muda dari saya adalah inspirasi saya. Semangat dan daya juang yang tinggi dan sebuah hati yang berserah -bukan menyerah akan keadaan, tetapi memaksimalkan apa yang dimiliki. Tak ada celah untuk mengeluh.

”Miskin” bukan suatu penyakit, ”miskin” bukan kesalahan, ”miskin” tak perlu disesali selama kita tidak miskin moral. Kekayaan sebenarnyalah telah diperoleh Tarni dan keluarga karena nilai hidup yang sebetulnya adalah bahagia. Akhirnya, dari apa yang saya dapat dari kehidupan seorang Ibu Tarmi, saya menyimpulkan : 3C : Chance, Choice, Change! Hidup selalu menawarkan kita berbagai kesempatan. Namun, pada akhirnya kesempatan-kesempatan itu harus kita saring.

Pilihan kita yang menentukan ke mana kita akan melangkah. Di akhir waktu tersenyumlah karena perubahan yang akan terjadi membuahkan kita butir-butir kehidupan abadi. Di perjalanannya, kontroversi pasti pernah dan akan kita alami, never lose faith: percayalah pada Tuhan agar kita mengerti apa yang tidak kita mengerti.

Bersyukurlah pada Tuhan, segala kekhawatiran akan lenyap. Sandarkanlah hati sepenuhnya kepada Tuhan agar kasih dapat mengalir dengan lega di hidup ini. Ternyata, simpelkokuntuk jadi ”kaya”, cukup dengan bersyukur dan bersyukur!

Jessie Daniel Putri Yuwono
Pelajar Kelas XSMA Tarakanita 2
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3720 seconds (0.1#10.140)