Masih Banyak yang Perlu Diperjuangkan
A
A
A
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengatakan, MEA memang akan mulai diberlakukan.
Aliran barang, tenaga, kerja terampil, dan investasi antarnegara ASEAN menjadi lebih bebas. Di sisi lain, tuntutan masyarakat terhadap perguruan tinggi meningkat. Kementerian pun tidak tinggal diam, karena untuk mendukung daya saing bangsa, pemerintah bakal meningkatkan mutu pendidikan tinggi, riset, dan inovasi.
”Meski demikian, secara nasional masih banyak yang harus diperjuangkan untuk mencapai sasaran mutu pendidikan tinggi. Jumlah perguruan tinggi yang masuk 500 perguruan tinggi terbaik dunia, peningkatan jumlah publikasi yang masuk indeks bereputasi, dan jumlah perguruan tinggi yang terakreditasi unggul. Ada juga jumlah program studi yang terakreditasi unggul, serta jumlah program studi yang terakreditasi internasional adalah di antara sasaran mutu pendidikan tinggi yang masih jauh dari harapan,” ungkapnya.
Nasir menjelaskan, saat MEA berlaku profesi insinyur, arsitek, dokter, dokter gigi, perawat, akuntan, dan praktisi pariwisata wajib memiliki sertifikat yang menandakan mereka punya kompetensi yang sudah dipersyaratkan. Kemenristek Dikti pun telah menyiapkan peraturan perundangan, meski baru sebatas undang-undang mengenai insinyur, dokter, dan perawat sebagai bekal bagi pekerja Indonesia untuk mampu bersaing di pasar bebas.
Demi mempersiapkan perguruan tinggi, Kemenristek Dikti telah merancang program-program kerja di bidang pengembangan pendidikan tinggi yang bakal dilaksanakan selama periode 2014- 2019. Nasir menyebut, ada delapan program yang menjadi fokus Kemenristek Dikti, yaitu meningkatkan mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing perguruan tinggi.
Lainnya, meningkatkan publikasi internasional untuk karya dosen perguruan tinggi di Indonesia serta meningkatkan pembinaan perguruan tinggi. Program kerja di bidang pendidikan tinggi yang akan direalisasikan oleh Kemenristek Dikti selanjutnya adalah membuka akses pendidikan tinggi seluas- luasnya, pengembangan soft skill di kalangan mahasiswa dan penerapan standar nasional perguruan tinggi. Kementeriannya juga akan terus melanjutkan peningkatan mutu dosen melalui beasiswa dan bantuan bagi dosen di perguruan tinggi swasta.
”Sudah banyak yang dilakukan pemerintah dan perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Misalnya pemberian bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang setiap tahun meningkat dan pembentukan perguruan tinggi berbadan hukum adalah di antara usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi,” kata Nasir di kantornya.
Di sisi lain, perguruan tinggi juga sudah melakukan usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan tinggi. Ada pembangunan laboratorium, peningkatan kualifikasi dosen dan tenaga kependidikan, implementasi sistem penjaminan mutu internal, penerapan remunerasi berbasis kinerja, peningkatan penelitian, publikasi internasional, dan hak kekayaan intelektual (HKI).
Nasir menjelaskan, masyarakat memang berharap perguruan tinggi mampu mendukung daya saing bangsa melalui penelitian yang inovatif yang dapat memberikan dampak ekonomi langsung pada masyarakat. Karena keterbatasan anggaran, selama ini penelitian perguruan tinggi berhenti sampai pada pembuatan prototipe skala laboratorium, publikasi internasional, dan perolehan HKI.
”Dengan meningkatnya anggaran penelitian lewat BOPTN, di mana pada 2015 anggaran BOPTN mencapai Rp4,55 triliun, penelitian di perguruan tinggi bisa dilanjutkan sampai pada komersialisasi hasil penelitian. Dengan bergabungnya sektor Ristek dengan Pendidikan Tinggi dalam Kemenristek Dikti, maka sinergi program, sumber daya, pengalaman, dan jaringan Ristek- Dikti bisa dilakukan dan hilirisasi hasil penelitian di perguruan tinggi menjadi semakin mungkin dilakukan,” paparnya.
Nasir menjelaskan, ada dua cara pendidikan tinggi yang bisa memberikan dukungan terhadap daya saing bangsa dalam menghadapi MEA. Pertama, dengan menghasilkan tenaga terampil yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Kedua, menghasilkan inovasi yang dapat memberikan manfaat ekonomis secara langsung bagi masyarakat.
Untuk bisa menghasilkan tenaga terampil dan inovasi, beberapa hal harus dilakukan oleh perguruan tinggi, yaitu pengembangan dan implementasi secara progresif Sistem Penjaminan Mutu Internal sesuai dengan SNPT sehingga pada 2019 bisa dicapai 15.000 program studi terakreditasi unggul serta 194 perguruan tinggi terakreditasi unggul. Nasir melanjutkan, pemerintah juga akan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, program, dan insentif untuk melakukan penelitian inovatif.
Dengan begitu, pada 2019 bisa dihasilkan penelitian inovatif dengan technology readiness level 6 sebanyak lebih dari 1.000 prototipe dan technology readinesslevel 7 sebanyak 15 unit. Pemenuhan tenaga terampil juga akan ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan serta pemberian insentif secara progresif pada publikasi internasional sehingga pada akhir 2019 bisa dihasilkan 12.000 publikasi internasional.
Neneng zubaidah
Aliran barang, tenaga, kerja terampil, dan investasi antarnegara ASEAN menjadi lebih bebas. Di sisi lain, tuntutan masyarakat terhadap perguruan tinggi meningkat. Kementerian pun tidak tinggal diam, karena untuk mendukung daya saing bangsa, pemerintah bakal meningkatkan mutu pendidikan tinggi, riset, dan inovasi.
”Meski demikian, secara nasional masih banyak yang harus diperjuangkan untuk mencapai sasaran mutu pendidikan tinggi. Jumlah perguruan tinggi yang masuk 500 perguruan tinggi terbaik dunia, peningkatan jumlah publikasi yang masuk indeks bereputasi, dan jumlah perguruan tinggi yang terakreditasi unggul. Ada juga jumlah program studi yang terakreditasi unggul, serta jumlah program studi yang terakreditasi internasional adalah di antara sasaran mutu pendidikan tinggi yang masih jauh dari harapan,” ungkapnya.
Nasir menjelaskan, saat MEA berlaku profesi insinyur, arsitek, dokter, dokter gigi, perawat, akuntan, dan praktisi pariwisata wajib memiliki sertifikat yang menandakan mereka punya kompetensi yang sudah dipersyaratkan. Kemenristek Dikti pun telah menyiapkan peraturan perundangan, meski baru sebatas undang-undang mengenai insinyur, dokter, dan perawat sebagai bekal bagi pekerja Indonesia untuk mampu bersaing di pasar bebas.
Demi mempersiapkan perguruan tinggi, Kemenristek Dikti telah merancang program-program kerja di bidang pengembangan pendidikan tinggi yang bakal dilaksanakan selama periode 2014- 2019. Nasir menyebut, ada delapan program yang menjadi fokus Kemenristek Dikti, yaitu meningkatkan mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing perguruan tinggi.
Lainnya, meningkatkan publikasi internasional untuk karya dosen perguruan tinggi di Indonesia serta meningkatkan pembinaan perguruan tinggi. Program kerja di bidang pendidikan tinggi yang akan direalisasikan oleh Kemenristek Dikti selanjutnya adalah membuka akses pendidikan tinggi seluas- luasnya, pengembangan soft skill di kalangan mahasiswa dan penerapan standar nasional perguruan tinggi. Kementeriannya juga akan terus melanjutkan peningkatan mutu dosen melalui beasiswa dan bantuan bagi dosen di perguruan tinggi swasta.
”Sudah banyak yang dilakukan pemerintah dan perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Misalnya pemberian bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang setiap tahun meningkat dan pembentukan perguruan tinggi berbadan hukum adalah di antara usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi,” kata Nasir di kantornya.
Di sisi lain, perguruan tinggi juga sudah melakukan usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan tinggi. Ada pembangunan laboratorium, peningkatan kualifikasi dosen dan tenaga kependidikan, implementasi sistem penjaminan mutu internal, penerapan remunerasi berbasis kinerja, peningkatan penelitian, publikasi internasional, dan hak kekayaan intelektual (HKI).
Nasir menjelaskan, masyarakat memang berharap perguruan tinggi mampu mendukung daya saing bangsa melalui penelitian yang inovatif yang dapat memberikan dampak ekonomi langsung pada masyarakat. Karena keterbatasan anggaran, selama ini penelitian perguruan tinggi berhenti sampai pada pembuatan prototipe skala laboratorium, publikasi internasional, dan perolehan HKI.
”Dengan meningkatnya anggaran penelitian lewat BOPTN, di mana pada 2015 anggaran BOPTN mencapai Rp4,55 triliun, penelitian di perguruan tinggi bisa dilanjutkan sampai pada komersialisasi hasil penelitian. Dengan bergabungnya sektor Ristek dengan Pendidikan Tinggi dalam Kemenristek Dikti, maka sinergi program, sumber daya, pengalaman, dan jaringan Ristek- Dikti bisa dilakukan dan hilirisasi hasil penelitian di perguruan tinggi menjadi semakin mungkin dilakukan,” paparnya.
Nasir menjelaskan, ada dua cara pendidikan tinggi yang bisa memberikan dukungan terhadap daya saing bangsa dalam menghadapi MEA. Pertama, dengan menghasilkan tenaga terampil yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Kedua, menghasilkan inovasi yang dapat memberikan manfaat ekonomis secara langsung bagi masyarakat.
Untuk bisa menghasilkan tenaga terampil dan inovasi, beberapa hal harus dilakukan oleh perguruan tinggi, yaitu pengembangan dan implementasi secara progresif Sistem Penjaminan Mutu Internal sesuai dengan SNPT sehingga pada 2019 bisa dicapai 15.000 program studi terakreditasi unggul serta 194 perguruan tinggi terakreditasi unggul. Nasir melanjutkan, pemerintah juga akan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, program, dan insentif untuk melakukan penelitian inovatif.
Dengan begitu, pada 2019 bisa dihasilkan penelitian inovatif dengan technology readiness level 6 sebanyak lebih dari 1.000 prototipe dan technology readinesslevel 7 sebanyak 15 unit. Pemenuhan tenaga terampil juga akan ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan serta pemberian insentif secara progresif pada publikasi internasional sehingga pada akhir 2019 bisa dihasilkan 12.000 publikasi internasional.
Neneng zubaidah
(ars)