DPR Beri Tenggat KPU Cabut SE Petahana
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR memberikan tenggat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera mencabut Surat Edaran (SE) KPU Nomor 302/KPU/VI/2015 selama satu pekan setelah memberikan rekomendasi pada rapat dengar pendapat (RDP) Jumat lalu (26/6).
Pasalnya, surat tersebut telah menyebabkan kegaduhan. ”Rekomendasi KPU mencabut SE dan merevisi PKPU (peraturan KPU). KPU minta rapatkan di internal, tapi yang kami tangkap KPU setuju bahwa perlu untuk merevisi. Revisi UU (UU No 8/2015 tentang PIlkada) kan lama, paling tidak KPU mencabut SE,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Riza menjelaskan, pada rapat kemarin telah diketahui bahwa baik anggota fraksi di Komisi II DPR maupun KPU dan Bawaslu sepakat untuk tidak memperkenankan adanya politik dinasti yang selama ini tidak baik bagi pembangunan daerah. Karena politik dinasti lebih mementingkan urusan keluarga ketimbang daerah. ”Tidak ada kemajuan signifikan. Oleh karena itu, dituangkan agar tidak ada konflik dengan petahana,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Menurut Riza, definisi petahana sebagai pejabat yang sedang menjabat menimbulkan banyak kepala daerah mundur dengan pandangan kalau mundur tidak lagi jadi petahana sehingga dapat mencalonkan keluarganya. ”Terjadi perdebatan meskipun ditegaskan bahwa kepala daerah yang mengundurkan diri harus dengan SK (Surat Keputusan) Mendagri (baru) bisa mencalonkan,” urainya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam waktu dekat, Komisi II DPR akan kembali mengundang KPU , Bawaslu, dan Kemendagri. Khusus KPU untuk mempertanyakan kembali tindak lanjut atasrekomendasiKomisiIIDPR. Sementara itu, Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, KPU memahami rekomendasi tersebut. Tapi, problemnya, ada ketidaksempurnaan dalam formulasi norma.
Pasal di PKPU menegaskan bahwa calon kepala daerah tidak punya konflik dengan petahana, yakni tidak punya ikatan perkawinan dan darah, kecuali telah ada jeda satu kali masa jabatan. ”Dalam menyusun PKPU merenungkan dan memahami apa maksud tujuan, memahami bahwa semangatnya adalah eliminasi politik dinasti,” jelas Ida.
Mendagri Tjahjo Kumolo menolak secara tegas pengunduran diri kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir tanpa adanya alasan yang jelas. Pengunduran diri itu juga harus disertai persetujuan dari DPRD.
Terlebih, pengunduran diri tersebut bertujuan untuk melanggengkan dinasti politik. ”Harus ada persetujuan DPRD menyangkut sumpah jabatan dan semuanya dengan adanya surat DPRD,” kata Tjahjo.
Kiswondari
Pasalnya, surat tersebut telah menyebabkan kegaduhan. ”Rekomendasi KPU mencabut SE dan merevisi PKPU (peraturan KPU). KPU minta rapatkan di internal, tapi yang kami tangkap KPU setuju bahwa perlu untuk merevisi. Revisi UU (UU No 8/2015 tentang PIlkada) kan lama, paling tidak KPU mencabut SE,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Riza menjelaskan, pada rapat kemarin telah diketahui bahwa baik anggota fraksi di Komisi II DPR maupun KPU dan Bawaslu sepakat untuk tidak memperkenankan adanya politik dinasti yang selama ini tidak baik bagi pembangunan daerah. Karena politik dinasti lebih mementingkan urusan keluarga ketimbang daerah. ”Tidak ada kemajuan signifikan. Oleh karena itu, dituangkan agar tidak ada konflik dengan petahana,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Menurut Riza, definisi petahana sebagai pejabat yang sedang menjabat menimbulkan banyak kepala daerah mundur dengan pandangan kalau mundur tidak lagi jadi petahana sehingga dapat mencalonkan keluarganya. ”Terjadi perdebatan meskipun ditegaskan bahwa kepala daerah yang mengundurkan diri harus dengan SK (Surat Keputusan) Mendagri (baru) bisa mencalonkan,” urainya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam waktu dekat, Komisi II DPR akan kembali mengundang KPU , Bawaslu, dan Kemendagri. Khusus KPU untuk mempertanyakan kembali tindak lanjut atasrekomendasiKomisiIIDPR. Sementara itu, Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, KPU memahami rekomendasi tersebut. Tapi, problemnya, ada ketidaksempurnaan dalam formulasi norma.
Pasal di PKPU menegaskan bahwa calon kepala daerah tidak punya konflik dengan petahana, yakni tidak punya ikatan perkawinan dan darah, kecuali telah ada jeda satu kali masa jabatan. ”Dalam menyusun PKPU merenungkan dan memahami apa maksud tujuan, memahami bahwa semangatnya adalah eliminasi politik dinasti,” jelas Ida.
Mendagri Tjahjo Kumolo menolak secara tegas pengunduran diri kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir tanpa adanya alasan yang jelas. Pengunduran diri itu juga harus disertai persetujuan dari DPRD.
Terlebih, pengunduran diri tersebut bertujuan untuk melanggengkan dinasti politik. ”Harus ada persetujuan DPRD menyangkut sumpah jabatan dan semuanya dengan adanya surat DPRD,” kata Tjahjo.
Kiswondari
(ftr)