Jadi Korban ISIS, Risiko Pribadi WNI
A
A
A
JAKARTA - Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang identitasnya tidak jelas telah dibunuh kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pemenggalan itu dilakukan karena WNI tersebut menularkan virus HIV di kalangan pengikut ISIS.
Staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan H Purwanto menilai kasus pemenggalan itu merupakan risiko pribadi karena korban berada di medan perang di negara lain dan korban telah menjadi pengikut ISIS. ”Kalau sudah di medan perang menjadi tanggung jawab pribadi. Kenapa mereka mau masuk medan pertempuran, apalagi bukan perang di negara kita.
Dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan disebutkan ada kewajiban WNI yang harus dijunjung tinggi, terutama larangan bergabung dengan milisi negara luar,” papar Wawan di Jakarta kemarin. Wawan menilai apa yang terjadi dengan ISIS itu sebenarnya bukan konflik agama, tetapi karena campur aduk politik.
Hal itulah yang membuat timbulnya pemahaman berbeda mengenai perang di bulan Ramadan. ”Dengan teori kebiadaban itu, tindakan kekerasan itu menurut mereka sebagai kebenaran selama ditujukan kepada lawan. Dan itu tidak memandang bulan apa. Bahkan ada di sejumlah negara, terjadi perang di bulan Ramadan.
Sepertinya perlu ada kesepakatan ulama untuk mendefinisikan pemahaman agar Ramadan itu damai dan tentunya tentang pemahaman jihad yang benar,” tutur Wawan. Untuk itulah Wawan menyarankan agar para WNI yang tergiur bujuk rayu ISIS pergi ke Suriah agar menimbang kembali langkah tersebut.
Mereka harus benar-benar menggunakan akal sehat dan menilai dirinya apakah sudah selayaknya berada di tempat antah berantah tersebut. ”Buat apa kita mencari masalah. Di sana kondisinya sangat berbeda dengan Indonesia dan medan serta cuacanya sangat berat. Kita harus punya ilmu mumpuni bila nekat bergabung dengan ISIS.
Kalau tidak, saya yakin kita (WNI) hanya akan jadi korban saja,” imbuh Wawan. Sementara itu, pengamat terorisme Universitas Indonesia (UI) Sholahuddin mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 300-an lebih WNI yang sudah berangkat ke Suriah untuk bergabung ISIS ataupun kelompok Jabhah Nusrah.
Menurutnya, daya tarik Suriah bagi para WNI itu dipicu oleh hadis-hadis nubuah akhir zaman. Hadis-hadis tersebut banyak menyebutkan bahwa Suriah akan menjadi medan pertempuran terakhir umat manusia. ”Di sanalah akan terjadi peperangan antara Imam Mahdi dengan Dajjal.
Mereka sangat meyakini itu. Ditambah dalam salah satu hadis dikatakan orang-orang yang akan membantu Imam Mahdi membawa panji-panji hitam, sedangkan salah satu simbol ISIS adalah panji hitam. Atas dasar itulah mereka menganggap ISIS sebagai representasi pasukan Imam Mahdi.
Propaganda inilah yang berhasil menarik ratusan WNI itu ke Suriah,” tegasnya. Sementara itu Kementerian Luar Negeri (Kemlu) belum bisa mengonfirmasi kebenaran kabar adanya WNI dipenggal oleh militan ISIS. ”Ada berita bahwa satu WNI kita ditangkap di Iran, ISIS. Kita verifikasi ternyata tidak ada,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Istana Merdeka.
Alfian faisal/rarasati s
Staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan H Purwanto menilai kasus pemenggalan itu merupakan risiko pribadi karena korban berada di medan perang di negara lain dan korban telah menjadi pengikut ISIS. ”Kalau sudah di medan perang menjadi tanggung jawab pribadi. Kenapa mereka mau masuk medan pertempuran, apalagi bukan perang di negara kita.
Dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan disebutkan ada kewajiban WNI yang harus dijunjung tinggi, terutama larangan bergabung dengan milisi negara luar,” papar Wawan di Jakarta kemarin. Wawan menilai apa yang terjadi dengan ISIS itu sebenarnya bukan konflik agama, tetapi karena campur aduk politik.
Hal itulah yang membuat timbulnya pemahaman berbeda mengenai perang di bulan Ramadan. ”Dengan teori kebiadaban itu, tindakan kekerasan itu menurut mereka sebagai kebenaran selama ditujukan kepada lawan. Dan itu tidak memandang bulan apa. Bahkan ada di sejumlah negara, terjadi perang di bulan Ramadan.
Sepertinya perlu ada kesepakatan ulama untuk mendefinisikan pemahaman agar Ramadan itu damai dan tentunya tentang pemahaman jihad yang benar,” tutur Wawan. Untuk itulah Wawan menyarankan agar para WNI yang tergiur bujuk rayu ISIS pergi ke Suriah agar menimbang kembali langkah tersebut.
Mereka harus benar-benar menggunakan akal sehat dan menilai dirinya apakah sudah selayaknya berada di tempat antah berantah tersebut. ”Buat apa kita mencari masalah. Di sana kondisinya sangat berbeda dengan Indonesia dan medan serta cuacanya sangat berat. Kita harus punya ilmu mumpuni bila nekat bergabung dengan ISIS.
Kalau tidak, saya yakin kita (WNI) hanya akan jadi korban saja,” imbuh Wawan. Sementara itu, pengamat terorisme Universitas Indonesia (UI) Sholahuddin mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 300-an lebih WNI yang sudah berangkat ke Suriah untuk bergabung ISIS ataupun kelompok Jabhah Nusrah.
Menurutnya, daya tarik Suriah bagi para WNI itu dipicu oleh hadis-hadis nubuah akhir zaman. Hadis-hadis tersebut banyak menyebutkan bahwa Suriah akan menjadi medan pertempuran terakhir umat manusia. ”Di sanalah akan terjadi peperangan antara Imam Mahdi dengan Dajjal.
Mereka sangat meyakini itu. Ditambah dalam salah satu hadis dikatakan orang-orang yang akan membantu Imam Mahdi membawa panji-panji hitam, sedangkan salah satu simbol ISIS adalah panji hitam. Atas dasar itulah mereka menganggap ISIS sebagai representasi pasukan Imam Mahdi.
Propaganda inilah yang berhasil menarik ratusan WNI itu ke Suriah,” tegasnya. Sementara itu Kementerian Luar Negeri (Kemlu) belum bisa mengonfirmasi kebenaran kabar adanya WNI dipenggal oleh militan ISIS. ”Ada berita bahwa satu WNI kita ditangkap di Iran, ISIS. Kita verifikasi ternyata tidak ada,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Istana Merdeka.
Alfian faisal/rarasati s
(bbg)