Menyiasati Mahalnya Biaya Pendidikan

Senin, 22 Juni 2015 - 10:47 WIB
Menyiasati Mahalnya...
Menyiasati Mahalnya Biaya Pendidikan
A A A
Biaya pendidikan dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan, bahkan sudah tergolong sangat mahal, khususnya bagi mereka yang ingin masuk perguruan tinggi favorit. Setiap keluarga perlu menyiasati fenomena ini agar anak mereka bisa terus kuliah. Tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan bisa menjadi salah satu jalan keluar.

Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro mengatakan, kebutuhan biaya pendidikan sebagian besar keluarga di Indonesia masih mengandalkan dana tunai.

Artinya, biaya pendidikan belum direncanakan secara matang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. ”Keluarga di Indonesia masih sedikit memanfaatkan lembaga keuangan untuk mengelola dana pendidikan anak-anaknya,” ujar Legowo. Menurut Legowo, kalaupun mereka merencanakan biaya pendidikan anaknya, kebanyakan dana pendidikan tersebut mereka simpan di tabungan.

Padahal, pertumbuhan nilai uang di tabungan relatif lebih kecil dibanding inflasi maupun tingkat biaya pendidikan yang terus mengalami kenaikan. Agar keluarga tidak terjebak dengan tingginya biaya pendidikan, lanjut Legowo, mereka harus menyiapkan diri sedini mungkin. Mulai dari berhemat atas penghasilan yang dimiliki dan mengelola uangnya pada lembaga keuangan yang menjanjikan imbal hasil yang menarik.

Lebih jauh Legowo mengungkapkan, tingkat imbal hasil yang ditempatkan di tabungan dibandingkan di lembaga keuangan aset manajemen atau asuransi lebih kecil. Tingkat bunga yang ditawarkan tabungan maksimal sekitar 4,5%. Sedangkan inflasi di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan angka tersebut. Sementara, di asuransi pendidikan pertumbuhan nilai uang itu bisa mengimbangi tingkat inflasi.

Menyoal kesiapan pendanaan untuk pendidikan, ada banyak produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan untuk mempersiapkan agar si anak dapat memasuki sekolah di setiap jenjangnya tanpa terkendala dana dari orang tua mereka. Di antaranya, tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan. Kedua jenis produk ini memiliki risiko dan keuntungan yang berbeda.

Asuransi pendidikan merupakan kontrak antara perusahaan asuransi dengan nasabah yang merupakan orang tua anak. Nasabah setuju untuk membayar sejumlah premi asuransi secara berkala kepada pihak perusahaan asuransi. Nantinya, nasabah akan mendapatkan jumlah dana pendidikan tertentu dari perusahaan asuransi ketika anak memasuki usia sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Sementara, tabungan pendidikan adalah kontrak antara bank dengan nasabah sebagai orang tua yang setuju bank mendebet sejumlah dana secara rutin dari rekening untuk disetorkan ke dalam rekening tabungan pendidikan anak. Dana hasil dari investasi setoran rutin tabungan tersebut baru dapat diambil saat anak memasuki usia sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Tabungan pendidikan kadang juga ditambahkan manfaat proteksi yang berupa asuransi jiwa untuk mengantisipasi risiko terhentinya setoran rutin tabungan akibat kematian. CEO & President Director Cigna Indonesia Tim Shields mengatakan, perencanaan finansial yang matang akan memberikan kepastian dana yang dibutuhkan oleh anak untuk mengejar pendidikan lanjutan.

”Sebaiknya, orang tua melakukan survei untuk mempertimbangkan berapa kebutuhan dana yang diperlukan untuk setiap jenjang pendidikan. Ditambah lagi dengan menghitung peningkatan biaya hidup setiap tahunnya, sehingga dana yang dipersiapkan akan mencukupi kebutuhan,” ungkapnya.

Tim menambahkan, Cigna secara rutin melakukan penelitian terhadap kebutuhan nasabah. Dari riset tersebut, terlihat sebagian besar konsumen Indonesia kurang memahami berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk dana pendidikan anak mereka. ”Bahkan, mereka juga mengalami kesulitan dalam memilih sekolah yang tepat dengan biaya yang terjangkau bagi anak yang mereka kasihi,” jelas Tim.

Padahal, sebagian besar orang Indonesia bersedia membayar premi untuk memungkinkan anak mereka untuk memiliki kualitas pendidikan yang baik. Praktisi Pendidikan Itje Chodidjah menuturkan, sebagian masyarakat kelas menengah telah berupaya memikirkan pendidikan anak-anak mereka dengan cara membuat tabungan pendidikan atau asuransi pendidikan. Namun, jumlah keluarga yang memikirkan hal ini masih sangat minim. ”Jumlahnya masih sangat minim. Tidak sedikit keluarga terjebak dengan memikirkan biaya hidupnya. Alih-alih untuk pendidikan,” ungkap Itje.

Zulhelmi, 40, salah seorang orang tua yang kini anaknya memasuki pendidikan tingkat SMA, mengaku pusing dengan biaya pendidikan anaknya yang harus disiapkan. Pasalnya, tahun lalu anak sulungnya baru saja masuk perguruan tinggi.

Biaya masuk pendidikan tersebut diambilkan dari pinjaman dan sisa penghasilan suami. Utang atas pinjaman belum selesai. ”Rasanya pusing, tahun lalu belum reda kini kembali harus berpikir mencari biaya pendidikan untuk adiknya,” akunya.

Ilham safutra/ Robi ardianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0867 seconds (0.1#10.140)