Merah Putih La Traviata
A
A
A
La Traviata – tarian dari Negeri Pizadimainkan dengan lembut dan ditaburi warna-warni, representasi hasrat atau harapan sekaligus amuk yang kuat. Al hasil, gerakan meliuk dari penari balet asal Italia Artemis Danza sungguh memukau pada pementasan Minggu (14/6), di Ciputra Artpreneur, Jakarta.
Bagaimana tidak, di balik tarian nan eksotis itu, tersimpan kisah pilu dari cinta seorang pelacur jelata, Violetta. Meski cinta Violetta dengan seorang bangsawan bernama Alfredo berbalas, namun tak begitu dengan takdir dan restu. Konflik klasik dalam percintaan ini kemudian secara apik direpresentasikan dalam paduan tarian kontemporer dan balet klasik.
Kombinasi antara tarian kontemporer dengan gerakan tari balet klasik seolah mengajak penonton larut dalam kesedihan milik Violetta. Seorang pelacur yang seolah tak bertakdir cinta. Kisah itu makin kuat digambarkan dengan tarian dari penari-penari berbaju putih, meliuk-liuk dengan rona wajah pilu. Kaki mereka seolah menyentak, tapi di saat bersamaan kemudian layu.
Seolah takdir cinta Violetta diseret ke dalam panggung Ciputra Artpreneur. Penonton pun riuh, larut dalam kesedihan dan hiburan. Kemudian, muncul penaripenari berbaju merah. Gerakangerakannya lebih menyentak bergejolak dengan amarah dan kemudian mengelilingi penaripenari berbaju putih. Penaripenari berbaju merah terus mengelilingi penari-penari berbaju putih dengan piawai, kemudian pergi secara perlahan meninggalkan penari berbaju putih.
Paduan tari kontemporer dengan tarian balet klasik sangat terasa pada adegan yang ini. Lalu untuk penutup, muncul penari berbaju hitam, sebuah representasi dari Alfredo. Penari berbaju hitam ini kemudian mengelilingi penaripenari berbaju putih, namun kemudian ditinggalkan. Penari berbaju hitam pun akhirnya menutup tari kisahnya dengan gemulai dan piawai.
Dalam balutan warna kostum yang dikenakan oleh para penari, pendiri Artemis Danza Monica Casadei menyampaikan, balutan warna kostum sengaja dikombinasikan agar terkesan tarian dapat terlihat anggun dan cantik, sebagai upaya penonjolan identitas tari balet. Di samping itu, perpaduan warna-warni kostum penari merupakan salah satu upaya menggambarkan amarah yang bergejolak dalam menyesuaikan alur cerita La Traviata.
Merah sebagai hasrat dan hati yang meronta, putih adalah hasrat untuk menikah dan pengharapan, serta hitam adalah representasi sifat maskulin. ”Untuk memadukan cerita La Traviata dalam tari, kombinasi warna menjadi penting. Merah adalah bentuk amarah, putih adalah sebuah harapan, dan hitam adalah sebuah representasi sifat maskulin,” ujarnya. Secara keseluruhan, dapat ditangkap bahwa tarian yang ditampilkan mengambil sudut pandang Violetta.
Kesedihan dan amarah yang coba ditampilkan dari setiap gerakan adalah bentuk amarah dan kesedihan Violetta. Namun secara tidak langsung juga terdapat aroma perjuangan seorang Alfredo. Gerakan feminis bercampur dengan kreativitas maskulin. Dalam tarian tersebut, Artemis Danza bukan saja melibatkan penari-penari asal Italia. Beberapa penari balet asal Indonesia pun turut dilibatkan. Hal tersebut memang tengah diupayakan sebagai bentuk upaya pertukaran budaya Italia dan Indonesia.
Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata menilai, pertukaran budaya yang diupayakan oleh pemerintah Italia dan Indonesia melalui seni merupakan hal yang baik dan patut didukung. Pertukaran budaya melalui jalur kesenian merupakan hal yang positif untuk perkembangan dan kemajuan dunia seni baik tari ataupun teater kedua negara.
”Dari pertukaran budaya seperti ini, kita bisa mengambil sisi positifnya untuk pembelajaran dan kemajuan seni tari dan teater antara kedua negara,” ujarnya. Dalam pertunjukan tari berdurasi 75 menit ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan istrinya, Veronica Tan, turut memberikan apresiasi. Menurut Basuki, menyaksikan pagelaran La Traviata dalam bentuk paduan tari kontemporer dan balet klasik merupakan suguhan yang cerdas dan berkelas internasional.
Ia juga menilai, dengan adanya pertukaran dan kerja sama di bidang budaya, cita-cita Indonesia dalam bidang seni dan budaya dapat mendunia. Hal itu tentu saja harus diimbangi dengan usaha yang keras dan keterbukaan dalam menerima dan memperkenalkan budaya. ”Pertukaran budaya dapat mendukung kesenian dan kebudayaan Indonesia,” ujarnya.
Memang dalam kunjungan kali ini, pertunjukan Artemis Danza ke Jakarta diorganisir oleh Kedutaan Besar Italia di Jakarta dan Institut Kebudayaan Italia, sebagai upaya peringatan 65 tahun hubungan bilateral Italia-Indonesia. Konsep membawakan tari dari kisah La Traviata merupakan babak pertama dari sebuah proyek yang didedikasikan kepada maestro opera Italia Giuseppe Verdi.
Proyek tersebut sebagai bentuk promosi terhadap budaya opera Italia melalui paduan tari dan drama, yang merupakan elemen yang selalu hadir dalam inspirasi artistik karya Monica Casadei. Sementara, kisah La Traviata sendiri merupakan sebuah opera legendaris dari tahun 1852.
Imas damayanti
Bagaimana tidak, di balik tarian nan eksotis itu, tersimpan kisah pilu dari cinta seorang pelacur jelata, Violetta. Meski cinta Violetta dengan seorang bangsawan bernama Alfredo berbalas, namun tak begitu dengan takdir dan restu. Konflik klasik dalam percintaan ini kemudian secara apik direpresentasikan dalam paduan tarian kontemporer dan balet klasik.
Kombinasi antara tarian kontemporer dengan gerakan tari balet klasik seolah mengajak penonton larut dalam kesedihan milik Violetta. Seorang pelacur yang seolah tak bertakdir cinta. Kisah itu makin kuat digambarkan dengan tarian dari penari-penari berbaju putih, meliuk-liuk dengan rona wajah pilu. Kaki mereka seolah menyentak, tapi di saat bersamaan kemudian layu.
Seolah takdir cinta Violetta diseret ke dalam panggung Ciputra Artpreneur. Penonton pun riuh, larut dalam kesedihan dan hiburan. Kemudian, muncul penaripenari berbaju merah. Gerakangerakannya lebih menyentak bergejolak dengan amarah dan kemudian mengelilingi penaripenari berbaju putih. Penaripenari berbaju merah terus mengelilingi penari-penari berbaju putih dengan piawai, kemudian pergi secara perlahan meninggalkan penari berbaju putih.
Paduan tari kontemporer dengan tarian balet klasik sangat terasa pada adegan yang ini. Lalu untuk penutup, muncul penari berbaju hitam, sebuah representasi dari Alfredo. Penari berbaju hitam ini kemudian mengelilingi penaripenari berbaju putih, namun kemudian ditinggalkan. Penari berbaju hitam pun akhirnya menutup tari kisahnya dengan gemulai dan piawai.
Dalam balutan warna kostum yang dikenakan oleh para penari, pendiri Artemis Danza Monica Casadei menyampaikan, balutan warna kostum sengaja dikombinasikan agar terkesan tarian dapat terlihat anggun dan cantik, sebagai upaya penonjolan identitas tari balet. Di samping itu, perpaduan warna-warni kostum penari merupakan salah satu upaya menggambarkan amarah yang bergejolak dalam menyesuaikan alur cerita La Traviata.
Merah sebagai hasrat dan hati yang meronta, putih adalah hasrat untuk menikah dan pengharapan, serta hitam adalah representasi sifat maskulin. ”Untuk memadukan cerita La Traviata dalam tari, kombinasi warna menjadi penting. Merah adalah bentuk amarah, putih adalah sebuah harapan, dan hitam adalah sebuah representasi sifat maskulin,” ujarnya. Secara keseluruhan, dapat ditangkap bahwa tarian yang ditampilkan mengambil sudut pandang Violetta.
Kesedihan dan amarah yang coba ditampilkan dari setiap gerakan adalah bentuk amarah dan kesedihan Violetta. Namun secara tidak langsung juga terdapat aroma perjuangan seorang Alfredo. Gerakan feminis bercampur dengan kreativitas maskulin. Dalam tarian tersebut, Artemis Danza bukan saja melibatkan penari-penari asal Italia. Beberapa penari balet asal Indonesia pun turut dilibatkan. Hal tersebut memang tengah diupayakan sebagai bentuk upaya pertukaran budaya Italia dan Indonesia.
Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata menilai, pertukaran budaya yang diupayakan oleh pemerintah Italia dan Indonesia melalui seni merupakan hal yang baik dan patut didukung. Pertukaran budaya melalui jalur kesenian merupakan hal yang positif untuk perkembangan dan kemajuan dunia seni baik tari ataupun teater kedua negara.
”Dari pertukaran budaya seperti ini, kita bisa mengambil sisi positifnya untuk pembelajaran dan kemajuan seni tari dan teater antara kedua negara,” ujarnya. Dalam pertunjukan tari berdurasi 75 menit ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan istrinya, Veronica Tan, turut memberikan apresiasi. Menurut Basuki, menyaksikan pagelaran La Traviata dalam bentuk paduan tari kontemporer dan balet klasik merupakan suguhan yang cerdas dan berkelas internasional.
Ia juga menilai, dengan adanya pertukaran dan kerja sama di bidang budaya, cita-cita Indonesia dalam bidang seni dan budaya dapat mendunia. Hal itu tentu saja harus diimbangi dengan usaha yang keras dan keterbukaan dalam menerima dan memperkenalkan budaya. ”Pertukaran budaya dapat mendukung kesenian dan kebudayaan Indonesia,” ujarnya.
Memang dalam kunjungan kali ini, pertunjukan Artemis Danza ke Jakarta diorganisir oleh Kedutaan Besar Italia di Jakarta dan Institut Kebudayaan Italia, sebagai upaya peringatan 65 tahun hubungan bilateral Italia-Indonesia. Konsep membawakan tari dari kisah La Traviata merupakan babak pertama dari sebuah proyek yang didedikasikan kepada maestro opera Italia Giuseppe Verdi.
Proyek tersebut sebagai bentuk promosi terhadap budaya opera Italia melalui paduan tari dan drama, yang merupakan elemen yang selalu hadir dalam inspirasi artistik karya Monica Casadei. Sementara, kisah La Traviata sendiri merupakan sebuah opera legendaris dari tahun 1852.
Imas damayanti
(bbg)