Penembakan di Gereja AS Tewaskan 9 Orang
A
A
A
CHARLESTON - Penembakan bernuansa rasis kembali mengguncang Amerika Serikat (AS). Rabu malam (17/6) waktu setempat, sebanyak 9 orang tewas ditembak di gereja Afro-Amerika di Charleston, Negara Bagian South Carolina.
Biro Penyidik Federal (FBI) kemarin mengidentifikasi pelaku penembakan adalah Dylann Roof dari Columbia, South Carolina. Beberapa jam setelah penembakan, pihak berwenang akhirnya berhasil menangkap Roof di Shelby, North Carolina. Penembakan yang dilakukan Roof tak lama setelah ayahnya memberikan senjata berkaliber 45 sebagai hadiah ulang tahun. Paman dari Roof mengenal pria yang menjadi buron FBI itu sebagai keponakannya.
”Saya melihat dari dekat foto buron tersebut. Saya terkejut, ternyata dia adalah keponakan saya,” kata Carson Cowles, 56, kepada Reuters. Roof dikenal tertutup di keluarganya. Cowles telah mengatakan kepada adiknya, ibu Roof, beberapa tahun lalu bahwa Roof memiliki kepribadian yang tertutup. ”Saya mengatakan ketika dia (Roof) berusia 19 tahun, dia tidak memiliki pekerjaan, surat izin mengemudi atau sesuatu yang lain. Dia hanya menghabiskan waktu di kamarnya,” tustur Cowles. Amelia Roof, ibu Roof, menolak berkomentar atas kejadian ini. ”Kita tidak menerima wawancara,” tutur Amelia.
Kepala Kepolisian Kota Charleston, Gregory Mullen, mengatakan 8 dari 9 korban tewas seketika saat Roof melepaskan tembakan di dalam Gereja Emanuel. Adapun seorang korban lainnya meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Di antara kesembilan korban terdapat Pendeta Clementa Pinckney yang juga menjabat sebagai senator Negara Bagian South Carolina. Dalam tweet Kepolisian Charleston disebutkan pelaku mengenakan sweater berwarna abuabu dan celana jeans.
”Saya meyakini ini adalah sebuah kejahatan yang bermotif kebencian,” kata Mullen seperti dikutip BBC. Dia mengungkapkan pelaku penembakan sangat berbahaya. Insiden bermula saat orangorang di dalam gereja tengah mengadakan pertemuan doa pada pukul 21.00 waktu setempat. Secara tiba-tiba Roof masuk dan menembaki mereka. ”Tidak habis pikir bagaimana seseorang masuk ke dalam gereja ketika orang-orang mengadakan pertemuan doa dan mencabut nyawa mereka,” ujar Mullen.
Gereja Emanuel didirikan pada abad ke-19. Gereja tersebut merupakan salah satu gereja tertua di AS. Salah seorang pendirinya ialah Denmark Vesey yang tersohor sebagai pemimpin pemberontakan budak pada 1822. Penembakan tersebut mengingatkan pengeboman gereja Afro-Amerika di Birmingham, Alabama, pada 1963. Tragedi itu menewaskan enam gadis dan menjadi tombak pergerakan hak-hak sipil pada 1960-an. Aksi penembakan bukan hal baru di AS.
Pada April lalu, seorang polisi kulit putih menembak seorang pria kulit hitam, Walter Scott, 50, yang melarikan diri di Charleston. Pada Maret lalu, polisi Atlanta, Negara Bagian Georgia, menembak mati seorang warga keturunan Afrika-Amerika yang tidak memiliki senjata dan diduga mengidap penyakit jiwa. Masih di Atlanta, seorang pria menembak mati empat orang, termasuk mantan istrinya, setelah bersitegang karena urusan keluarga pada Februari silam di Atlanta, Georgia, AS, pada Februari lalu.
Aksi penembakan yang paling menghebohkan publik AS adalah kematian Michael Brown oleh polisi kulit putih pada Agustus 2014. Selain kasus Michael Brown, publik AS juga marah dengan kematian Eric Garner, 43, warga kulit hitam yang tewas setelah dicekik polisi kulit putih pada Juli di New York.
Andika hendra m
Biro Penyidik Federal (FBI) kemarin mengidentifikasi pelaku penembakan adalah Dylann Roof dari Columbia, South Carolina. Beberapa jam setelah penembakan, pihak berwenang akhirnya berhasil menangkap Roof di Shelby, North Carolina. Penembakan yang dilakukan Roof tak lama setelah ayahnya memberikan senjata berkaliber 45 sebagai hadiah ulang tahun. Paman dari Roof mengenal pria yang menjadi buron FBI itu sebagai keponakannya.
”Saya melihat dari dekat foto buron tersebut. Saya terkejut, ternyata dia adalah keponakan saya,” kata Carson Cowles, 56, kepada Reuters. Roof dikenal tertutup di keluarganya. Cowles telah mengatakan kepada adiknya, ibu Roof, beberapa tahun lalu bahwa Roof memiliki kepribadian yang tertutup. ”Saya mengatakan ketika dia (Roof) berusia 19 tahun, dia tidak memiliki pekerjaan, surat izin mengemudi atau sesuatu yang lain. Dia hanya menghabiskan waktu di kamarnya,” tustur Cowles. Amelia Roof, ibu Roof, menolak berkomentar atas kejadian ini. ”Kita tidak menerima wawancara,” tutur Amelia.
Kepala Kepolisian Kota Charleston, Gregory Mullen, mengatakan 8 dari 9 korban tewas seketika saat Roof melepaskan tembakan di dalam Gereja Emanuel. Adapun seorang korban lainnya meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Di antara kesembilan korban terdapat Pendeta Clementa Pinckney yang juga menjabat sebagai senator Negara Bagian South Carolina. Dalam tweet Kepolisian Charleston disebutkan pelaku mengenakan sweater berwarna abuabu dan celana jeans.
”Saya meyakini ini adalah sebuah kejahatan yang bermotif kebencian,” kata Mullen seperti dikutip BBC. Dia mengungkapkan pelaku penembakan sangat berbahaya. Insiden bermula saat orangorang di dalam gereja tengah mengadakan pertemuan doa pada pukul 21.00 waktu setempat. Secara tiba-tiba Roof masuk dan menembaki mereka. ”Tidak habis pikir bagaimana seseorang masuk ke dalam gereja ketika orang-orang mengadakan pertemuan doa dan mencabut nyawa mereka,” ujar Mullen.
Gereja Emanuel didirikan pada abad ke-19. Gereja tersebut merupakan salah satu gereja tertua di AS. Salah seorang pendirinya ialah Denmark Vesey yang tersohor sebagai pemimpin pemberontakan budak pada 1822. Penembakan tersebut mengingatkan pengeboman gereja Afro-Amerika di Birmingham, Alabama, pada 1963. Tragedi itu menewaskan enam gadis dan menjadi tombak pergerakan hak-hak sipil pada 1960-an. Aksi penembakan bukan hal baru di AS.
Pada April lalu, seorang polisi kulit putih menembak seorang pria kulit hitam, Walter Scott, 50, yang melarikan diri di Charleston. Pada Maret lalu, polisi Atlanta, Negara Bagian Georgia, menembak mati seorang warga keturunan Afrika-Amerika yang tidak memiliki senjata dan diduga mengidap penyakit jiwa. Masih di Atlanta, seorang pria menembak mati empat orang, termasuk mantan istrinya, setelah bersitegang karena urusan keluarga pada Februari silam di Atlanta, Georgia, AS, pada Februari lalu.
Aksi penembakan yang paling menghebohkan publik AS adalah kematian Michael Brown oleh polisi kulit putih pada Agustus 2014. Selain kasus Michael Brown, publik AS juga marah dengan kematian Eric Garner, 43, warga kulit hitam yang tewas setelah dicekik polisi kulit putih pada Juli di New York.
Andika hendra m
(ars)