China Tuntaskan Reklamasi Laut
A
A
A
BEIJING - China tidak menghiraukan perlawanan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara di Asia Tenggara yang bersengketa dalam batas wilayah Laut China Selatan.
Sebanyak tujuh proyek reklamasi laut yang dilakukan China terus berlanjut, bahkan segera rampung dalam waktu dekat meski menuai banyak gugatan. China mengklaim memiliki hak kedaulatan yang sah untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut.
”Reklamasi daratan di beberapa pulau dan terumbu karang di Kepulauan Spratly akan selesai dalam waktu dekat sesuai dengan rencana awal,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China kemarin, dikutip Wall Street Journal . Selanjutnya China akan membangun berbagai fasilitas yang diperlukan di atas daratan baru yang direklamasi. Kemlu China menyatakan reklamasi itu memiliki fungsi global. Selain akan dijaga dan dibentengi dengan angkatan bersenjata dari pertahanan China, semua keperluan untuk membantu kepentingan publik juga akan disiapkan di sana.
”Reklamasi ini juga ditujukan memfasilitasi pencarian dan penyelamatan maritim, bantuan bencana, riset ilmuwan, dan perlindungan lingkungan,” ujar juru bicara (jubir) Kemlu China Lu Kang. ”Kami pastikan kebebasan bernavigasi dan penerbangan tidak akan terpengaruh. Kami akan berpegang pada hukum internasional,” tambahnya. Beberapa negara Asia Tenggara yang terlibat sengketa dengan China seperti Filipina dan Vietnam merasa keberatan. Mereka berharap China menghentikan proyek tersebut sampai isu sengketa batas wilayah maritim menemui titik terang.
China dan beberapa negara Asia Tenggara akhirnya terperangkap dalam perang diplomasi. Vietnam dan Filipina terlalu khawatir dengan keberadaan China di Laut China Selatan. Apalagi, China akan mendaratkan personel angkatan bersenjata. Reklamasi tersebut dinilai hanya akan menguntungkan China dari segi strategi militer. Reklamasi di Laut China Selatan juga mengundang keprihatinan serius dari AS dan Jepang.
Maklum, lebih dari setengah perdagangan dunia hilir mudik di laut yang diduga kaya akan minyak dan gas itu. Keberadaan China di Laut China Selatan berpeluang besar memperkuat posisi China untuk mengendalikan arus perdagangan. Kemlu Filipina mengatakan akan menunggu konfirmasi resmi dari China terkait rencana penyelesaian reklamasi tersebut. Sementara Vietnam akan mengirimkan menteri pertahanan ke Beijing untuk mendiskusikan berbagai isu di Laut China Selatan, termasuk laporan mengenai ada penyerangan dan perampokan terhadap nelayan Vietnam oleh oknum China.
Jubir Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Filipina Peter Paul Galvez kecewa dengan sikap China sebab bersikap sewenang-wenang. ”Kami kembali menyatakan jika aktivitas mereka di Laut China Selatan tidak dihentikan, hanya akan mengundang insiden pada masa yang akan datang,” kata Peter. Skala reklamasi yang sedang digarap China jauh lebih besar dan lebih cepat daripada reklamasi yang dilakukan Vietnam dan Filipina. Sebelum Januari 2014, China hanya mengklaim sekitar lima hektare, khusus untuk realisasi reklamasi.
Namun, dalam perkembangannya, proyek mereka melebar sampai 800 hektare atau bertambah 4.000 kali lipat. Kemarin juga merupakan hari terakhir bagi China untuk menyampaikan komentar ke Pengadilan Arbitrase Internasional yang sedang mempertimbangkan klaim teritorial Filipina di Laut China Selatan. Sidang itu akan dimulai bulan depan.
Namun, keterlibatan pengadilan membuat China geram. Mereka mengatakan tidak akan berpartisipasi karena Pengadilan Arbitrase Internasional tidak memiliki kewenangan terkait sengketa ini.
Muh shamil
Sebanyak tujuh proyek reklamasi laut yang dilakukan China terus berlanjut, bahkan segera rampung dalam waktu dekat meski menuai banyak gugatan. China mengklaim memiliki hak kedaulatan yang sah untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut.
”Reklamasi daratan di beberapa pulau dan terumbu karang di Kepulauan Spratly akan selesai dalam waktu dekat sesuai dengan rencana awal,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China kemarin, dikutip Wall Street Journal . Selanjutnya China akan membangun berbagai fasilitas yang diperlukan di atas daratan baru yang direklamasi. Kemlu China menyatakan reklamasi itu memiliki fungsi global. Selain akan dijaga dan dibentengi dengan angkatan bersenjata dari pertahanan China, semua keperluan untuk membantu kepentingan publik juga akan disiapkan di sana.
”Reklamasi ini juga ditujukan memfasilitasi pencarian dan penyelamatan maritim, bantuan bencana, riset ilmuwan, dan perlindungan lingkungan,” ujar juru bicara (jubir) Kemlu China Lu Kang. ”Kami pastikan kebebasan bernavigasi dan penerbangan tidak akan terpengaruh. Kami akan berpegang pada hukum internasional,” tambahnya. Beberapa negara Asia Tenggara yang terlibat sengketa dengan China seperti Filipina dan Vietnam merasa keberatan. Mereka berharap China menghentikan proyek tersebut sampai isu sengketa batas wilayah maritim menemui titik terang.
China dan beberapa negara Asia Tenggara akhirnya terperangkap dalam perang diplomasi. Vietnam dan Filipina terlalu khawatir dengan keberadaan China di Laut China Selatan. Apalagi, China akan mendaratkan personel angkatan bersenjata. Reklamasi tersebut dinilai hanya akan menguntungkan China dari segi strategi militer. Reklamasi di Laut China Selatan juga mengundang keprihatinan serius dari AS dan Jepang.
Maklum, lebih dari setengah perdagangan dunia hilir mudik di laut yang diduga kaya akan minyak dan gas itu. Keberadaan China di Laut China Selatan berpeluang besar memperkuat posisi China untuk mengendalikan arus perdagangan. Kemlu Filipina mengatakan akan menunggu konfirmasi resmi dari China terkait rencana penyelesaian reklamasi tersebut. Sementara Vietnam akan mengirimkan menteri pertahanan ke Beijing untuk mendiskusikan berbagai isu di Laut China Selatan, termasuk laporan mengenai ada penyerangan dan perampokan terhadap nelayan Vietnam oleh oknum China.
Jubir Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Filipina Peter Paul Galvez kecewa dengan sikap China sebab bersikap sewenang-wenang. ”Kami kembali menyatakan jika aktivitas mereka di Laut China Selatan tidak dihentikan, hanya akan mengundang insiden pada masa yang akan datang,” kata Peter. Skala reklamasi yang sedang digarap China jauh lebih besar dan lebih cepat daripada reklamasi yang dilakukan Vietnam dan Filipina. Sebelum Januari 2014, China hanya mengklaim sekitar lima hektare, khusus untuk realisasi reklamasi.
Namun, dalam perkembangannya, proyek mereka melebar sampai 800 hektare atau bertambah 4.000 kali lipat. Kemarin juga merupakan hari terakhir bagi China untuk menyampaikan komentar ke Pengadilan Arbitrase Internasional yang sedang mempertimbangkan klaim teritorial Filipina di Laut China Selatan. Sidang itu akan dimulai bulan depan.
Namun, keterlibatan pengadilan membuat China geram. Mereka mengatakan tidak akan berpartisipasi karena Pengadilan Arbitrase Internasional tidak memiliki kewenangan terkait sengketa ini.
Muh shamil
(ars)