Ingin Ikut Pilkada, Ini yang Harus Dilakukan Golkar
A
A
A
JAKARTA - Kesepakatan islah atau perdamaian terbatas antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono tidak lantas memuluskan Partai Golkar untuk bisa mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, Desember mendatang.
Partai berlambang pohon beringin itu masih dibayangi ancaman tidak bisa mengikuti pilkada jika tidak segera menyelesaikan persoalan internal.
Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya akan mengizinkan partai politik berhak mengikuti pilkada jika mengantongi Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM.
Apabila SK pengesahan sedang dalam posisi sengketa di pengadilan, KPU akan mendasarkan atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengungkapkan
ada beberapa langkah bagi Golkar agar tetap dapat mengikuti pilkada.
Dia mengatakan, langkah itu diawali dengan kembali "menghidupkan" kepengurusan Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Riau tahun 2009.
Menurut dia, langkah tersebut menindaklanjuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan Partai Golkar kubu Agung Laksono.
"Kepengurusan Golkar hasil Munas Riau dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham harus kembali didefinitifkan," tutur Asep kepada Sindonews, Selasa 16 Juni 2015.
Oleh karena itu, lanjut dia, diperlukan kesediaan Agung Laksono mengakui hasil Munas Riau meski hanya bersifat formalitas. Apalagi dalam kepengurusan hasil Munas Riau, kata dia, Agung menjabat sebagai wakil ketua umum.
Asep juga menyarankan Agung meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk mengurungkan niatnya mengajukan banding atas putusan PTUN yang telah membatalkan SK Menkumham.
"Sebaiknya Agung meminta kepada Menkumham untuk tidak banding, " tandasnya.
Apabila Menkumham tetap banding, lanjut dia, hal itu bisa menjadi sandungan bagi Partai Golkar hasil Munas Riau dalam meminta legalisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Kalau tetap banding, itu sama saja Menkumham tidak mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Riau," katanya.
Jika demikian, menurut dia, langkah Golkar untuk mendapatkan izin KPU mengikuti pilkada bisa terhambat. Pasalnya, kata Asep, KPU mendasarkan SK Menkumham dalam menentukan parpol yang berhak mengikuti pilkada. Sementara hingga kini belum ada putusan pengadilan yang inkracht.
Secara politik, kata dia, saat ini posisi kubu Agung sulit. Putusan PTUN dan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara membuat kubu Aburizal berada dalam posisi di atas angin.
Kendati demikian, menurut dia, Ical juga harus mengakomodasi kepentingan kubu Agung dalam sebuah tim yang bertugas menentukan calon kepala daerah.
"Biar bagaimanapun Agung memiliki kekuatan dan mungkin memiliki orang-orang yang layak diusung menjadi calon kepala daerah," ujarnya.
PILIHAN :
Refly: Islah Ical-Agung Harus Dilegalkan Lewat Munaslub
Ganggu Islah, Ada Oknum Inginkan Golkar Gagal Ikut Pilkada
Partai berlambang pohon beringin itu masih dibayangi ancaman tidak bisa mengikuti pilkada jika tidak segera menyelesaikan persoalan internal.
Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya akan mengizinkan partai politik berhak mengikuti pilkada jika mengantongi Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM.
Apabila SK pengesahan sedang dalam posisi sengketa di pengadilan, KPU akan mendasarkan atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengungkapkan
ada beberapa langkah bagi Golkar agar tetap dapat mengikuti pilkada.
Dia mengatakan, langkah itu diawali dengan kembali "menghidupkan" kepengurusan Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Riau tahun 2009.
Menurut dia, langkah tersebut menindaklanjuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan Partai Golkar kubu Agung Laksono.
"Kepengurusan Golkar hasil Munas Riau dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham harus kembali didefinitifkan," tutur Asep kepada Sindonews, Selasa 16 Juni 2015.
Oleh karena itu, lanjut dia, diperlukan kesediaan Agung Laksono mengakui hasil Munas Riau meski hanya bersifat formalitas. Apalagi dalam kepengurusan hasil Munas Riau, kata dia, Agung menjabat sebagai wakil ketua umum.
Asep juga menyarankan Agung meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk mengurungkan niatnya mengajukan banding atas putusan PTUN yang telah membatalkan SK Menkumham.
"Sebaiknya Agung meminta kepada Menkumham untuk tidak banding, " tandasnya.
Apabila Menkumham tetap banding, lanjut dia, hal itu bisa menjadi sandungan bagi Partai Golkar hasil Munas Riau dalam meminta legalisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Kalau tetap banding, itu sama saja Menkumham tidak mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Riau," katanya.
Jika demikian, menurut dia, langkah Golkar untuk mendapatkan izin KPU mengikuti pilkada bisa terhambat. Pasalnya, kata Asep, KPU mendasarkan SK Menkumham dalam menentukan parpol yang berhak mengikuti pilkada. Sementara hingga kini belum ada putusan pengadilan yang inkracht.
Secara politik, kata dia, saat ini posisi kubu Agung sulit. Putusan PTUN dan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara membuat kubu Aburizal berada dalam posisi di atas angin.
Kendati demikian, menurut dia, Ical juga harus mengakomodasi kepentingan kubu Agung dalam sebuah tim yang bertugas menentukan calon kepala daerah.
"Biar bagaimanapun Agung memiliki kekuatan dan mungkin memiliki orang-orang yang layak diusung menjadi calon kepala daerah," ujarnya.
PILIHAN :
Refly: Islah Ical-Agung Harus Dilegalkan Lewat Munaslub
Ganggu Islah, Ada Oknum Inginkan Golkar Gagal Ikut Pilkada
(dam)