Presiden Sudan Abaikan Perintah Pengadilan
A
A
A
JOHANNESBURG - Presiden Sudan Omar al-Bashir pergi meninggalkan Afrika Selatan (Afsel), mengabaikan perintah pengadilan agar tetap tinggal di Afsel karena putusan hakim yang menyatakan dia bersalah atas tuduhan kejahatan perang dan genosida.
Bashir melakukan perjalanan ke Johannesburg untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Afrika. Namun, kepergiannya ke Afsel dibayangi perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang memintanya untuk ditahan atas konflik Darfur. Saat pesawatnya lepas landas dari bandara militer di luar Waterkloof Pretoria, pengadilan tinggi setempat bahkan berdebat untuk memaksa pihak berwenang menangkapnya.
Sebelumnya, Minggu (14/6), Hakim Hans Fabricius memerintahkan pihak berwenang menghentikan Bashir agar tidak meninggalkan Afsel. Langkah tersebut setelah Pusat Ligitasi Afrika Selatan mendesak penyelesaian kasus tersebut. Bashir bergegas meninggalkan Afsel dan mengabaikan perintah pengadilan yang memicu kemarahan dari kelompok hak asasi manusia (HAM).
Mereka menyatakan tindakan Afsel sangat memalukan karena membebaskan pria yang terlibat pembunuhan massal di Afrika. Pada KTT Uni Afrika, Bashir masih terlihat berfoto bersama Presiden Afsel Jacob Zuma dan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe. Pejabat Sudan di Johannesburg sebelumnya menepis kasus tersebut dan mengatakan bahwa Pemerintah Afsel memberikan jaminan perjalanan Bashir selama di sana. Omar al-Bashir menjabat sebagai presiden Sudan sejak 1989. Dia kembali terpilih sebanyak tiga kali pemilihan presiden hingga sekarang.
Ketua Partai Kongres Nasional ini juga menjadi presiden berkuasa pertama yang didakwa ICC karena diduga mengarahkan kampanye pembunuhan massal, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap warga sipil di Darfur pada 2003. PBB mengatakan, akibat peristiwa ini, 300.000 orang tewas dan 2,5 juta terpaksa mengungsi.
Selama pemerintahannya, terjadi beberapa kali peperang saudara antara milisi Janjaweed dan kelompok pemberontak seperti Tentara Sudan Liberation (SLA) serta Gerakan Keadilan dan Persamaan.
Ananda nararya
Bashir melakukan perjalanan ke Johannesburg untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Afrika. Namun, kepergiannya ke Afsel dibayangi perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang memintanya untuk ditahan atas konflik Darfur. Saat pesawatnya lepas landas dari bandara militer di luar Waterkloof Pretoria, pengadilan tinggi setempat bahkan berdebat untuk memaksa pihak berwenang menangkapnya.
Sebelumnya, Minggu (14/6), Hakim Hans Fabricius memerintahkan pihak berwenang menghentikan Bashir agar tidak meninggalkan Afsel. Langkah tersebut setelah Pusat Ligitasi Afrika Selatan mendesak penyelesaian kasus tersebut. Bashir bergegas meninggalkan Afsel dan mengabaikan perintah pengadilan yang memicu kemarahan dari kelompok hak asasi manusia (HAM).
Mereka menyatakan tindakan Afsel sangat memalukan karena membebaskan pria yang terlibat pembunuhan massal di Afrika. Pada KTT Uni Afrika, Bashir masih terlihat berfoto bersama Presiden Afsel Jacob Zuma dan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe. Pejabat Sudan di Johannesburg sebelumnya menepis kasus tersebut dan mengatakan bahwa Pemerintah Afsel memberikan jaminan perjalanan Bashir selama di sana. Omar al-Bashir menjabat sebagai presiden Sudan sejak 1989. Dia kembali terpilih sebanyak tiga kali pemilihan presiden hingga sekarang.
Ketua Partai Kongres Nasional ini juga menjadi presiden berkuasa pertama yang didakwa ICC karena diduga mengarahkan kampanye pembunuhan massal, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap warga sipil di Darfur pada 2003. PBB mengatakan, akibat peristiwa ini, 300.000 orang tewas dan 2,5 juta terpaksa mengungsi.
Selama pemerintahannya, terjadi beberapa kali peperang saudara antara milisi Janjaweed dan kelompok pemberontak seperti Tentara Sudan Liberation (SLA) serta Gerakan Keadilan dan Persamaan.
Ananda nararya
(ars)