Bunga Kredit UMKM Harus Lebih Rendah

Kamis, 11 Juni 2015 - 09:22 WIB
Bunga Kredit UMKM Harus Lebih Rendah
Bunga Kredit UMKM Harus Lebih Rendah
A A A
YOGYAKARTA - Bunga pinjaman untuk UMKM seharusnya bisa lebih rendah dibandingkan pinjaman korporasi.

Dengan demikian, para pelaku usaha kecil bisa menyisihkan penghasilannya dan memiliki kesempatan lebih besar untuk terus bertumbuh. ”Kita harus punya program khusus terkait dengan masyarakat tertinggal. Seperti UMKM, berikanlah mereka kemudahan dalam hal permodalan. Bunga UMKM harus lebih rendah daripada bunga untuk korporasi, misalnya 7,5%,” kata tokoh nasional Hary Tanoesoedibjo (HT) pada Dialog Kebangsaan dengan warga Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, DIY, kemarin.

HT menjelaskan, saat ini bunga pinjaman untuk usaha kecil jauh lebih tinggi dibandingkan pinjaman untuk perusahaan besar. Seperti diketahui, perbankan memberikan bunga kredit mikro 20-40%. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan bunga yang bisa diperoleh perusahaan yang bisa didapatkan di kisaran 11-13%. Sudah bunga tinggi, akses modal pun sulit untuk didapatkan.

Berbagai persyaratan juga membuat para pelaku usaha kecil kesulitan untuk mendapatkan modal. Selain itu kata HT, para pelaku usaha juga membutuhkan pelatihan keterampilan agar mahir dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. ”Jadi, akses modal dan pelatihan- pelatihan perlu supaya mereka lebih produktif,” kata dia.

Pemaparan HT ini disampaikan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan seorang warga Desa Banjaroya, Karen, tentang sulitnya mengakses permodalan. Karen bercerita tentang berbagai produk lokal yang telah dikembangkan di desa tersebut, di antaranya singkong, jamu herbal, dan berbagai produk lainnya.

”Kami ingin mengembangkan produk dan bagaimana solusinya agar produk kami lebih berkualitas. Sebentar lagi kan ada bandara, kami bisa membuat camilan, tapi bagaimana cara penambahan modal,” katanya. Pada kesempatan yang sama, seorang warga Desa Banjaroya menceritakan potensi daerahnya yang merupakan penghasil kakao, durian, dan juga daerah wisata.

Namun, warga kesulitan dalam mengembangkan produk mereka. Untuk kakao misalnya, hanya dijual dalam bentuk mentah. HT mengatakan, agar usaha di desa tersebut bisa segera maksimal, dia menyarankan warga segera membangun koperasi. ”Kalau saya boleh usul, bagaimana kalau di desa ini dibuat koperasi, dikelola baik, secara bertanggung jawab supaya anggotanya bisa produktif,” katanya.

Dengan koperasi tersebut, juga bisa berfungsi sebagai simpan-pinjam. ”Itu namanya gotong royong,” kata HT. Bila koperasi tersebut telah didirikan, HT berjanji akan berkontribusi untuk modal awal. Itu dilakukan karena dia ingin masalah pengembangan kakao, pariwisata, dan usaha mikro di daerah itu bisa berkembang. ”Pemerintah itu sudah melarang ekspor kakao mentah, harus sudah diproses. Jadi perlu dipikirkan bagaimana agar industri cokelat itu bisa ada di sini,” kata HT.

Pada hari yang sama, HT juga menemui para mahasiswa dan blogger di Yogyakarta. Dalam pertemuan akrab tersebut, terjadi tanya-jawab berbagai hal. Dari persoalan budaya, pendidikan, olahraga, hingga apa yang kelak dilakukan HT bila menjadi pemimpin Indonesia.

Menjawab pertanyaan itu, HT mengatakan bahwa masalah pertama yang menjadi prioritasnya adalah mendorong masyarakat bawah untuk maju. Itu sangat penting agar kesenjangan sosial bisa menyempit dan perekonomian Indonesia bisa melesat dan jauh lebih kuat dari sebelumnya.

”Petani perlu dikasih lahan. Nanti mereka bisa mencicil dari hasil bertaninya, sehingga mereka bukan penggarap saja, melainkan juga pemilik lahan. Setelah itu, buka akses permodalan supaya mereka bisa beli pupuk, bibit, sehingga mereka tidak terjerat kepada tengkulak atau diijon oleh tengkulak,” katanya.

Pada hari yang sama, HT juga memimpin konsolidasi DPP, DPW dan DPD Partai Perindo se-Yogyakarta. Di depan pengurus Perindo, dia berbagi strategi untuk membuat Indonesia lebih maju.

”Kita harus tahu mau menjadikan Indonesia seperti apa. Dari situ kita buat strateginya, langkah-langkahnya. Boleh dikatakan Indonesia ini banyak unsur yang tidak pasti. Visi ekonominya tidak jelas, peraturan juga tidak pasti, implementasinya juga banyak yang tidak pasti,” tandasnya.

Fajar pratiwi/kuntadi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5238 seconds (0.1#10.140)