Kebijakan Pemerintah Harus Kredibel dan Realistis
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah, khususnya kabinet ekonomi, dinilai perlu mengeluarkan kebijakan kredibel yang realistis antara target dan realitas.
Kebijakan yang kredibel penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah mengelola ekonomi. ”Termasuk jangan mengeluarkan pernyataan yang membingungkan masyarakat. Ini kan menimbulkan distrust,” ujar Direktur Eksekutif dari Institute for Development of Economic dan Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta kemarin.
Di tengah perlambatan ekonomi nasional, faktor global seperti turunnya harga minyak, anjloknya harga komoditas, serta menguatnya dolar AS kerap dianggap sebagai pemicu utama. Namun, Enny memilikipendapat yang berbeda. Menurut Enny, kontribusi produk domestik bruto (PDB) nasional lebih didominasi faktor domestik ketimbang faktor global.
Komponen eksporimpor dinilainya tak terlalu besar karena porsi dalam PDB hanya 23,72%.”Besarkecilnya porsiekspor- impor ini memengaruhi nilai mata uang,” ucap dia. Dia pun melihat beberapa negara, seperti India, Thailand, dan Filipina relatif bisa bertahan di tengah melambatnya ekonomi global.
Ketiga negara itu menurut Enny memiliki komposisi PDB yang hampir mirip dengan Indonesia, namun memiliki kinerja ekonomi yang baik dan mampu menghadang penguatan dolar AS. ”Bahkan, India itu problemnya persis dengan Indonesia, yaitu transisi kepemimpinan. Namun, mereka berhasil meningkatkan ekspor lewat diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor,” tambah dia.
Sementara itu, pengamat pertanian Bustanul Arifin menilai turunnya harga komoditas di level global, termasuk sektor pertanian, justru tidak berdampak harga pangan di Indonesia. Menurut dia, stabilitas harga pangan penting untuk menekan inflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Bustanul menduga, hal tersebut terjadi lantaran informasi pasar yang asimetris.
Dalam hal ini, dia menyebut bahwa fenomena kartel atau spekulan di bidang pangan menjadi penyebab utamanya. ”72% pengeluaran orang miskin dihabiskan untuk pangan dan harga pangan yang melambung membuat mereka sulit membelinya,” kata dia.
Bustanul menilai tingginya harga pangan telah mendorong inflasi untuk pertama kalinya pada Mei 2015 dalam beberapa tahun terakhir. Dia pun mendorong pemerintah untuk melakukan lebih dari sekadar operasi pasar, karena persoalan pangan berhubungan dengan ekonomi makro.
”(Persoalan pangan) juga berhubungan dengan nilai tukar, jalur distribusi, transportasi, dan lain-lain. Ini lebih substansial untuk dibenahi. Negara harus menang melawan spekulan jadi kebijakan pun akan kredibel di mata masyarakat,” imbuh dia.
Kontribusi Bank
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi agar dapat tumbuh lebih baik pada semester kedua 2015. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, bank-bank di Tanah Air dapat memperbaiki pertumbuhan penyaluran kreditnya dibandingkan tahun lalu.
”Industri perbankan harus ditingkatkan lagi wujud dalam kontribusi ke perekonomian nasional. Kalau misal hanya penyaluran kredit, itu kan memang mengalami perlambatan karena kondisi perekonomian kita yang sedang ‘slow down’ (melambat),” ujar Nelson di Jakarta kemarin.
Nelson menilai perekonomian nasional yang kini masih lesu diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Karena itu, perbankan diminta untuk terus berupaya mempertahankan kinerjanya, khususnya pada penyaluran kredit. Meski pertumbuhan kredit hingga triwulan I/2015 belum menunjukkan perbaikan, lanjut Nelson, namun hingga akhir tahun kredit diperkirakan akan mampu tumbuh di kisaran 15- 16%.
Hingga April 2015, pertumbuhan kredit mencapai 10,3% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 11,1% (yoy ). Nelson meyakini, pada triwulan III dan triwulan IV mendatang, pertumbuhan kredit akan mengalami perbaikan.
”Dalam data yang saya amati menunjukkan speed pada pertumbuhan kredit itu akan mulai pada kuartal III-IV, bulan April dan Mei sudah terlihat pertumbuhannya lebih cepat dari kuartal I. Tapi memang Januari sampai April masih cukup rendah,” ujar Nelson.
Adapun Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah berupaya menjaga defisit transaksi berjalan di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, pihaknya juga akan segera mengeluarkan aturan untuk menekan utang luar negeri, khususnya sektor swasta.
Rahmat fiansyah/ant
Kebijakan yang kredibel penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah mengelola ekonomi. ”Termasuk jangan mengeluarkan pernyataan yang membingungkan masyarakat. Ini kan menimbulkan distrust,” ujar Direktur Eksekutif dari Institute for Development of Economic dan Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta kemarin.
Di tengah perlambatan ekonomi nasional, faktor global seperti turunnya harga minyak, anjloknya harga komoditas, serta menguatnya dolar AS kerap dianggap sebagai pemicu utama. Namun, Enny memilikipendapat yang berbeda. Menurut Enny, kontribusi produk domestik bruto (PDB) nasional lebih didominasi faktor domestik ketimbang faktor global.
Komponen eksporimpor dinilainya tak terlalu besar karena porsi dalam PDB hanya 23,72%.”Besarkecilnya porsiekspor- impor ini memengaruhi nilai mata uang,” ucap dia. Dia pun melihat beberapa negara, seperti India, Thailand, dan Filipina relatif bisa bertahan di tengah melambatnya ekonomi global.
Ketiga negara itu menurut Enny memiliki komposisi PDB yang hampir mirip dengan Indonesia, namun memiliki kinerja ekonomi yang baik dan mampu menghadang penguatan dolar AS. ”Bahkan, India itu problemnya persis dengan Indonesia, yaitu transisi kepemimpinan. Namun, mereka berhasil meningkatkan ekspor lewat diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor,” tambah dia.
Sementara itu, pengamat pertanian Bustanul Arifin menilai turunnya harga komoditas di level global, termasuk sektor pertanian, justru tidak berdampak harga pangan di Indonesia. Menurut dia, stabilitas harga pangan penting untuk menekan inflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Bustanul menduga, hal tersebut terjadi lantaran informasi pasar yang asimetris.
Dalam hal ini, dia menyebut bahwa fenomena kartel atau spekulan di bidang pangan menjadi penyebab utamanya. ”72% pengeluaran orang miskin dihabiskan untuk pangan dan harga pangan yang melambung membuat mereka sulit membelinya,” kata dia.
Bustanul menilai tingginya harga pangan telah mendorong inflasi untuk pertama kalinya pada Mei 2015 dalam beberapa tahun terakhir. Dia pun mendorong pemerintah untuk melakukan lebih dari sekadar operasi pasar, karena persoalan pangan berhubungan dengan ekonomi makro.
”(Persoalan pangan) juga berhubungan dengan nilai tukar, jalur distribusi, transportasi, dan lain-lain. Ini lebih substansial untuk dibenahi. Negara harus menang melawan spekulan jadi kebijakan pun akan kredibel di mata masyarakat,” imbuh dia.
Kontribusi Bank
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi agar dapat tumbuh lebih baik pada semester kedua 2015. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, bank-bank di Tanah Air dapat memperbaiki pertumbuhan penyaluran kreditnya dibandingkan tahun lalu.
”Industri perbankan harus ditingkatkan lagi wujud dalam kontribusi ke perekonomian nasional. Kalau misal hanya penyaluran kredit, itu kan memang mengalami perlambatan karena kondisi perekonomian kita yang sedang ‘slow down’ (melambat),” ujar Nelson di Jakarta kemarin.
Nelson menilai perekonomian nasional yang kini masih lesu diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Karena itu, perbankan diminta untuk terus berupaya mempertahankan kinerjanya, khususnya pada penyaluran kredit. Meski pertumbuhan kredit hingga triwulan I/2015 belum menunjukkan perbaikan, lanjut Nelson, namun hingga akhir tahun kredit diperkirakan akan mampu tumbuh di kisaran 15- 16%.
Hingga April 2015, pertumbuhan kredit mencapai 10,3% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 11,1% (yoy ). Nelson meyakini, pada triwulan III dan triwulan IV mendatang, pertumbuhan kredit akan mengalami perbaikan.
”Dalam data yang saya amati menunjukkan speed pada pertumbuhan kredit itu akan mulai pada kuartal III-IV, bulan April dan Mei sudah terlihat pertumbuhannya lebih cepat dari kuartal I. Tapi memang Januari sampai April masih cukup rendah,” ujar Nelson.
Adapun Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah berupaya menjaga defisit transaksi berjalan di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, pihaknya juga akan segera mengeluarkan aturan untuk menekan utang luar negeri, khususnya sektor swasta.
Rahmat fiansyah/ant
(ftr)