Kabinet Harus Fokus Urus Ekonomi

Rabu, 10 Juni 2015 - 08:25 WIB
Kabinet Harus Fokus Urus Ekonomi
Kabinet Harus Fokus Urus Ekonomi
A A A
JAKARTA - Berbagai kalangan mendesak Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk fokus membenahi masalah perekonomian yang kian mengkhawatirkan. Pemerintah harus menunjukkan kepada publik kerja nyata untuk memulihkan perekonomian nasional.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengingatkan, tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) harus disikapi secara hati-hati lantaran bisa membahayakan perekonomian bila sampai tak terkendali. Ini karena perekonomian masih banyak bergantung pada impor.

Di tengah kondisi seperti ini, pemerintah harus mampu menjaga stabilitas ekonomi dan menunjukkan kredibilitasnya. ”Jadi memang kalau situasi kaya begini harus menyikapinya dengan penuh kearifan, bijak, dan pintar. Jangan memperburuk situasi dengan pernyataan- pernyataan yang membingungkan masyarakat,” ujar Suryo di Jakarta kemarin.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto berharap pemerintah segera menunjukkan kepada publik langkahlangkah untuk membenahi ekonomi dalam negeri yang melambat. Menurut Eko, indikator ekonomi seperti inflasi yang meningkat, neraca transaksi berjalan yang defisit, dan menurunnya kinerja ekspor telah tecermin lewat pertumbuhan ekonomi kuartal I/2015 yang hanya 4,71%.

”Anjloknya IHSG (indeks harga saham gabungan) juga menunjukkan kinerja korporasi dalam negeri yang menurun akibat perlambatan ekonomi,” katanya. Eko mengatakan, situasi demikian membutuhkan solusi yang menyeluruh, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Dari sisi fiskal, pemerintah perlu memperlihatkan bahwa proyek-proyek infrastruktur benar-benar dibangun. ”Ini indikator pemerintah bergerak dari sisi fiskal,” paparnya.

Eko menilai perlambatan ekonomi membuat semua pelaku ekonomi mengerem aktivitasnya demi bersiap menghadapi kemungkinan terburuk berupa krisis. Namun sebaliknya, jika ekonomi kuartal II/2015 membaik maka hal itu akan mendorong optimisme semua pihak. Indikator perekonomian, baik sektor riil maupun keuangan, belum menunjukkan tanda-tanda positif.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan IHSG terus tertekan. Kemarin, meski sedikit menguat, kurs rupiah masih berada di atas Rp13.300 per dolar AS. Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 50 poin menjadi Rp13.320 per dolar AS. Adapun IHSG kemarin ditutup melemah tajam 115 poin (2,30%) ke level 4.899,88.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, pelemahan IHSG merupakan imbas dari kondisi global. Fenomena tersebut tidak hanya dialami oleh Indonesia. ”Investor tidak perlu pusing karena ini fenomena internasional, bukan hanya di Indonesia sendiri,” ujarnya.

Namun, Ito juga mengakui, terkoreksinya IHSG terimbas faktor dalam negeri, yakni pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/ 2015 yang tidak sesuai ekspektasi. Ke depan, dia tetap optimistis perekonomian akan membaik sehingga kinerja keuangan emiten meningkat. ”Pemerintah, Bank Indonesia (BI,) maupun World Bank masih optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi masih akan di atas 5%,” paparnya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mewaspadai potensi perang mata uang atau currency war sebagai dampak dari rencana penyesuaian suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS (The Fed) secara berkala. ”Saya melihat tiga tahun ke depan akan terus ada currency war , karena kalau seandainya program peningkatan bunga di AS berjalan secara berkala, pasti berdampak pada mata uang negara lain yang satu sama lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo.

Perang mata uang yang dimaksud adalah suatu kondisi di mana masing-masing negara sengaja untuk melemahkan mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Langkah ini bertujuan untuk mempermudah ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan. Agus menjelaskan, saat ini kondisi global sedang mengalami fenomena penguatan dolar AS yang menyebabkan terjadinya depresiasi nilai mata uang di berbagai negara berkembang. ”Saya melihat bahwa kita memang harus menghadapi ini dengan baik dan waspada,” katanya.

Untuk itu, dia menegaskan dalam jangka pendek dan menengah, BIberupaya untukmenjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar para pelaku pasar tidak memiliki kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Bila ada tekanan ekstrem, BI akan menjaga supaya volatilitas kurs rupiah tetap dalam batas yang dapat diterima untuk meraih kepercayaanp asar. ”Pasar harus tahu BI selalu ada untuk menjaga stabilitas (rupiah),” katanya.

Terkait pergerakan rupiah yang cenderung melemah hingga pertengahan tahun, Agus memperkirakan rupiah bisa kembali stabil setelah Juni dengan rata-rata sepanjang 2015 pada kisaran Rp13.000-13.200 per dolar AS. Menurutnya, pelemahan biasanya musiman sampai akhir Juni karena ada sentimen dan banyak permintaan terhadap dolar AS untuk keperluan pembayaran. ”Tapi nanti akan normal dan fundamental membaik, sehingga pada kuartal tiga dan empat rupiah ratarata Rp12.500,” katanya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, depresiasi mata uang yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia, sebagai akibat dari penguatan dolar AS. Itu terjadi karena dunia sedang menunggu kepastian terkait penyesuaian suku bunga The Fed. ” Itu natural sebagai respons terhadap kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga,” ujarnya.

Dari segi pemerintah, salah satu hal yang dapat diupayakan sebagai antisipasi agar rupiah tidak terlalu bergejolak adalah dengan memperkuat struktur fundamental perekonomian nasional. ”Kita jaga fundamentalnya. Kita menjaga current account deficit -nya dan defisit anggarannya. Itulah yang harus kita lakukan,” katanya.

Di bagian lain, Presiden Jokowi mengatakan, dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pemerintah lebih fokus pada produktivitas dan didukung industri yang kuat. ”Jangan sampai berbasis konsumsi, karena apa pun nilai tambah itu ada di sisi produksi dan pengembangan industri dalam negeri,” ujar Presiden.

Rahmat fiansyah/ Arsy ani s/Oktiani endarwati/Rabia edra/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5940 seconds (0.1#10.140)