DPR Minta Sidang Isbat Digelar Tertutup
A
A
A
JAKARTA - Komisi VIII DPR meminta agar pelaksanaan sidang isbat dalam menentukan awal Ramadan dilakukan secara tertutup.
Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay menilai, pelaksanaan sidang isbat seringkali menimbulkan perdebatan. Apa lagi kata dia, tak banyak masyarakat memahami arti perdebatan di dalam.
"Karena itu, biarlah persoalan sbat awal Ramadan menjadi konsumsi tokoh-tokoh agama yang memahami ilmu falaq secara baik," ujar Saleh melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Senin (8/6/2015).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan, dalam sidang isbat yang lalu terdapat kelompok masyarakat yang menyalahkan kelompok masyarakat yang lain.
Padahal, argumen penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri yang berbeda itu belum tentu mereka pahami. "Kadang ada juga ada kalimat-kalimat yang tidak bijak keluar dari peserta sidang isbat," kata Saleh.
"Akibatnya, ada kelompok lain yang berbeda pandangan merasa diadili dan dianggap salah. Padahal, pandangan mereka juga memiliki dasar dan rujukan syari yang dapat dipertanggungjawabkan," imbuhnya.
Saleh mendesak agar Pemerintah dapat menjadi fasilitator yang baik dan adil bagi seluruh umat beragama. Jika terdapat perbedaan sekalipun kata dia, Kementerian Agama tidak boleh seakan berpihak pada satu kelompok tertentu.
"Dirjen Bimas Islam sudah berjanji bahwa sidang isbat akan dilakukan tertutup. Mereka juga menjanjikan bahwa akan tetap menghormati perbedaan pandangan jika memang ada," tandasnya.
Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay menilai, pelaksanaan sidang isbat seringkali menimbulkan perdebatan. Apa lagi kata dia, tak banyak masyarakat memahami arti perdebatan di dalam.
"Karena itu, biarlah persoalan sbat awal Ramadan menjadi konsumsi tokoh-tokoh agama yang memahami ilmu falaq secara baik," ujar Saleh melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Senin (8/6/2015).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan, dalam sidang isbat yang lalu terdapat kelompok masyarakat yang menyalahkan kelompok masyarakat yang lain.
Padahal, argumen penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri yang berbeda itu belum tentu mereka pahami. "Kadang ada juga ada kalimat-kalimat yang tidak bijak keluar dari peserta sidang isbat," kata Saleh.
"Akibatnya, ada kelompok lain yang berbeda pandangan merasa diadili dan dianggap salah. Padahal, pandangan mereka juga memiliki dasar dan rujukan syari yang dapat dipertanggungjawabkan," imbuhnya.
Saleh mendesak agar Pemerintah dapat menjadi fasilitator yang baik dan adil bagi seluruh umat beragama. Jika terdapat perbedaan sekalipun kata dia, Kementerian Agama tidak boleh seakan berpihak pada satu kelompok tertentu.
"Dirjen Bimas Islam sudah berjanji bahwa sidang isbat akan dilakukan tertutup. Mereka juga menjanjikan bahwa akan tetap menghormati perbedaan pandangan jika memang ada," tandasnya.
(maf)