Menduniakan Indonesia

Minggu, 07 Juni 2015 - 10:53 WIB
Menduniakan Indonesia
Menduniakan Indonesia
A A A
Melalui seni dan daya kreativitasnya, sejumlah anak muda Tanah Air ini menjadi sosok yang cukup diperhitungkan di luar negeri. Selain sukses menggeluti kiprahnya, mereka pun berhasil mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia.

Farah Angsana, 44, adalah desainer pertama dari Indonesia yang berhasil menembus ajang peragaan busana paling bergengsi di dunia, Paris Fashion Week dan New York Fashion Week. Beragam koleksi rancangan Farah ludes diborong Harrods, toko ritel kelas atas di London. Karya-karyanya hingga kini silih berganti dipajang di toko ritel mode ternama di Amerika Serikat (AS), Neiman Marcus.

Saat ini titik distribusi koleksinya mencakup Dubai, Qatar, Beirut, Kuwait, Jeddah, Abu Dhabi, dan sekitar 20 titik di Eropa. Farah merencanakan ekspansi ke Rusia dan beberapa negara di Asia. Berbagai koleksi busananya pun sudah banyak dipakai selebritas Hollywood. Sebut saja Katherine Heigl, Eva Longoria, Paula Abdul, Blake Lively, Carrie Underwood, Emmy Rossum, Ashley Tisdale, Miley Cyrus, Olivia Wilde, Jennifer Beals, Estelle, America Ferrera, Elizabeth Banks, Natasha Bedingfield, Jenna Ushkowitz, Lisa Eldestein, Guiliana Rancic hingga Alicia Silverstone.

Ciri khas atau karakter desain Farah adalah feminin, elegan, glamor, dan seduktif. Setiap wanita yang mengenakan koleksinya akan merasa anggun. Farah sejak awal membangun karier internasionalnya di luar negeri. Dia lahir di Medan, tetapi besar di Singapura, Los Angeles, dan London. Farah mengenyam pendidikan formal tentang desain mode dan teknik haute couture di Central School of Fashion, London, dan lulus pada 1992.

Di usia 25 tahun, dia menikah dengan Pius Gasser, pria berkebangsaan Swiss. Barulah di usia 27 tahun Farah mulai berkarier sebagai desainer mode di London. Dari London, Farah pindah ke Paris. Saat itu dia harus sering pulang pergi antara Paris, Italia, dan Zurich karena telah menikah. Farah harus membagi waktu ke beberapa tempat dan untuk beberapa orang. Meski harus melakukan perjalanan bisnis ke Italia, Paris, London, New York, Los Angeles, dan India, basis Farah di Zurich, berdekatan dengan sang suami.

Saat ini dia telah menetap di New York dan Zurich karena kebanyakan pekerjaan harus Farah lakukan di New York. Kalau di London dia belajar mendesain busana, di Paris pemilik Farah Angsana LTD ini banyak mempelajari aspek seni, keindahan, dan kemewahan busana. Sementara di New York dia lebih banyak mempelajari aspek bisnisnya. Kiprahnya bukan tanpa penghalang.

Banyak tantangan yang dialaminya saat memulai berkarier sebagai desainer seperti rasisme, penolakan, dan diskriminasi seksual. Banyak yang menyepelekan kemampuannya sebagai perempuan, apalagi dari Asia. Namun hal itu tidak membuat Farah menyerah dan putus asa. Dia justru merasa tertantang untuk membuktikan kepada banyak orang. Bagi Farah, sukses datang ketika kita menolak untuk menyerah. Beberapa kali Farah menampilkan unsur Indonesia dalam koleksi.

Misalnya elemen budaya Bali, batik krancang Yogyakarta, eksplorasi bermacam suku, dan inspirasi story Indonesia Nyi Roro Kidul pada 2001 di Haute Couture Weekdi Paris. Dia juga pernah mendesain dress berbentuk kebaya. Karena kebaya sangat kental unsur tradisi dan market Farah adalah luar negeri, dia menciptakan kebaya cocktail dress.

Bentuk dress seperti ini menjadikan perempuan tampak lebih muda. Sementara itu, Irma Hardjakusumah sukses melakoni kariernya sebagai multidisciplinary designer atau desainer multidisiplin di AS. Sejumlah pergelaran kelas dunia dan brand papan atas telah menjadi klien perempuan yang kini menetap di Los Angeles (LA) ini. Di antaranya adalah Montblanc, Versace, Swarovski, dan Burberry.

Nomine Designer of The Year, Event Solutions Spotlight Award 2007 dan 2010 ini juga terlibat penuh dalam pembuatan dekorasi gala Governors Ball The Oscars dan Emmy Award.Governors Ballmerupakan acara afterparty bagi para pemenang dan nomine penghargaan bergengsi itu. Dialah yang mendesain tata ruang, tata pencahayaan hingga tata warna acara tersebut.

Multidisciplinary designer adalah desainer yang bergerak di bidang exhibition, event, furnitur, interior, dan desain ritel serta cakupannya. Latar belakang pendidikannya di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia membuat Irma terus mengeksplorasi definisi arsitektur dari berbagai disiplin. Misalnya arsitektur dengan teknologi, film, dan interior. Multidisciplinary designmerupakan area abuabu antara arsitektur, interior, dan industrial design.

Prinsip dari multidisciplinary designadalah desain yang menggunakan berbagai perspektif disiplin untuk menghasilkan ruang tetap dengan durasi waktu beragam bisa dalam hitungan jam, bulan, bahkan puluhan tahun. Pekerjaannya merangkap berbagai hal. Misalnya untuk industri award show, dia didapuk sebagai set designeruntuk Oscars dan Emmy Governors Ball. Dia juga bekerja sama dengan agensi lain ketika menangani exhibition atau event.

Sebenarnya Irma mengerjakan ruang mulai dari lantai, dinding hingga atap yang menghasilkan ruang bagi mereka yang mengunjungi set tersebut. Sebenarnya Irma tidak sengaja mendarat di LA. Dia lulus pada 1998 di masa pergolakan reformasi dan krisis ekonomi. Menunggu situasi membaik, Irma menggunakan visa turisnya ke LA selama enam bulan.

Di LA, dia memutuskan mengambil beberapa kelas malam di Art Center College of Design seperti furniture design, model and construction, exhibit design, serta advanced furniture design. Irma juga mengambil kelas di UCLA (University of California, Los Angeles) Extension Interior/Environmental Design Program.

Salah satu instruktur kelas furniture design menawari Irma bekerja di perusahaannya dan bersedia mensponsorinya. Dia pun magang di perusahaan tersebut sebagai junior designer. Kariernya pun dimulai. Bermula dari magang, dia lalu beranjak menjadi junior designer, lead designer, asisten direktur desain, hingga designer director.

Pada 2011, Irma memutuskan pensiun saat menjabat sebagai design directordi Ethos Design agar bisa lebih fokus merawat anak. Dia kemudian membuka praktik di rumah sebagai konsultan desain independen. Karena namanya sudah cukup dikenal, pada 2012 Irma langsung mendapatkan proyek Swarovski Sparkling Secrets.

Setelah itu, berbagai klien besar lainnya pun berdatangan mulai dari award show, luxury brand, perusahaan hingga museum. Dari mana inspirasi Irma ketika menangani sebuah proyek? Istri Ernol Panay ini lebih suka menyebutnya kreativitas dalam menjawab. Untuk itu hal terpenting baginya adalah curiosity supaya bisa berpikir out of the box.

Kreativitas tersebut datang berdasarkan program. Dari program tersebut dia mencari jalan membuat orang lain terkesan. Irma mulai bereksplorasi dengan mengubah dua dimensi menjadi tiga dimensi dan mengintegrasikan manusia. Mengonsepkan desain dari program dan tujuan yang ingin dicapai.

Musicpreneur

Tak mudah bagi Maylaffayza mencapai posisinya sekarang sebagai violinis terkemuka yang diakui secara global. Namun setelah lebih dari 15 tahun berkiprah di dunia musik, Fay sapaan Maylaffayza memilih untuk mulai mengarahkan dirinya juga sebagai akademisi musik.

Tujuan utamanya adalah lebih memajukan dunia showbiz Indonesia. Menurut perempuan kelahiran Jakarta, 10 Juli 1976 ini, musisi pada dasarnya adalah entrepreneur karena menciptakan lahannya sendiri, self employed. Dengan demikian, musisi harus memiliki pola pikir, ilmu, dan mentalitas entrepreneur untuk dapat menciptakan karier yang sustainable, mempunyai bargaining power, serta dapat menciptakan inovasi dan perbaikan bagi music industry serta entertainment industry di negaranya.

Artinya menjadi musicpreneur. Perempuan yang diundang secara khusus untuk menggelar pertunjukan di Kota Davos, Swiss, dalam rangkaian World Economic Forum 2013 lalu ini sudah memiliki gelar S-2 dalam wirausaha kreatif dan S-1 dalam desain industri. Tapi demi obsesinya menjadi praktisi sekaligus akademisi musik profesional, Fay kembali mengambil studi S-1 di Jurusan Classical Music Performance Universitas Pelita Harapan.

Aktivis komunitas berlari terbesar di Indonesia, Indo Runners, ini ingin melengkapi dan memperkuat “pilarnya” baik dari pendidikan bisnis maupun pendidikan musik, dari segi praktisi maupun akademisi. Pada 2013 Fay juga tampil di depan masyarakat internasional dalam ajang Miss Worlddi Bali.

Sebagai musisi nasional, perempuan yang mulai belajar biola sejak umur 9 tahun dan beberapa tahun belajar dari Idris Sardi ini ingin memasukkan unsur Indonesia tanpa terdengar menjadi lagu tradisional atau etnik. Hal itu sudah diimplementasikannya di album pertama pada 2008 lalu yang bernuansa modern, dancy, dan punya unsur musikal Western. *

Robi ardianto/ ilham safutra/ dina angelina/ hermansah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5741 seconds (0.1#10.140)