Citra Radikal Islam di Indonesia Harus Diubah
A
A
A
JAKARTA - Islam di Indonesia dianggap dekat dengan paham radikal, padahal Islam di Indonesia adalah Islam yang cinta dan damai. Citra ini harus diubah menjadi Islam di Indonesia yang sesungguhnya, yaitu inklusif, menghargai perbedaan dan rahmatan lilalamin.
Mantan Menko Kesra Alwi Shihab mengatakan, radikalisme selama ini menjadikan agama Islam sebagai kambing hitam. Maka itu dia mengingatkan semua pihak patut khawatir adanya virus kekerasan dan radikalisme yang merajalela.
"Mereka telah mencederai Islam, sehingga kita tidak boleh tinggal diam untuk menangkal gerakan mereka. Mereka ancaman nyata dan sudah menyebar ke berbagai negara di Timur Tengah," ujar Alwi, Jumat (5/6/2015).
Sementara itu Rektur Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat menilai Indonesia harusnya lebih mudah dalam mengatasi persoalan radikalisme mengatasnamakan agama Islam ketimbang negera di Timur Tengah.
Alasannya, di Timur Tengah, negara Islam terpecah menjadi 22 negara tergantung dari kesultanan dan kekhalifahnya. "Tapi di Indonesia tidak. Di sini, kesultanan dari Sabang sampai Merauke justru bersatu untuk bergabung menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ucap Komarudin.
Mantan Menko Kesra Alwi Shihab mengatakan, radikalisme selama ini menjadikan agama Islam sebagai kambing hitam. Maka itu dia mengingatkan semua pihak patut khawatir adanya virus kekerasan dan radikalisme yang merajalela.
"Mereka telah mencederai Islam, sehingga kita tidak boleh tinggal diam untuk menangkal gerakan mereka. Mereka ancaman nyata dan sudah menyebar ke berbagai negara di Timur Tengah," ujar Alwi, Jumat (5/6/2015).
Sementara itu Rektur Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Komarudin Hidayat menilai Indonesia harusnya lebih mudah dalam mengatasi persoalan radikalisme mengatasnamakan agama Islam ketimbang negera di Timur Tengah.
Alasannya, di Timur Tengah, negara Islam terpecah menjadi 22 negara tergantung dari kesultanan dan kekhalifahnya. "Tapi di Indonesia tidak. Di sini, kesultanan dari Sabang sampai Merauke justru bersatu untuk bergabung menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ucap Komarudin.
(kur)