BPK Temukan Masalah dalam Laporan Keuangan KPU
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar dengan pengeculian (WDP) terhadap laporan keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2014.
BPK menemukan adanya penyimpangan pada laporan yang disajikan oleh lembaga penyelenggara pemilu tersebut, salah satunya berkaitan dana hibah untuk kegiatan pemilihan kepala daerah (pilkada), pileg dan pilpres.
Selain itu, hibah berupa akses dari pemerintah daerah kepada KPU yang belum dilaporkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Selain itu pencatatan dan pelaporan berupa persediaaan gedung dan bangunan serta konstruksi dalam pekerjaan yang belum memadai," ujar Anggota BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan KPU Tahun 2014 di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol Jakarta, Rabu 3 Juni 2015.
Temuan lain berupa ketidakpatuhan KPU daerah atas peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara.
BPK mencatat hal itu dilakukan oleh badan penyelenggara adhoc pada Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang belum menyerahkan bukti pertanggungjawaban belanja operasional senilai Rp7,38 Miliar.
Pada KPU Provinsi Jawa Timur terdapat belanja yang belum didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp7,15 miliar, serta KPU Samarinda sebesar Rp79,98 juta.
"Ada juga terdapat kelebihan pembayaran atas pembangunan aplikasi pemilu anggota DPR dan Pilpres 2014 sebesar Rp201,39 juta. Terdapat barang milik negara yang hilang sebesar Rp192,85 juta, yang tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp124,07 juta," tutur Agung.
Agung melanjutkan, pada laporan keuangan KPU 2014, dimuat juga informasi tentang posisi keuangan lembaga tersebut per 31 Desember 2014, dengan rincian jumlah aset Rp1.100.590.000.000, kewajiban sebesar Rp7,49 miliar dan ekuitas dana sebesar Rp1,0931 T serta realisasi anggaran pendapatan sebesar Rp19,59 miliar dan belanja sebesar Rp11,058 triliun.
"Berdasarkan pemeriksaan dengan jumlah penemuan tersebut di atas, maka BPK tahun ini masih memberikan opini wajar dengan pengecualian terkait laporan keuangan KPU 2014," kata Agung.
BPK menemukan adanya penyimpangan pada laporan yang disajikan oleh lembaga penyelenggara pemilu tersebut, salah satunya berkaitan dana hibah untuk kegiatan pemilihan kepala daerah (pilkada), pileg dan pilpres.
Selain itu, hibah berupa akses dari pemerintah daerah kepada KPU yang belum dilaporkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Selain itu pencatatan dan pelaporan berupa persediaaan gedung dan bangunan serta konstruksi dalam pekerjaan yang belum memadai," ujar Anggota BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan KPU Tahun 2014 di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol Jakarta, Rabu 3 Juni 2015.
Temuan lain berupa ketidakpatuhan KPU daerah atas peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara.
BPK mencatat hal itu dilakukan oleh badan penyelenggara adhoc pada Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang belum menyerahkan bukti pertanggungjawaban belanja operasional senilai Rp7,38 Miliar.
Pada KPU Provinsi Jawa Timur terdapat belanja yang belum didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp7,15 miliar, serta KPU Samarinda sebesar Rp79,98 juta.
"Ada juga terdapat kelebihan pembayaran atas pembangunan aplikasi pemilu anggota DPR dan Pilpres 2014 sebesar Rp201,39 juta. Terdapat barang milik negara yang hilang sebesar Rp192,85 juta, yang tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp124,07 juta," tutur Agung.
Agung melanjutkan, pada laporan keuangan KPU 2014, dimuat juga informasi tentang posisi keuangan lembaga tersebut per 31 Desember 2014, dengan rincian jumlah aset Rp1.100.590.000.000, kewajiban sebesar Rp7,49 miliar dan ekuitas dana sebesar Rp1,0931 T serta realisasi anggaran pendapatan sebesar Rp19,59 miliar dan belanja sebesar Rp11,058 triliun.
"Berdasarkan pemeriksaan dengan jumlah penemuan tersebut di atas, maka BPK tahun ini masih memberikan opini wajar dengan pengecualian terkait laporan keuangan KPU 2014," kata Agung.
(dam)