Radikalisme Sudah Menjalar ke Profesional dan Artis
A
A
A
JAKARTA - Ancaman penyebaran paham radikalisme di Indonesia kian mengkhawatirkan. Selaingenerasimuda, kinipaham yang mendasari gerakan terorisme itu sudah melebar kekalangan profesional dan selebritas.
”Ini membahayakan dan bisa dibilang mengerikan. Dari datadata yangada, mereka sudah menyasar beberapa pihak yang punya banyak simpatisanatau penggemar seperti artis. Artinya, radikalisme itu mengancamseluruh lapisan masyarakat, sehingga kita tidak boleh sekadarbertahan, tetapi harus bisa melawan dan memberantasnya,” papar WakilSekjen PB Nahdlatul Ulama (NU) H Adnan Anwar di Jakarta kemarin.
Menurut Adnan, PB NU sendiri tidak pernah berhenti untuk membendungdan melawan gerakan radikalisme, tapi harus didukung pemerintah danberbagai organisasi kemasyarakatan lain. Masalah ini sangat krusialkarena dipicu kondisi bangsa Indonesia yang belum stabil.
”Mereka sekarang membidik kalangan menengah seperti pegawai negeri,aparat TNI, Polri, bahkan petugas lembaga pemasyarakat pun ada yang terbawa paham radikalisme. Ini fakta yang tidak bisa dibantah sehingga harus ada gerakan nyata untuk melawan mereka. Saya khawatir bila dibiarkan seperti ini, artinya pemerintah tidak menyiapkan instrumen hukum yang pasti, kehidupan berbangsa dan bernegara di RepublikIndonesia ini bakal terancam,” ungkap Adnan.
Adnan mengakui, mobilisasi propaganda di kalangan menengah ini sangat kuat sehingga belakangan memang agak sulit untuk membendung pergerakan mereka, termasuk melalui media sosial. ”Ada profesor, doktor, insinyur, bahkan jurnalis. Merekalah yang justru paling berbahaya. Kalau martirmartirnya mudah diatasi,” tukas Adnan.
Di sisi lain, mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustad AbdurrahmanAyub meminta pemerintah menerapkan caracara pemberantasan paham radikalisme dan terorisme seperti cara-cara yang digunakan pada zaman Orde Baru.
”Di zaman Orde Baru, pelaku terorisme, seperti saya waktu itu, tidakbisa hidup dan tidur nyenyak di Indonesia. Alhasil kami harus hijrahke negara lain, seperti Malaysia, Pakistan, dan Afganistan. Bagaimanakami tidak pergi, saat itu RT atau RW bisa menjadi intel sehinggatidak ada ruang bagi terorisme untuk menjalankan kegiatannya,” imbuh dia.
Akmal/ Sindonews
”Ini membahayakan dan bisa dibilang mengerikan. Dari datadata yangada, mereka sudah menyasar beberapa pihak yang punya banyak simpatisanatau penggemar seperti artis. Artinya, radikalisme itu mengancamseluruh lapisan masyarakat, sehingga kita tidak boleh sekadarbertahan, tetapi harus bisa melawan dan memberantasnya,” papar WakilSekjen PB Nahdlatul Ulama (NU) H Adnan Anwar di Jakarta kemarin.
Menurut Adnan, PB NU sendiri tidak pernah berhenti untuk membendungdan melawan gerakan radikalisme, tapi harus didukung pemerintah danberbagai organisasi kemasyarakatan lain. Masalah ini sangat krusialkarena dipicu kondisi bangsa Indonesia yang belum stabil.
”Mereka sekarang membidik kalangan menengah seperti pegawai negeri,aparat TNI, Polri, bahkan petugas lembaga pemasyarakat pun ada yang terbawa paham radikalisme. Ini fakta yang tidak bisa dibantah sehingga harus ada gerakan nyata untuk melawan mereka. Saya khawatir bila dibiarkan seperti ini, artinya pemerintah tidak menyiapkan instrumen hukum yang pasti, kehidupan berbangsa dan bernegara di RepublikIndonesia ini bakal terancam,” ungkap Adnan.
Adnan mengakui, mobilisasi propaganda di kalangan menengah ini sangat kuat sehingga belakangan memang agak sulit untuk membendung pergerakan mereka, termasuk melalui media sosial. ”Ada profesor, doktor, insinyur, bahkan jurnalis. Merekalah yang justru paling berbahaya. Kalau martirmartirnya mudah diatasi,” tukas Adnan.
Di sisi lain, mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustad AbdurrahmanAyub meminta pemerintah menerapkan caracara pemberantasan paham radikalisme dan terorisme seperti cara-cara yang digunakan pada zaman Orde Baru.
”Di zaman Orde Baru, pelaku terorisme, seperti saya waktu itu, tidakbisa hidup dan tidur nyenyak di Indonesia. Alhasil kami harus hijrahke negara lain, seperti Malaysia, Pakistan, dan Afganistan. Bagaimanakami tidak pergi, saat itu RT atau RW bisa menjadi intel sehinggatidak ada ruang bagi terorisme untuk menjalankan kegiatannya,” imbuh dia.
Akmal/ Sindonews
(bhr)