Rela Mundur dari Posisi Mapan demi Membangun Bisnis Skala Kecil-Menengah

Rabu, 03 Juni 2015 - 12:31 WIB
Rela Mundur dari Posisi Mapan demi Membangun Bisnis Skala Kecil-Menengah
Rela Mundur dari Posisi Mapan demi Membangun Bisnis Skala Kecil-Menengah
A A A
Salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang dalam menjalankan usaha sendiri adalah keberanian. Bryan Do, seorang pengusaha muda, mengatakan dibutuhkan keberanian untuk memulai sebuah perusahaan di Korea Selatan (Korsel).

”Ibu mertua saya memohon kepada saya agar tidak berhenti bekerja di Microsoft,” ucap Bryan seperti dilansir BBC. Seseorang yang bekerja dengan posisi jabatan cukup baik pada perusahaan multinasional di Korsel dianggap memiliki gengsi tersendiri. Sahabat Bryan mengatakan bahwa dia benar-benar keterlaluan melepaskan jabatan itu.

Bryan merupakan pria keturunan Korsel yang lahir di Amerika Serikat (AS). Setelah menamatkan kuliahnya di Universitas California, Los Angeles, dia segera pindah ke Korsel. Setelah banyak pengalaman kerja di bidang kelistrikan, termasuk juga menjalankan tugasnya sebagai praktisi hubungan masyarakat, berperan juga pada saat pendirian perusahaan teknologi dan terakhir sebagai pekerja senior di perusahaan perangkat lunak raksasa Microsoft selama beberapa tahun.

Namun setelah semua yang dijalaninya itu didukung dengan pengalaman kerjanya, dia menginginkan adanya perubahan. ”Saya ingin menunjukkan bahwa Anda dapat menjadi sukses dengan melakukan hal lainnya, bukan apa yang telah dilakukan selama hidup Anda,” ungkap Bryan. Dia juga mengakui bahwa terdapat juga faktor krisis paruh baya yang melatar belakangi keputusannya.

”Daripada membeli mobil Porsche, saya memulai sebuah perusahaan,” sambung Bryan. Dan akhirnya, Bryan membuka sebuah bar di Kota Seoul, Korsel. Selama beberapa dekade terakhir, industri bisnis di Korsel dikuasai perusahaan besar, korporasi multidivisi seperti Samsung dan Hyundai. Bryan menambahkan, para raksasa ini ingin dilibatkan dalam semua aspek ekonomi.

Meskipun ancaman persaingan sengit dari para konglomerat, dia mengatakan masih terdapat wilayah abu-abu. Bryan meyakini hal itu, tidak seperti dirinya dan para pemain kecil lainnya, perusahaan besar mempunyai kekuatan bagian pemasaran yang sangat kuat untuk meningkatkan kesadaran kerajinan membuat bir di antara para konsumen lainnya, sehingga menguntungkan semua orang yang terlibat di pasar.

Banyak pengusaha muda Korsel lainnya yang ingin keluar dari bayang-bayang konglomerat. Seperti Kim Taewook seorang pemilik usaha jasa pernikahan, iWedding, salah satu usaha penyelenggara pernikahan terbesar di Korsel. Sebelum menggeluti usaha ini, dia adalah seorang penyanyi. Karier bernyanyinya harus berhenti ketika dia mengalami masalah dengan pita suaranya yang membuatnya harus beristirahat selama dua tahun.

”Di Korea, perusahaan kecil pada akhirnya akan bergantung pada perusahaan besar. Saya tak ingin terbawa ke dalam situasi seperti itu,” ucap Kim. ”Hal tersulit bagi saya adalah ketika saya kehilangan impian sebagai musisi,” kenang Kim. ”Itu sama beratnya jika saya dijatuhi hukuman mati, ”sambung Kim. Ide memulai usaha ini muncul ketika ia mengurus proses pernikahannya sendiri, berkoordinasi dengan pihak televisi dan artis Chae Shi-ra.

Kim berharap perusahaan jasa pernikahan ini dapat berkembang dan menjadi contoh yang baik ke depannya dalam industri ini. Sejauh ini, perusahaannya telah mengatur 120.000 pernikahan dan sekarang telah membuka cabang untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

”Sebanyak 300.000 pasangan menikah setiap tahunnya di Korsel, namun di China ada 10 jutapasangan yang menikah tiap tahunnya. Ini merupakan peluang pasar yang sangat besar,” imbuh Kim. Para pebisnis pemula seyogyanya mengembangkan bisnis di luar negeri.

Arvin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5006 seconds (0.1#10.140)