Korban Jiwa Mulai Berjatuhan
A
A
A
SEOUL - Wabah Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Middle East Respiratory Syndrome/ MERS ) di Korea Selatan (Korsel) mulai memakan korban jiwa. Kemarin dua orang dari 25 pasien yang dinyatakan positif terkena MERS meninggal dunia.
Jatuhnya korban jiwa dan bertambahnya jumlah pasien membuat Korsel kian khawatir. Korsel memperketat pemeriksaan terhadap warga mereka, terutama yang baru pulang dari wilayah Timur Tengah seperti Arab Saudi. Langkah serupa juga diambil sejumlah perusahaan multinasional dan raksasa Korsel seperti Samsung dan Hyundai.
Mereka memeriksa karyawan yang mengalami gejala MERS seperti demam secara rutin. MERS tidak bisa dipandang sebelah mata. Rasio kematian akibat MERS terbilang tinggi, mencapai 60%. Pasien harus mendapatkan perawatan intensif dan diisolasi karena MERS termasuk penyakit menular, sekalipun penularannya terbilang lambat. Sejauh ini belum ditemukan vaksin yang mampu menyembuhkan pasien MERS.
Otoritas terkait Korsel mengambil langkah waspada dengan mengarantina orang yang dicurigai terkena MERS. Sebanyak 700 orang telah diisolasi atas alasan kekhawatiran kemungkinan terkena MERS. Sebagian besar dari mereka tidak melakukan kontak jarak dekat dengan pasien, namun dengan kerabat pasien.
Coronavirus, yang menjadi sumber wabah MERS, masih satu keluarga dengan Sindrom Pernapasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory Syndrome/ SARS ) yang pernah mewabah dan menewaskan ribuan orang di Asia pada 2003. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kasus MERS di dunia mencapai 1.161 kasus, 436 di antaranya gagal. Menurut WHO, virus MERS di Korsel tidak mengalami mutasi. Namun demikian, virus tersebut tetap mematikan.
Pasien MERS kedua Korsel yang melakukan kontak dengan pasien pertama (suaminya) meninggal karena gagal napas. Perempuan berusia 57 tahun itu meninggal di rumah sakit (RS) di wilayah penyangga Seoul, Gyeonggi. Sementara itu, seorang pasien MERS berusia 71 tahun yang pernah mengidap penyakit ginjal juga meninggal. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Korsel menyatakan total pasien yang positif mengidap MERS mencapai 25 orang, termasuk dua korban meninggal.
Dengan begitu, Korsel menjadi negara ketiga terbesar yang terkena wabah MERS. Penyembunyian nama RS yang merawat pasien MERS mendapat kritik keras dari masyarakat karena hal itu menimbulkan spekulasi negatif, termasuk dari otoritas negara lain yang memiliki kepentingan dengan Korsel mengenai MERS.
”Akibatnya, kami kesulitan memperoleh informasi yang tepat,” kataKo Wing-man, kepala Bidang Makanan dan Kesehatan Hong Kong, dilansir Reuters . Pada akhir bulan lalu, Hong Kong dan China geger setelah warga Korsel yang didiagnosis positif mengidap MERS masuk wilayah Hong Kong dan China.
Dia ditangkap dan dikarantina di China, sementara 18 penumpang yang duduk dekat dengan pasien di dalam pesawat dikarantina di Hong Kong. Wakil Perdana Menteri Korsel Choi Kyung-hwan mengatakan, kredibilitas pemerintah sedang dipertaruhkan setelah gagal mencegah penyebaran MERS sejak pasien pertama. ”Kami beserta pihak- pihak terkait akan bekerja sama untuk menyelesaikan keprihatinan masyarakat secepat mungkin,” kata Kyung-hwan.
Muh shamil
Jatuhnya korban jiwa dan bertambahnya jumlah pasien membuat Korsel kian khawatir. Korsel memperketat pemeriksaan terhadap warga mereka, terutama yang baru pulang dari wilayah Timur Tengah seperti Arab Saudi. Langkah serupa juga diambil sejumlah perusahaan multinasional dan raksasa Korsel seperti Samsung dan Hyundai.
Mereka memeriksa karyawan yang mengalami gejala MERS seperti demam secara rutin. MERS tidak bisa dipandang sebelah mata. Rasio kematian akibat MERS terbilang tinggi, mencapai 60%. Pasien harus mendapatkan perawatan intensif dan diisolasi karena MERS termasuk penyakit menular, sekalipun penularannya terbilang lambat. Sejauh ini belum ditemukan vaksin yang mampu menyembuhkan pasien MERS.
Otoritas terkait Korsel mengambil langkah waspada dengan mengarantina orang yang dicurigai terkena MERS. Sebanyak 700 orang telah diisolasi atas alasan kekhawatiran kemungkinan terkena MERS. Sebagian besar dari mereka tidak melakukan kontak jarak dekat dengan pasien, namun dengan kerabat pasien.
Coronavirus, yang menjadi sumber wabah MERS, masih satu keluarga dengan Sindrom Pernapasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory Syndrome/ SARS ) yang pernah mewabah dan menewaskan ribuan orang di Asia pada 2003. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kasus MERS di dunia mencapai 1.161 kasus, 436 di antaranya gagal. Menurut WHO, virus MERS di Korsel tidak mengalami mutasi. Namun demikian, virus tersebut tetap mematikan.
Pasien MERS kedua Korsel yang melakukan kontak dengan pasien pertama (suaminya) meninggal karena gagal napas. Perempuan berusia 57 tahun itu meninggal di rumah sakit (RS) di wilayah penyangga Seoul, Gyeonggi. Sementara itu, seorang pasien MERS berusia 71 tahun yang pernah mengidap penyakit ginjal juga meninggal. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Korsel menyatakan total pasien yang positif mengidap MERS mencapai 25 orang, termasuk dua korban meninggal.
Dengan begitu, Korsel menjadi negara ketiga terbesar yang terkena wabah MERS. Penyembunyian nama RS yang merawat pasien MERS mendapat kritik keras dari masyarakat karena hal itu menimbulkan spekulasi negatif, termasuk dari otoritas negara lain yang memiliki kepentingan dengan Korsel mengenai MERS.
”Akibatnya, kami kesulitan memperoleh informasi yang tepat,” kataKo Wing-man, kepala Bidang Makanan dan Kesehatan Hong Kong, dilansir Reuters . Pada akhir bulan lalu, Hong Kong dan China geger setelah warga Korsel yang didiagnosis positif mengidap MERS masuk wilayah Hong Kong dan China.
Dia ditangkap dan dikarantina di China, sementara 18 penumpang yang duduk dekat dengan pasien di dalam pesawat dikarantina di Hong Kong. Wakil Perdana Menteri Korsel Choi Kyung-hwan mengatakan, kredibilitas pemerintah sedang dipertaruhkan setelah gagal mencegah penyebaran MERS sejak pasien pertama. ”Kami beserta pihak- pihak terkait akan bekerja sama untuk menyelesaikan keprihatinan masyarakat secepat mungkin,” kata Kyung-hwan.
Muh shamil
(bbg)