Pemilihan Ketua PAN Daerah Pakai Sistem Formatur
A
A
A
JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) mengubah sistem pemilihan pimpinan partai di daerah. Pada musyawarah (muswil) di tingkat provinsi dan musyawarah daerah (musda) di kabupaten/kota tidak berlaku lagi sistem pemungutan suara one man one vote ataupun aklamasi.
Kini yang berlaku adalah sistem formatur. Penyerahan mandat oleh kader dari perorangan ke formatur ini dimaksudkan untuk meminimalisasi potensi perpecahan kader di daerah. ”Nanti anggota formatur dipilih oleh kader, kemudian formatur tersebut memilih ketua wilayah dan pengurus. Begitu juga pada musda,” kata Ketua DPP PAN Yandri Susanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Yandri menjelaskan, model ini diusulkan steering committee (SC) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PAN dan disetujui seluruh peserta rakernas. Menurut Yandri, pengalaman PAN terbelah menjadi dua kubu dalam Kongres IV lalu membuat DPP berpikir untuk mengubah sistem pemilihan di daerah.
Jika kader daerah terbelah dan terjadi kompetisi sebagaimana dalam kongres, konsolidasi internal dinilai akan ikut terganggu. ”Kita tak mau kubu-kubuan terjadi di daerah kalau kompetisi head to head diteruskan,” tegasnya. Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengakui bahwa sistem pemilihan pimpinan memang tergantung selera masingmasing partai.
Cara yang digunakan PAN ini termasuk upaya menghindari kompetisi keras antara kader dan mencegah potensi jual beli suara. Tapi, bagaimanapun, menurut dia, sistem paling demokratis adalah memberikan peluang yang sama kepada kader dalam pemilihan ketua. ”Model itu cocok untuk partai yang semikomando seperti PKS. Untuk PAN ini belum teruji dan kita akan lihat bahwa sistem untuk PAN yang cocok itu one man one vote,” kata Arya kemarin.
Arya menghormati tujuan PAN untuk menghindari potensi konflik dan gesekan-gesekan yang akan terjadi di daerah. Tapi, menurutnya, PAN selama ini dikenal sebagai partai politik (parpol) yang mampu menangani konflik dengan baik. Hal itu sudah terbukti pada Kongres IV PAN lalu. ”Lebih baik PAN mempertahankan model yang lama. Dengan partai yang terbuka, PAN lebih baik one man vote,” saran Arya.
Selain itu, menurut Arya, seharusnya sistem pemilihan baru ini dimulai dari DPP untuk kemudian diikuti daerah. Sementara PAN hanya mengubah sistem ke formatur dalam muswil dan musda saja karena di kongres lalu masih menggunakan sistem one man one vote.
”Sistem pemilihan satu orang satu suara memberikan peluang bagi siapa pun yang terpilih. Kalau memberikan hak kepada formatur, belum pasti pilihan formatur disukai kader dan belum tentu sesuai dengan keinginan kader,” tandasnya.
Kiswondari
Kini yang berlaku adalah sistem formatur. Penyerahan mandat oleh kader dari perorangan ke formatur ini dimaksudkan untuk meminimalisasi potensi perpecahan kader di daerah. ”Nanti anggota formatur dipilih oleh kader, kemudian formatur tersebut memilih ketua wilayah dan pengurus. Begitu juga pada musda,” kata Ketua DPP PAN Yandri Susanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Yandri menjelaskan, model ini diusulkan steering committee (SC) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PAN dan disetujui seluruh peserta rakernas. Menurut Yandri, pengalaman PAN terbelah menjadi dua kubu dalam Kongres IV lalu membuat DPP berpikir untuk mengubah sistem pemilihan di daerah.
Jika kader daerah terbelah dan terjadi kompetisi sebagaimana dalam kongres, konsolidasi internal dinilai akan ikut terganggu. ”Kita tak mau kubu-kubuan terjadi di daerah kalau kompetisi head to head diteruskan,” tegasnya. Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengakui bahwa sistem pemilihan pimpinan memang tergantung selera masingmasing partai.
Cara yang digunakan PAN ini termasuk upaya menghindari kompetisi keras antara kader dan mencegah potensi jual beli suara. Tapi, bagaimanapun, menurut dia, sistem paling demokratis adalah memberikan peluang yang sama kepada kader dalam pemilihan ketua. ”Model itu cocok untuk partai yang semikomando seperti PKS. Untuk PAN ini belum teruji dan kita akan lihat bahwa sistem untuk PAN yang cocok itu one man one vote,” kata Arya kemarin.
Arya menghormati tujuan PAN untuk menghindari potensi konflik dan gesekan-gesekan yang akan terjadi di daerah. Tapi, menurutnya, PAN selama ini dikenal sebagai partai politik (parpol) yang mampu menangani konflik dengan baik. Hal itu sudah terbukti pada Kongres IV PAN lalu. ”Lebih baik PAN mempertahankan model yang lama. Dengan partai yang terbuka, PAN lebih baik one man vote,” saran Arya.
Selain itu, menurut Arya, seharusnya sistem pemilihan baru ini dimulai dari DPP untuk kemudian diikuti daerah. Sementara PAN hanya mengubah sistem ke formatur dalam muswil dan musda saja karena di kongres lalu masih menggunakan sistem one man one vote.
”Sistem pemilihan satu orang satu suara memberikan peluang bagi siapa pun yang terpilih. Kalau memberikan hak kepada formatur, belum pasti pilihan formatur disukai kader dan belum tentu sesuai dengan keinginan kader,” tandasnya.
Kiswondari
(bbg)