Kalah Praperadilan KPK Harus Berbenah
A
A
A
JAKARTA - Kekalahan tiga kali beruntun dalam sidang praperadilan melawan tersangka kasus dugaan korupsi membuktikan ada yang harus diperbaiki dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK didesak untuk introspeksi serta membenahi kinerja dan bukan hanya memandang putusan hakim sebagai upaya pelemahan. Penilaian ini kemarin disampaikan pakar hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir, dan sejumlah anggota Komisi III DPR merespons putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi yang mengabulkan gugatan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.
Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa putusan hakim Haswandi tidak akan mengacaukan putusan-putusan sebelumnya karena tidak berlaku surut. Adapun Mabes Polri sependapat dengan putusan hakim bahwa penyidik harus berasal dari Polri. Komisi Yudisial (KY) menekankan, putusan itu sebaiknya diikuti dengan perbaikan legislasi terkait status penyelidik dan penyidik KPK agar tidak menimbulkan multitafsir pada masa mendatang.
Romli memandang kekalahan KPK dalam tiga kali sidang praperadilan tak lepas dari lemahnya kontrol pimpinan lembaga ini. KPK di era Abraham Samad tampak mengabaikan sifat kehati-hatian, bahkan cenderung ceroboh. ”Saya lihat ini koksepertinya lost control begitu terhadap penyidik.”
”Pimpinan KPK itu harus mengerti bagaimana leadership dan memenej. Harus dimengerti bagaimana, kapan, dia harus kontrolbawahannya,” kataRomli di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta kemarin. Romli mengungkapkan, selain faktor pengawasan, kekalahan itu juga dipengaruhi ketidaktaatan KPK terhadap standard operating procedure (SOP) dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Dia mengingatkan bahwa apa yang diputuskan hakim sesungguhnya berdasarkan hasil kerja KPK, bukan sebuah bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi. ”Hakim kan cuma menunggu hasil kerja (KPK). Harusnya berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. Introspeksi,” tegas Romli. Hakim tunggal Haswandi pada Selasa (26/5) memenangi gugatan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo.
Hakim menyatakan bahwa surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA Tbk tahun pajak 1999 tidak sah. Pengamat hukum pidana UII Mudzakir menilai hakim Haswandi telah bertindak objektif berdasarkan keyakinannya.
Dilihat dari sudut penegakan hukum, putusan tersebut bagus karena kewenangan KPK dinetralisasi rumusan KUHAP. Seharusnya, menurut Mudzakir, KPK jangan menggunakan kewenangannya melebihi kewenangan KUHAP. ”KPK mesti memosisikan diri sebagai aparat penegak hukum, bukan aparat pemberantas korupsi. KPK juga punya fungsi berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya.
Yang terjadi sekarang ini KPK ‘bermusuhan’ dengan polisi ini yang menyebabkan mereka tidak berfungsi,” katanya. Juru Bicara MA Suhadi menyatakan putusan hakim Haswandi mengenai ketidakabsahan penyelidik dan penyidik KPK bisa saja dilakukan jika dalam berkas permohonan yang diajukan Hadi Poernomo memuat materi itu.
Mengenai kekhawatiran terhadap status 371 putusan perkara kasus korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), Suhadi menegaskan bahwa putusan praperadilan Hadi Poernomo tidak berlaku surut. ”Kan ada batas demi hukum atau dibatalkan. Kalau dia katakan seperti itu (batal demi hukum), tidak akan berlaku surut,” kata dia.
Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyatakan, putusan Haswandi dapat memengaruhi putusan-putusan kasus korupsi yang berkekuatan hukum tetap. Dia khawatir putusan itu menjadi tidak sah karena dilakukan penyelidik dan penyidik KPK. Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji kembali menegaskan bahwa putusan Haswandi membingungkan.
Sepengetahuannya, Haswandi pernah memutus perkara-perkara korupsi yang penanganannya dilakukan penyelidik dan penyidik KPK. ”Itu bukan penyelidik dan penyidik personel Polri sehingga putusannya terkesan ambigu,” kata Indriyanto kemarin. Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Polisi Budi Waseso setuju penyidik KPK harus berasal dari Polri mengacu pada Bab IV Pasal 6 ayat (1) KUHAP.
Terkait dengan rumusan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) yang menyatakan bahwa penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK, Kabareskrim menilai aturan dalam KUHAP memiliki kedudukan lebih tinggi daripada UU KPK.
Revisi UU KPK
Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfahcri Harahap menilai kekalahan KPK dalam sidang praperadilan dapat menjadi pintu masuk revisi UU KPK. Menurutnya, berbagai kalangan sudah lama mengusulkan perbaikan UU KPK. Namun, setiap kali digulirkan, selalu muncul kecurigaan dan tudingan revisi itu untuk memperlemah KPK.
”Domain pemberantas korupsi bukan hanya hak KPK semata, tetapi itu kewajiban kita bersama. Kita ingin proses hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” kata dia di Gedung DPR Jakarta kemarin. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengungkapkan, tiga kali kekalahan di sidang praperadilan memperlihatkan ada masalah di KPK.
Situasi ini harus dijadikan pijakan bagi lembaga pembasmi korupsi itu untuk mengevaluasi internalnya. Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi menegaskan hal senada. Menurutnya, KPK perlu mengoreksi diri, terutama mengenai penetapan seorang menjadi tersangka. Dia mengingatkan, MK telah memutuskan bahwa penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai objek praperadilan sebagaimana putusan Nomor: 21/PUU-XII/2015.
Nurul adryana/ hasyim asyari/ vitrianda siregar/ant
KPK didesak untuk introspeksi serta membenahi kinerja dan bukan hanya memandang putusan hakim sebagai upaya pelemahan. Penilaian ini kemarin disampaikan pakar hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir, dan sejumlah anggota Komisi III DPR merespons putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi yang mengabulkan gugatan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.
Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa putusan hakim Haswandi tidak akan mengacaukan putusan-putusan sebelumnya karena tidak berlaku surut. Adapun Mabes Polri sependapat dengan putusan hakim bahwa penyidik harus berasal dari Polri. Komisi Yudisial (KY) menekankan, putusan itu sebaiknya diikuti dengan perbaikan legislasi terkait status penyelidik dan penyidik KPK agar tidak menimbulkan multitafsir pada masa mendatang.
Romli memandang kekalahan KPK dalam tiga kali sidang praperadilan tak lepas dari lemahnya kontrol pimpinan lembaga ini. KPK di era Abraham Samad tampak mengabaikan sifat kehati-hatian, bahkan cenderung ceroboh. ”Saya lihat ini koksepertinya lost control begitu terhadap penyidik.”
”Pimpinan KPK itu harus mengerti bagaimana leadership dan memenej. Harus dimengerti bagaimana, kapan, dia harus kontrolbawahannya,” kataRomli di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta kemarin. Romli mengungkapkan, selain faktor pengawasan, kekalahan itu juga dipengaruhi ketidaktaatan KPK terhadap standard operating procedure (SOP) dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Dia mengingatkan bahwa apa yang diputuskan hakim sesungguhnya berdasarkan hasil kerja KPK, bukan sebuah bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi. ”Hakim kan cuma menunggu hasil kerja (KPK). Harusnya berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. Introspeksi,” tegas Romli. Hakim tunggal Haswandi pada Selasa (26/5) memenangi gugatan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo.
Hakim menyatakan bahwa surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA Tbk tahun pajak 1999 tidak sah. Pengamat hukum pidana UII Mudzakir menilai hakim Haswandi telah bertindak objektif berdasarkan keyakinannya.
Dilihat dari sudut penegakan hukum, putusan tersebut bagus karena kewenangan KPK dinetralisasi rumusan KUHAP. Seharusnya, menurut Mudzakir, KPK jangan menggunakan kewenangannya melebihi kewenangan KUHAP. ”KPK mesti memosisikan diri sebagai aparat penegak hukum, bukan aparat pemberantas korupsi. KPK juga punya fungsi berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya.
Yang terjadi sekarang ini KPK ‘bermusuhan’ dengan polisi ini yang menyebabkan mereka tidak berfungsi,” katanya. Juru Bicara MA Suhadi menyatakan putusan hakim Haswandi mengenai ketidakabsahan penyelidik dan penyidik KPK bisa saja dilakukan jika dalam berkas permohonan yang diajukan Hadi Poernomo memuat materi itu.
Mengenai kekhawatiran terhadap status 371 putusan perkara kasus korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), Suhadi menegaskan bahwa putusan praperadilan Hadi Poernomo tidak berlaku surut. ”Kan ada batas demi hukum atau dibatalkan. Kalau dia katakan seperti itu (batal demi hukum), tidak akan berlaku surut,” kata dia.
Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyatakan, putusan Haswandi dapat memengaruhi putusan-putusan kasus korupsi yang berkekuatan hukum tetap. Dia khawatir putusan itu menjadi tidak sah karena dilakukan penyelidik dan penyidik KPK. Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji kembali menegaskan bahwa putusan Haswandi membingungkan.
Sepengetahuannya, Haswandi pernah memutus perkara-perkara korupsi yang penanganannya dilakukan penyelidik dan penyidik KPK. ”Itu bukan penyelidik dan penyidik personel Polri sehingga putusannya terkesan ambigu,” kata Indriyanto kemarin. Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Polisi Budi Waseso setuju penyidik KPK harus berasal dari Polri mengacu pada Bab IV Pasal 6 ayat (1) KUHAP.
Terkait dengan rumusan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) yang menyatakan bahwa penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK, Kabareskrim menilai aturan dalam KUHAP memiliki kedudukan lebih tinggi daripada UU KPK.
Revisi UU KPK
Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfahcri Harahap menilai kekalahan KPK dalam sidang praperadilan dapat menjadi pintu masuk revisi UU KPK. Menurutnya, berbagai kalangan sudah lama mengusulkan perbaikan UU KPK. Namun, setiap kali digulirkan, selalu muncul kecurigaan dan tudingan revisi itu untuk memperlemah KPK.
”Domain pemberantas korupsi bukan hanya hak KPK semata, tetapi itu kewajiban kita bersama. Kita ingin proses hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” kata dia di Gedung DPR Jakarta kemarin. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengungkapkan, tiga kali kekalahan di sidang praperadilan memperlihatkan ada masalah di KPK.
Situasi ini harus dijadikan pijakan bagi lembaga pembasmi korupsi itu untuk mengevaluasi internalnya. Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi menegaskan hal senada. Menurutnya, KPK perlu mengoreksi diri, terutama mengenai penetapan seorang menjadi tersangka. Dia mengingatkan, MK telah memutuskan bahwa penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai objek praperadilan sebagaimana putusan Nomor: 21/PUU-XII/2015.
Nurul adryana/ hasyim asyari/ vitrianda siregar/ant
(bbg)