Lagi-lagi KPK Kalah Praperadilan

Rabu, 27 Mei 2015 - 08:58 WIB
Lagi-lagi KPK Kalah...
Lagi-lagi KPK Kalah Praperadilan
A A A
JAKARTA - Untuk kali ketiga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah dalam sidang praperadilan setelah kemarin Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan yang diajukan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo. KPK mereaksi putusan itu dengan menyiapkan perlawanan.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi menyatakan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi tidak sah dan tidak berdasar hukum karena dilakukan penyelidik dan penyidik independen.

Bagi KPK, putusan ini dianggap membingungkan dan tidak memberi kepastian hukum. ”Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya. Mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian,” ucap Haswandi dalam persidangan di Ruang Sidang Utama Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Dalam amar putusannya Haswandi menerangkan, undang-undang tidak memberikan peluang pada KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik independen. Sesuai dengan Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang KPK, penyelidik dan penyidik KPK harus berstatus penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya, baik itu Polri atau kejaksaan.

”Karena itu apa pun yang dihasilkan (atas pelanggaran undang-undang tersebut) batal demi hukum,” ujarnya. Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berkaitan dengan jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004. Pria kelahiran Pamekasan, Jawa Timur, itu disangka menyalahgunakan kewenangan soal permohonan keberatan pajak yang merugikan negara Rp375 miliar. Pada perkembangannya, Hadi mengajukan gugatan praperadilan.

Hadi sempat mencabut gugatan itu sebelum kemudian mengajukan lagi setelah Mahkamah Konstitusi memperluas objek gugatan praperadilan. Haswandi menerangkan, penyelidik KPK yang menangani kasus Hadi bukanlah penyelidik, sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi penyelidik KPK. Begitu pula Ambarita Damanik, penyidik yang juga mengusut kasus Hadi, merupakan anggota Polri yang sudah diberhentikan secara hormat pada 25 November 2014.

Dengan pemberhentian tersebut, hakim berpendapat dia sudah kehilangan status penyidik yang melekat pada dirinya. ”Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh karena itu diperintahkan pada termohon untuk menghentikan proses penyidikan berdasarkan Sprin. Dik-17/01/04/ 2014,” tutur Haswandi.

Berdasarkan hal itu pula, tindakan penyitaan dan penggeledahan yang dilakukan KPK setelah penetapan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014 juga dinyatakan tidak sah. Adapun permohonan pemohon yang tidak dikabulkan hakim adalah terkait kewenangan KPK menindaklanjuti keberatan pajak yang dianggap masuk ranah undang-undang perpajakan. Hakim mengatakan hal tersebut bukan kewenangan dari praperadilan karena sudah masuk materi pokok perkara.

”Pengadilan mempertimbangkan hal tersebut masuk materi pokok perkara, maka harus dinyatakan tidak dapat diterima,” tandasnya. Dikabulkannya gugatan Hadi Poernomo memperpanjang rentetan kekalahan KPK dalam sidang praperadilan. Kekalahan pertama terjadi pada 16 Februari 2015 saat hakim Sarpin Rizaldi menyatakan penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

Berikutnya pada kasus mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Hakim Yuningtyas Upiek Kartikawati juga menyatakan penetapan Ilham sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Makassar tahun anggaran 2006-2012 tidak sah. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, terulangnya kekalahan KPK membuktikan bahwa lembaga ini terlalu sering melanggar hukum, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut Fahri, kekalahan KPK secara berulang-ulang di praperadilan merupakan masalah besar dalam penegakan hukum di Indonesia. Terlebih KPK selama ini selalu berlindung di balik kepopulerannya di tengah masyarakat. ”KPK harus mengoreksi sistem yang ada selama ini sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan kewenangan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka,” kata politikus PKS ini.

Bukan Menang Kalah

Ditemui seusai persidangan, Hadi Poernomo mengaku sangat bersyukur atas putusan hakim. Meski demikian, dirinya tidak ingin berbesar kepala. Praperadilan, menurut dia, merupakan ruang untuk mengupayakan kebenaran atas proses hukum yang menjeratnya. ”Tidak ada yang menang ataupun kalah (dalam putusan hakim). Yang benar adalah proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan dan fakta, bukti yang sah secara hukum,” ungkap Hadi.

Disinggung mengenai langkah selanjutnya, termasuk rencana KPK mengajukan upaya hukum atas putusan itu, Hadi menjawab diplomatis. ”Kita sebagai umat tidak boleh berandai-andai, nanti saja,” katanya. Adapun KPK menyatakan siap mengajukan perlawanan hukum setelah mempelajari salinan lengkap putusan hakim. KPK menilai putusan praperadilan kasus Hadi Poernomo membingungkan dan tidak memberikan kepastian hukum.

”Sebab dalam putusan praperadilan sebelumnya yang mempersoalkan keabsahan penyidik KPK, hakim memutus bahwa pengangkatan penyidik KPK adalah sah. Kalau penyelidik dan penyidik dianggap tidak sah, semua kasus yang diselidik dan disidik KPK akan tidak sah,” ujar Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo dalam pesan singkatnya. Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyatakan, putusan hakim Haswandi telah melampaui permohonan pemohon (ultra petita) .

Dia menyayangkan putusan ini karena memiliki implikasi yang sangat luas. ”Baik bagi penegakan hukum maupun bagi pemberantasan korupsi,” kata Ruki saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, tadi malam. Dia memaparkan, ada lima poin kesimpulan yang disorot KPK dalam putusan. Pertama, pemohon atau Hadi Poernomo hanya memohon untuk menyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK terhadap pemohon tidak sah, tetapi putusan praperadilan memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan.

Menurut Ruki, hal ini bertentangan dengan bunyi Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Kedua, putusan itu juga menyatakan bahwa pengangkatan penyidik dan penyelidik yang berasal dari luar kepolisian adalah tidak sah. Menurut Ruki, untuk menetapkan sah atau tidak sahnya adalah bukan wewenang praperadilan.

Ketiga, putusan yang menyatakan tidak sahnya penyelidikan oleh penyelidik nonanggota Polri berarti mementahkan semua penyidikan dan penanganan perkara yang ditangani penyidik non-Polri seperti tertera di Pasal 7 KUHAP. ”Ini juga bisa berarti 371 tindak pidana korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang disidik KPK sejak tahun 2004 menjadi tidak sah. Padahal seluruh perkara itu sudah mendapatkan kekuatan hukum (inkracht ) atau dengan kata lain tidak ada yang salah dalam penanganan kasus ini. Tidak ada yang salah dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut,” katanya.

Poin keempat, pimpinan KPK berpendapat bahwa putusan praperadilan ini merupakan upaya sistematis untuk mematahkan upaya pemberantasan korupsi. Padahal upaya KPK secara nyata telah memberi pengaruh positif bagi pencitraan pemerintah yang bersih, efektif, dan efisien. Terkait itu, KPK memutuskan untuk melakukan perlawanan hukum terhadap putusan praperadilan ini.

”Bukan saja untuk mempertahankan eksistensi KPK, untuk pemberantasan korupsi, tetapi juga meluruskan kembali proses penegakan hukum yang akan porak-poranda akibat dari praperadilan ini,” tegasnya.

Senada, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji menambahkan, mekanisme di KPK sangat terang dan jelas menyebutkan bahwa penyelidik dan penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan KPK. Prinsip tersebut sudah tegas dan jelas sehingga tidak bisa diinterpretasikan lain.

Dian ramdhani/ sabir laluhu /ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1869 seconds (0.1#10.140)