DPR Segera Bentuk Pansus Beras Sintetis
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membentuk panitia khusus (pansus) menyusul banyaknya temuan dugaan beras sintetis di sejumlah daerah dan memicu kepanikan masyarakat.
Hari ini Komisi IV DPR berencana memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Direktur Jenderal Karantina untuk mengetahui penanganan masalah ini. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menyatakan urgensi pembentukan pansus akan mempertimbangkan hasil penjelasan dari Mentan beserta sejumlah pihak terkait tersebut.
”Kalau dianggap layak, maka akan segera dibentuk,” ujar dia di Gedung DPR kemarin. Politikus Demokrat tersebut mengatakan, isu beras sintetis sudah lebih dari sekadar mengkhawatirkan masyarakat. Selain peredarannya yang meluas dan membahayakan kesehatan, isu ini juga membuat penjualan beras di beberapa daerah menurun.
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin menyatakan, pansus beras sintetis ini perlu dibentuk untuk mengungkap dan membongkar kasus beras sintetis yang meresahkan masyarakat. Menurutnya, pansus ini akan mengusut impor atau permainan perdagangan yang mengakibatkan masuknya beras sintetis ke Indonesia.
”Selain pansus, nantinya bisa bikin panja (panitia kerja),” ucapnya kemarin di Gedung DPR. Desakan pembentukan pansus sebelumnya disuarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB menilai pembentukan pansus diperlukan mengingat persoalan beras sintetis memerlukan penanganan komprehensif yang melibatkan banyak pihak. Selain itu, persoalan beras sintetis merupakan masalah serius karena menyangkut hajat hidup masyarakat luas sehingga tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Hingga kemarin, dugaan peredaran beras sintetis terus saja bermunculan setelah pertama kali mengemuka di Bekasi, Jawa Barat, pekan lalu. Temuan terakhir muncul di Depok dan Bogor, Jawa Barat. Di Depok, Naiman, warga Kampung Rawageni RT 003/RW 002, Cipayung, mengalami keracunan akibat mengonsumsi beras yang diduga sintetis. Beras itu didapat dari hasil kerjanya sebagai tenaga kebersihan di Perumahan Depok Jaya.
Dia mengalami muntah, mual, pusing serta badan lemas. Setelah dia mengecek, tekstur beras yang didapatkannya beberapa hari lalu itu berbeda dengan kelaziman karena seperti pecahan kristal. ”Rasanya juga agak beda, agak keras. Kalau dipencet seperti karet,” katanya. Sementara jajaran Polres Bogor mendapatkan 15 kg beras yang diduga sintetis hasil penggerebekan gudang penyimpanan beras di Kecamatan Klapanunggal.
Atas temuan ini, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Mochamad Iriawan menyatakan pihaknya masih mendalami kasus yang membuat resah masyarakat ini untuk mengetahui pelakunya. Polisi belum menetapkan tersangka, tetapi baru mengetahui asal beras sintetis tersebut merupakan impor yang diduga dari China.
Temuan di Gunungkidul dan Medan Negatif
Aparat berwenang menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium atas temuan dugaan beras sintetis di Rongkop, Gunungkidul, DIY dan Medan Sumatera Utara adalah negatif. Tim Jejaring Keamanan Pangan Pemda DIY menegaskan hasil tersebut merujuk pada uji laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta.
Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pangan (BKPP) DIY Arofa Noor Indriani mengatakan, sejauh ini tidak ditemukan beras sintetis yang mengandung bahan sintetis, termasuk yang ada di gudang-gudang beras. Menurut Arofa, untuk menguji beras sintetis secara kasat mata, setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan. ”Jika beras sintetis dibakar dengan korek api akan meleleh, sedangkan kalau beras biasa akan keluar tepung beras,” ujarnya.
Selain itu, jika beras sintetis direndam air akan mengambang, kalau beras biasa akan tenggelam. ”Jika beras sintetis digigit tidak mudah putus, kalau beras biasa apabila digigit akan putus atau patah,” ujarnya. Cara lain yang bisa dilakukan dengan menumbuk beras tersebut. ”Jika beras sintetis, saat diulek akan semakin memadat, sedangkan beras biasa kalau diulek akan berbentuk tepung beras,” katanya.
Di Medan, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo menegaskan, masyarakat Kota Medan tidak perlu resah dengan isu peredaran beras sintetis. Keresahan sebelumnya dipicu adanya warga setempat, Bunga Sinta, 10, yang dilarikan ke Rumah Sakit Sari Mutiara karena diduga mengonsumsi bubur dari beras sintetis. Namun dari pemeriksaan laboratorium forensik (labfor) dan Balai Sucofindo, dipastikan beras yang dikonsumsi Bunga dan keluarganya tersebut asli, bukan sintetis.
”Sampai saat ini, belum ada ditemukan beras sintetis di Medan,” kata Kapolda. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus temuan peredaran beras sintetis di masyarakat. ”Kami masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan beras itu mengandung bahan kimia atau sintetis. Proses pengujiannya ada lima fase dan butuh waktu empat hari,” katanya di Gorontalo kemarin.
Proses hukum akan berlanjut setelah hasil laboratorium keluar. Mentan Amran Sulaiman tak yakinadanya peredaranberassintetis. ”Secara bisnis ini tidak memungkinkan, sintetis Rp12.000 per 1 kg, sedangkan beras Rp7.300 per 1 kg,” kata Amran. Menurut dia, kemungkinan ada agenda lain di luar mencari keuntungan yang dia sendiri tidak tahu motifnya.
”Saat ini kita sudah melakukan sidak ke pasar-pasar dan kasus ini sudah sampai ke Polri,” ujar Amran. Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk tidak khawatir dalam menghadapi isu beras sintetis yang beredar di beberapa daerah. ”Saya tidak tahu motifnya, tidak tahu berasnya macam mana. Tapi saya pikir masyarakat tidak perlu khawatir,” kata Kalla.
Mula akmal/ r ratna purnama/ ridwan anshori/ant
Hari ini Komisi IV DPR berencana memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Direktur Jenderal Karantina untuk mengetahui penanganan masalah ini. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menyatakan urgensi pembentukan pansus akan mempertimbangkan hasil penjelasan dari Mentan beserta sejumlah pihak terkait tersebut.
”Kalau dianggap layak, maka akan segera dibentuk,” ujar dia di Gedung DPR kemarin. Politikus Demokrat tersebut mengatakan, isu beras sintetis sudah lebih dari sekadar mengkhawatirkan masyarakat. Selain peredarannya yang meluas dan membahayakan kesehatan, isu ini juga membuat penjualan beras di beberapa daerah menurun.
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin menyatakan, pansus beras sintetis ini perlu dibentuk untuk mengungkap dan membongkar kasus beras sintetis yang meresahkan masyarakat. Menurutnya, pansus ini akan mengusut impor atau permainan perdagangan yang mengakibatkan masuknya beras sintetis ke Indonesia.
”Selain pansus, nantinya bisa bikin panja (panitia kerja),” ucapnya kemarin di Gedung DPR. Desakan pembentukan pansus sebelumnya disuarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB menilai pembentukan pansus diperlukan mengingat persoalan beras sintetis memerlukan penanganan komprehensif yang melibatkan banyak pihak. Selain itu, persoalan beras sintetis merupakan masalah serius karena menyangkut hajat hidup masyarakat luas sehingga tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Hingga kemarin, dugaan peredaran beras sintetis terus saja bermunculan setelah pertama kali mengemuka di Bekasi, Jawa Barat, pekan lalu. Temuan terakhir muncul di Depok dan Bogor, Jawa Barat. Di Depok, Naiman, warga Kampung Rawageni RT 003/RW 002, Cipayung, mengalami keracunan akibat mengonsumsi beras yang diduga sintetis. Beras itu didapat dari hasil kerjanya sebagai tenaga kebersihan di Perumahan Depok Jaya.
Dia mengalami muntah, mual, pusing serta badan lemas. Setelah dia mengecek, tekstur beras yang didapatkannya beberapa hari lalu itu berbeda dengan kelaziman karena seperti pecahan kristal. ”Rasanya juga agak beda, agak keras. Kalau dipencet seperti karet,” katanya. Sementara jajaran Polres Bogor mendapatkan 15 kg beras yang diduga sintetis hasil penggerebekan gudang penyimpanan beras di Kecamatan Klapanunggal.
Atas temuan ini, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Mochamad Iriawan menyatakan pihaknya masih mendalami kasus yang membuat resah masyarakat ini untuk mengetahui pelakunya. Polisi belum menetapkan tersangka, tetapi baru mengetahui asal beras sintetis tersebut merupakan impor yang diduga dari China.
Temuan di Gunungkidul dan Medan Negatif
Aparat berwenang menyatakan hasil pemeriksaan laboratorium atas temuan dugaan beras sintetis di Rongkop, Gunungkidul, DIY dan Medan Sumatera Utara adalah negatif. Tim Jejaring Keamanan Pangan Pemda DIY menegaskan hasil tersebut merujuk pada uji laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Yogyakarta.
Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pangan (BKPP) DIY Arofa Noor Indriani mengatakan, sejauh ini tidak ditemukan beras sintetis yang mengandung bahan sintetis, termasuk yang ada di gudang-gudang beras. Menurut Arofa, untuk menguji beras sintetis secara kasat mata, setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan. ”Jika beras sintetis dibakar dengan korek api akan meleleh, sedangkan kalau beras biasa akan keluar tepung beras,” ujarnya.
Selain itu, jika beras sintetis direndam air akan mengambang, kalau beras biasa akan tenggelam. ”Jika beras sintetis digigit tidak mudah putus, kalau beras biasa apabila digigit akan putus atau patah,” ujarnya. Cara lain yang bisa dilakukan dengan menumbuk beras tersebut. ”Jika beras sintetis, saat diulek akan semakin memadat, sedangkan beras biasa kalau diulek akan berbentuk tepung beras,” katanya.
Di Medan, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo menegaskan, masyarakat Kota Medan tidak perlu resah dengan isu peredaran beras sintetis. Keresahan sebelumnya dipicu adanya warga setempat, Bunga Sinta, 10, yang dilarikan ke Rumah Sakit Sari Mutiara karena diduga mengonsumsi bubur dari beras sintetis. Namun dari pemeriksaan laboratorium forensik (labfor) dan Balai Sucofindo, dipastikan beras yang dikonsumsi Bunga dan keluarganya tersebut asli, bukan sintetis.
”Sampai saat ini, belum ada ditemukan beras sintetis di Medan,” kata Kapolda. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus temuan peredaran beras sintetis di masyarakat. ”Kami masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan beras itu mengandung bahan kimia atau sintetis. Proses pengujiannya ada lima fase dan butuh waktu empat hari,” katanya di Gorontalo kemarin.
Proses hukum akan berlanjut setelah hasil laboratorium keluar. Mentan Amran Sulaiman tak yakinadanya peredaranberassintetis. ”Secara bisnis ini tidak memungkinkan, sintetis Rp12.000 per 1 kg, sedangkan beras Rp7.300 per 1 kg,” kata Amran. Menurut dia, kemungkinan ada agenda lain di luar mencari keuntungan yang dia sendiri tidak tahu motifnya.
”Saat ini kita sudah melakukan sidak ke pasar-pasar dan kasus ini sudah sampai ke Polri,” ujar Amran. Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk tidak khawatir dalam menghadapi isu beras sintetis yang beredar di beberapa daerah. ”Saya tidak tahu motifnya, tidak tahu berasnya macam mana. Tapi saya pikir masyarakat tidak perlu khawatir,” kata Kalla.
Mula akmal/ r ratna purnama/ ridwan anshori/ant
(bbg)