Beras Sintetis Resahkan Negara ASEAN

Minggu, 24 Mei 2015 - 11:47 WIB
Beras Sintetis Resahkan Negara ASEAN
Beras Sintetis Resahkan Negara ASEAN
A A A
KUALA LUMPUR - Peredaran beras sintetis ternyata bukan hanya meresahkan masyarakat di Indonesia. Sejumlah negara di kawasan ASEAN juga mengalami masalah sama.

Malaysia dan Singapura, misalnya, menyatakan ada indikasi beras berbahan dasar plastik tersebut telah beredar di negara mereka. Di Malaysia, Straits Times melaporkan beras sintetis sudah beredar melalui penyelundupan diperbatasan. Namun berasberbahayayangdicampur dengan beras asli tersebut tidak dijual di supermarket.

”Jika beras palsu beredar di Malaysia, biasanya dijual di toko kecil,” kata sumber yang tidak disebutkan namanya. Kementerian Kesehatan Malaysia berjanji akan memonitor beras palsu dari China. Pejabat Kementerian Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah meminta masyarakat yang mengetahui adanya beras palsu agar melaporkan ke kantor kesehatan atau Divisi Kualitas dan Keamanan Pangan (FSQ).

Dia kemudian menuturkan sejumlah beras palsu itu diekspor ke negara-negara Asia, tetapi Malaysia tidak mengimpor beras dari China. ”Mayoritas beras asal Malaysia diimpor dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan,” katanya seperti dikutip The Star. Namun Menteri Pertanian Ismail Sabri Yaakob membantah laporan peredaran beras palsu di negeri jiran tersebut dan menegaskan sejauh ini belum menerima laporan adanya peredaran beras sintetis.

”Kita akan memberikan penjelasan kepada masyarakat bagaimana membedakan beras palsu dan asli,” katanya. Rumor peredaran beras sintetis di Singapura tak kalah kencang. Banyak warga yang khawatir dengan peredaran beras ilegal tersebut. Namun Agri-Food & Veterinary Authority (AVA) Singapura mengklaim mereka belum mendapatkan laporan dan menemukan beras palsu di Singapura.

”Dalam pengecekan dan monitor yang dilakukan AVA, beras impor selalu diinspeksi agar sesuai dengan standar keamanan pangan,” demikian keterangan AVA. Sebelum muncul kasus di Indonesia, beras sintetis pernah mengguncang masyarakat di China, khusus di Taiyuan, Provinsi Shaanxi, China. The Weekly Hong Kong melaporkan beras palsu terbuat dari campuran kentang, ubi, dan plastik sintesis.

Penjualan beras tersebut melalui berbagai aplikasi media sosial seperti WhatsApp dan Facebook . Harga beras tersebut lebih murah dibandingkan beras asli. Pasalnya, biaya produksi beras palsu tersebut sangat murah. Sebagaimana dilansir Asia News , beras palsu itu sangat sulit saat dimasak dan tidak enak ketika dikunyah. Seorang pejabat Asosiasi Restoran China mengungkapkan makan tiga mangkuk beras palsu sama seperti makan satu kantung plastik beras.

Pemerintah China juga tengah menyelidiki skandal beras palsu tersebut. China memang memiliki catatan keamanan makanan yang buruk. Skandal makanan tidak layak konsumsi menjadi masalah serius di China yang mengakibatkan keracunan dan kematian. Pada 2008, 300.000 orang sakit ginjal dan 6 bayi tewas setelah mengonsumsi susu formula yang mengandung melamin.

Pada tahun lalu, melamin juga ditemukan pada telur di China. Pada Juli 2010, Global Times melaporkan sebuah perusahaan di Xian, Shaanzxi, terlibat skandal memproduksi beras dengan menambahkan bahan kimia tertentu agar rasanya seperti beras bermerek ”Wuchang”. Otoritas China berulang kali memenjarakan berbagai pelanggar hukum dalam industri makanan, tetapi itu tidak menjadi jaminan keamanan makanan.

Omzet Pedagang Turun

Di Tanah Air, keresahan masyarakat akan peredaran beras sintetis meluas. Apalagi hingga kemarin aparat kepolisian belum berhasil mengungkap siapa pemain beras sintetis tersebut. Dalam diskusinya ”Kejahatan Beras Sintetis” yang dilakukan SINDO TRIJAYA FM di Double-Tree by Hilton Hotel, Cikini, Jakarta Pusat, Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Nellys Soekidi mengakui isu adanya beras plastik telah membuat kondisi psikologis konsumen terganggu sehingga berpengaruh pada omzet dagangan sejumlah pedagang beras.

Untuk di Jabodetabek, misalnya, berdasarkan pantauannya dan laporan sejumlah anggota Perpadi, penurunan itu mencapai angka 30%. ”Sudah 26 tahun saya jualan beras, jujur baru kali ini menemukan kasus seperti ini. Omzet kami sangat turun,” ujarnya. Nellys yakin munculnya isu beras sintesis ini disebabkan oknum yang sengaja membuat gaduh jelang bulan Ramadan dan Idul Fitri.

Karena menurutnya tak mungkin para pedagang sengaja melakukan ini karena persaingan maupun keuntungan ekonomi. ”Logika dan motifnya apa? Biji plastik itu sekarang harganya berapa? Tinggi sekali. Kalau motif ekonomi, ini risikonya tinggi. Risikonya penjual akan ditinggal pelanggan,” tuturnya.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pedagang Seluruh Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan adanya isu beras sintesis yang berasal dari China telah memberikan teror kepada masyarakat Indonesia. Ia meyakini hal itu dikarenakan lemahnya kontrol yang dilakukan pemerintah terhadap barang, khususnya impor. Menurut dia, panjangnya garis pelabuhan yang ada di Indonesia membuat pemerintah kewalahan dalam pengawasan sejumlah barang impor.

Tak aneh bila barang ilegal pun sering kali masuk ke Indonesia tanpa adanya standardisasi. Adapun Direktur Perencanaan Bulog Fadzri Sentosa enggan berkomentar banyak mengenai adanya isu beras plastik atau sintesis. Menurutnya, kebenaran akan peredaran beras yang cukup meresahkan masyarakat itu hanya dapat dibuktikan setelah hasil BPOM keluar.

”Kita belum tahu dan nggak berandai-andai. Kita tunggu POM aja dulu, lagipula Mendag juga minta Bareskrim untuk mereviu hasil ini kepada masyarakat,” ujar Fadzri. Disinggung mengenai soal kemungkinan beras itu masuk lewat impor, dengan tegas Fajri membantah. Menurut dia, sejak awal tahun 2015 ini, Bulog belum pernah melakukan impor beras kepada negara mana pun.

”Stok kita cukup, tidak ada impor apa pun, apalagi beras premium,” tegas Fajri, sangat bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok Fajar Donny Cahyadi yang mengaku hingga dari awal tahun hingga Mei 2015 sudah ada empat negara yang mengekspor beras jenis premium ke Indonesia.

Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap menilai temuan beras sintetis membuktikan masih perlunya perbaikan dalam pemberian pengawasan pangan di Indonesia. Karena itu pihaknya berencana memperbaiki sistem tata niaga beras.

”Agar dapat mempermudah melakukan penelusuran dan perbaikan pendaftaran beras, pengemasannya harus teregister. Karena beras merupakan pangan utama kita sehingga betul-betul tata niaga beras ini dapat dilakukan,” ujarnya. Kasus beras sintetis mencuat setelah seorang pedagang nasi uduk dan bubur di Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, yakni Dewi Septiani, melaporkan adanya beras sintetis. Belakangan, dugaan kasus serupa juga dilaporkan terjadi di Gunungkidul, Yogyakara, dan Jayapura, Irian Jaya. Hasil uji laboratorium yang dilakukan Sucofindo memastikan beras tersebut berbahan dasar plastik yang dicampur dengan beras asli.

Positif Kandung Zat Kimia

Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso mengaku telah menerima hasil laporan BPOM mengenai beras sintesis itu. Hasilnya, beras itu dipastikan menggunakan bahan kimia. ”Memang ada campuran kimia yang berkaitan dengan beras itu,” kata Budi. Meski demikian, Budi sendiri memilih lebih berhati-hati dalam penyidikan.

Dia menuturkan akan mengambil melihat dan mengambil sampel lagi untuk memperkuat data yang ada. ”Kita sedang koordinasikan, hasil dari Sucofindo, BPOM, dan Labfor untuk kita tindak lanjuti,” jelasnya. Kapolri Jenderal Pol Badroin Haiti mengatakan kegiatan oknum yang telah mencampuradukkan beras dengan plastik telah membuat resah masyarakat.

Karena itu ia mengancam akan menjerat secara pidana pihak-pihak terbukti kuat melakukan itu. ”Kita kenakan UU Pangan,” papar Badrodin di Jakarta, kemarin. Anggota Komisi IV DPR Taufiq R Abdullah meminta aparat untuk menyelidiki secara tuntas kasustersebut. Menurutdia, pelaku harus diganjar seberat-beratnya karena telah mengancam dan membahayakan hidup orang banyak.

”Bagi pemerintah peristiwa ini harus dijadikan momentum memberantas mafia pangan,” sebutnya. Lebih jauh dia berharap munculnya kasus beras sintetis dapat meningkatkan pengawasan peredaran bahan pangan. Jika beras sintetis benar merupakan barang impor, dia menyebut pemerintah gagal mengawasi arus importansi barang pangan. ”Hal ini semakin menunjukkan mafia pangan masih bercokol di Indonesia,” ujar anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa ini.

Andika hendra m / yan yusuf
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6025 seconds (0.1#10.140)