Komunitas Indonesia di Swiss Tagih Janji Presiden Jokowi
A
A
A
JENEWA - Demonstrasi yang ditujukan untuk menagih janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) menular ke Swiss.
Seperti tidak mau ketinggalan rekannya di Tanah Air, sedikitnya 13 orang Indonesia di Swiss merencanakan berunjuk rasa di Jenewa, Swiss Barat, Sabtu (23/5). ”Kita akan orasi di depan Gedung PPB Jenewa, tepatnya di depan monumen Broken Chair,” tutur Pendy Pardi, koordinator aksi kepada KORAN SINDO kemarin.
Monumen yang ditandai dengan patung kursi raksasa yang satu kakinya patah itu memang berada tepat di depan Gedung PBB, Jenewa. Hanya, tempat ini lebih banyak menjadi perhatian turis asing daripada ajang demo. Broken Chair adalah monumen yang mengingatkan keganasan ranjau darat dan bom kluster. Keindahan monumen tersebut karena dibuat dari kayu seberat 5,5 ton dan setinggi 12 meter.
Mengapa tidak mendemo KBRI Bern atau Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa? ”Kami ingin dunia internasional juga tahu bahwa Jokowi hanyalah politikus cetakan partainya,” kata Pendy Pardi.
Ada beberapa tuntutan yang ingin disampaikan kelompok ini antara lain kembalikan subsidi rakyat, bukan malah menyubsidi pejabat, selamatkan KPK, jangan jual NKRI, hingga soal pembasmian mafia hukum. ”Kami mendemo Jokowi karena dia tidak menepati janji-janji selama kampanye,” imbuh Pardi.
Demo di Swiss bukanlah perkara mudah. Kesulitan utamanya adalah mencari massa. Selain faktor kesibukan pekerjaan, juga karena waswas sebagai pendatang. Apalagi, warga Indonesia di Swiss tergolong sangat taat, bahkan terbilang takut dengan hukum. ”Kalau waswas tentu ada. Tapi, kami memang ingin agar Jokowi menepati janjinya,” ucap Pardi.
Agar tidak terjadi insiden yang tak diinginkan, sejak sebulan sebelumnya Pardi sudah mengurus izinnya. Syaratnya mudah yakni menulis surat ke Polda Jenewa, sambil menyertakan KITAS di Swiss. ”Kami akhirnya dapat izin demo meskipun hanya dua jam,” akunya. Rachel Schmid, pendukung Jokowi, menyambut baik demo ini. ”Malah bagus agar Pak Jokowi tetap ingat akan janjinya semasa kampanye,” kata Rachel.
Lagi pula, imbuh ibu satu anak ini, menyuarakan pendapat di Swiss sesuai aturan negara tersebut akan mendapatkan jaminan kebebasan. Demo tersebut, sebagaimana pantauan KORAN SINDO, adalah demo kedua yang terbilang resmi dilakukan komunitas Indonesia di Swiss.
Sebelumnya, tepatnya setahun silam, komunitas Indonesia Swiss lainnya juga berdemo untuk menuntut penghapusan hukuman mati bagi Satina, buruh migran di Arab Saudi. Unjuk rasa sebelumnya bersifat tidak resmi dengan pendemo lainnya.
Krisna Diantha
Koresponden Koran Sindo Swiss
Seperti tidak mau ketinggalan rekannya di Tanah Air, sedikitnya 13 orang Indonesia di Swiss merencanakan berunjuk rasa di Jenewa, Swiss Barat, Sabtu (23/5). ”Kita akan orasi di depan Gedung PPB Jenewa, tepatnya di depan monumen Broken Chair,” tutur Pendy Pardi, koordinator aksi kepada KORAN SINDO kemarin.
Monumen yang ditandai dengan patung kursi raksasa yang satu kakinya patah itu memang berada tepat di depan Gedung PBB, Jenewa. Hanya, tempat ini lebih banyak menjadi perhatian turis asing daripada ajang demo. Broken Chair adalah monumen yang mengingatkan keganasan ranjau darat dan bom kluster. Keindahan monumen tersebut karena dibuat dari kayu seberat 5,5 ton dan setinggi 12 meter.
Mengapa tidak mendemo KBRI Bern atau Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa? ”Kami ingin dunia internasional juga tahu bahwa Jokowi hanyalah politikus cetakan partainya,” kata Pendy Pardi.
Ada beberapa tuntutan yang ingin disampaikan kelompok ini antara lain kembalikan subsidi rakyat, bukan malah menyubsidi pejabat, selamatkan KPK, jangan jual NKRI, hingga soal pembasmian mafia hukum. ”Kami mendemo Jokowi karena dia tidak menepati janji-janji selama kampanye,” imbuh Pardi.
Demo di Swiss bukanlah perkara mudah. Kesulitan utamanya adalah mencari massa. Selain faktor kesibukan pekerjaan, juga karena waswas sebagai pendatang. Apalagi, warga Indonesia di Swiss tergolong sangat taat, bahkan terbilang takut dengan hukum. ”Kalau waswas tentu ada. Tapi, kami memang ingin agar Jokowi menepati janjinya,” ucap Pardi.
Agar tidak terjadi insiden yang tak diinginkan, sejak sebulan sebelumnya Pardi sudah mengurus izinnya. Syaratnya mudah yakni menulis surat ke Polda Jenewa, sambil menyertakan KITAS di Swiss. ”Kami akhirnya dapat izin demo meskipun hanya dua jam,” akunya. Rachel Schmid, pendukung Jokowi, menyambut baik demo ini. ”Malah bagus agar Pak Jokowi tetap ingat akan janjinya semasa kampanye,” kata Rachel.
Lagi pula, imbuh ibu satu anak ini, menyuarakan pendapat di Swiss sesuai aturan negara tersebut akan mendapatkan jaminan kebebasan. Demo tersebut, sebagaimana pantauan KORAN SINDO, adalah demo kedua yang terbilang resmi dilakukan komunitas Indonesia di Swiss.
Sebelumnya, tepatnya setahun silam, komunitas Indonesia Swiss lainnya juga berdemo untuk menuntut penghapusan hukuman mati bagi Satina, buruh migran di Arab Saudi. Unjuk rasa sebelumnya bersifat tidak resmi dengan pendemo lainnya.
Krisna Diantha
Koresponden Koran Sindo Swiss
(ftr)