NU Siap Tampung Pengungsi Rohingya di Pesantren

Jum'at, 22 Mei 2015 - 22:48 WIB
NU Siap Tampung Pengungsi Rohingya di Pesantren
NU Siap Tampung Pengungsi Rohingya di Pesantren
A A A
JAKARTA - Ormas Islam terbesar Nadhlatul Ulama (NU) menyiapkan pondok pesantren (Ponpes), sebagai tempat penampungan bagi pengungsi Rohingya asal Myanmar yang terdampar di perairan Indonesia.

Hal itu diungkapkan anggota Komisi I Fraksi PKB DPR RI Syaiful Bahri Anshori dan Pengurus Harian Rais Aam Syuriah PBNU Masdar Farid Mas'udi dalam diskusi publik "Save Rohingya" di Aula Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Jumat (22/5/2015).

"PBNU menawarkan bahwa mereka siap menampung untuk ditempatkan di pesantren-pesantren, apalagi NU memiliki banyak pesantren yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia," ujar anggota Komisi I Fraksi PKB DPR RI Syaiful Bahri Anshori.

Anshori menyebutkan, NU memiliki sekitar 14.000 pesantren. Bila setiap pesantren menerima beberapa pengungsi maka dipastikan seluruh pengungsi akan tertampung. Sejauh ini, respons dari pengurus pesantren cukup baik.

"Mereka mau (menampung). Ini harus segera direspons pemerintah, sebab pemerintah tidak bisa sendirian harus bekerja sama dengan pihak ketiga, baik pengusaha, LSM maupun ormas," ujarnya.

Menurut Anshori, sebelum para pengungsi tersebut ditempatkan di ponpes, persatuan pesantren akan mengidentifikasi dan mendata pesantren mana saja yang siap menampung para pengungsi. "Setidaknya ini bisa meringankan beban, apalagi mereka merupakan etnis yang menganut agama Islam, daripada mereka terlantar. Memang selama belum ada ratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 kendalanya di pendanaan," katanya.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mendorong pemerintah Indonesia melalui Asean meminta PBB menekan pemerintah Myanmar karena telah memperlakukan warganya dengan tidak baik. "Bayangkan, ratusan ribu warga kehilangan hak kewarganegaraannya. Indonesia negara yang disegani maka harus dorong itu," katanya.

Kasus yang menimpa pengungsi Rohingya merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat luar biasa. Karena hampir 200.000 orang meninggalkan negaranya sehingga perlu penanganan secara komprehensif dan melibatkan semua pihak.

"Pesantren di Nusantara bisa saja menjadi alternatif, bisa digunakan sebagai tempat tinggal sehingga mereka (pengungsi) bisa dapat membangun tradisi kehidupan yang damai, bisa melupakan kesedihannya dengan kesibukannya," ujar Pengurus Harian Rais Aam Syuriah PBNU Masdar Farid Mas'udi.

Meski begitu, perlu ada pembicaraan terlebih dahulu baik dari pengungsinya, pemerintah maupun para pemangku pesantren sehingga penanganannya lebih tepat sasaran. Menurut Masdar, pesantren cukup bisa membantu mengatasi persoalan ini apalagi pesantren tidak pernah menolak orang yang ingin datang dan menjadi bagian dalam kehidupan pesantren.

"Pengungsi Rohingya yang merupakan muslim tidak akan merasa terasing kalau hidup dalam pesantren. Bahkan mereka akan berasa di rumah, dibandingkan mereka ditempatkan di lokasi pengungsian," kata Masdar.

Agar tidak terjadi penumpukkan, kata Anshori, maka perlu ada pembagian secara merata di masing-masing pesantren. Misalnya, dua-tiga orang di masing-masing pesantren karenanya, perlu dibentuk pantia untuk mengetahui jumlah dan mengidentifikasi pesantren mana yang siap untuk ditawarkan.

"Meski yang paling ideal, mereka bisa kembali ke tempat kelahirannya dan hidup damai berdampingan. Masyarakat internasional seharusnya mempertanyakan peran peraih Nobel Perdamaian Aung Saan Sun Kyi yang selama ini bungkam terhadap pembantaian etnis Rohingya," tegasnya.

Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Andy Rachmianto mengapresiasi langkah yang diambil oleh NU dengan menyediakan pesantren sebagai tempat penapungan sementara bagi para pengungsi. "Ini tawaran yang menarik dan bisa dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang. Karena yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan 7.000 pengungsi yang masih berada di lautan," katanya.

Menurut Andy, pemerintah juga sudah menyiapkan perpres untuk menangani masalah ini dan prosesnya tinggal diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diharmonisasi. Andy berharap, perpres ini bisa dengan cepat disahkan apalagi proses pembahasannya sudah memakan waktu cukup lama yakni dua tahun.

Bila segera diundangkan maka pemerintah daerah yang rawan dimasuki pengungsi bisa meminta dana ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena selama ini kendala utama adalah dana.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5010 seconds (0.1#10.140)
pixels