Pembentukan PPK-PPS Terlambat
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di sejumlah daerah terlambat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui tersendatnya proses tersebut merupakan imbas dari mandeknya pembahasan hingga pencairan anggaran di sejumlah daerah. ”KPU kabupaten/kota tidak punya anggaran cukup. Anggaran rutin mereka sudah tidak ada lagi karena sudah dibelanjakan. Sementara dana dari APBD belum cair,” ungkap Ketua KPU Husni Kamil Manik saat menggelar konferensi pers di Gedung KPU Jalan Imam Bonjol Jakarta kemarin.
Husni mencontohkan salah satu daerah yang menghadapi persoalan ini adalah Kabupaten Mentawai di Sumatera Barat. Menurut dia persoalan itu harus segera ditangani karena proses pencalonan pasangan independen telah dibuka. ”Ini sebabkan masih bermasalah proses rekrutmen,” kata Husni.
Menurut mantan anggota KPU Sumbar tersebut, persoalan yang menyebabkan terkendalanya pembentukan PPK dan PPS adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang pantas duduk di dua jabatan tersebut. Akibatnya KPU kabupaten/ kota kesulitan untuk mencari kandidatnya. ”Karena jumlah yang memenuhi syarat masih kurang, proses masih lanjut,” jelas Husni.
Akibatnya KPU pun menambah waktu pembentukan PPK dan PPS ini di daerah yang terkendala tersebut. ”Pembentukan sudah dari 17 April dan dibatasi perekrutan hingga 18 Mei 2015,” tandasnya. Selain kelambatan pembentukan PPK dan PPS, KPU juga mengonfirmasi jumlah daerah yang belum memiliki anggaran pilkada.
Setelah sebelumnya dikabarkan ada 16 daerah yang belum memastikan kesiapan anggarannya, saat ini jumlahnya tersisa 5 daerah. Menurut Hadar, 5 daerah tersebut masih bermasalah diproses kesepakatan awal. Kelimanya pun berpotensi tidak ikut pilkada apabila hingga proses pendaftaran anggaran yang dibutuhkan belum juga selesai dilaksanakan.
Adapun kelima daerah tersebut adalah Kabupaten Banggai (Sulawesi Tengah), Kabupaten Pegunungn Arfak, Kabupaten Manokwari Selatan (Papua Barat), Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan). Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnizar Moenek mengatakan semua daerah pasti menyediakan anggaran tersebut.
Hanya saja memang belum ada kata sepakat antara pemerintah daerah dengan KPUD terkait dengan jumlah anggaran. ”Kemarin kita katakan ada usulan KPUD yang tidak relevan dan tidak rasional. Membuat pemda melakukan rasionalisasi dengan prinsip kehati-hatian. Kan tidak semua usulan disetujui. Belum sepakat bukan berarti tidak sepakat. Usulan bisa tak terbatas, tapi kan kapasitas daerah terbatas. Ini perlu negosiasi,” jelas dia.
Dia mencontohkan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), yang disebut KPUD belum menyepakati anggaran pilkada. Menurutdia, setelahditelusuri ternyata hanya anggaran untuk kampanye yang belum disepakati. Berdasarkan konfirmasi yang diperoleh dari Pemda Banggai telah dilakukan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah(NPHD) pada tanggal18 Mei lalu sebesar Rp23miliar dari usulan KPUD Rp36 miliar.
Alokasi tersebut belum termasuk anggaran kampanye sebesar Rp7 miliar. Namun setelah dirasionalisasi muncul angka Rp 2,6 miliar.
Dian ramadhani/ Dita angga
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui tersendatnya proses tersebut merupakan imbas dari mandeknya pembahasan hingga pencairan anggaran di sejumlah daerah. ”KPU kabupaten/kota tidak punya anggaran cukup. Anggaran rutin mereka sudah tidak ada lagi karena sudah dibelanjakan. Sementara dana dari APBD belum cair,” ungkap Ketua KPU Husni Kamil Manik saat menggelar konferensi pers di Gedung KPU Jalan Imam Bonjol Jakarta kemarin.
Husni mencontohkan salah satu daerah yang menghadapi persoalan ini adalah Kabupaten Mentawai di Sumatera Barat. Menurut dia persoalan itu harus segera ditangani karena proses pencalonan pasangan independen telah dibuka. ”Ini sebabkan masih bermasalah proses rekrutmen,” kata Husni.
Menurut mantan anggota KPU Sumbar tersebut, persoalan yang menyebabkan terkendalanya pembentukan PPK dan PPS adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang pantas duduk di dua jabatan tersebut. Akibatnya KPU kabupaten/ kota kesulitan untuk mencari kandidatnya. ”Karena jumlah yang memenuhi syarat masih kurang, proses masih lanjut,” jelas Husni.
Akibatnya KPU pun menambah waktu pembentukan PPK dan PPS ini di daerah yang terkendala tersebut. ”Pembentukan sudah dari 17 April dan dibatasi perekrutan hingga 18 Mei 2015,” tandasnya. Selain kelambatan pembentukan PPK dan PPS, KPU juga mengonfirmasi jumlah daerah yang belum memiliki anggaran pilkada.
Setelah sebelumnya dikabarkan ada 16 daerah yang belum memastikan kesiapan anggarannya, saat ini jumlahnya tersisa 5 daerah. Menurut Hadar, 5 daerah tersebut masih bermasalah diproses kesepakatan awal. Kelimanya pun berpotensi tidak ikut pilkada apabila hingga proses pendaftaran anggaran yang dibutuhkan belum juga selesai dilaksanakan.
Adapun kelima daerah tersebut adalah Kabupaten Banggai (Sulawesi Tengah), Kabupaten Pegunungn Arfak, Kabupaten Manokwari Selatan (Papua Barat), Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan). Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnizar Moenek mengatakan semua daerah pasti menyediakan anggaran tersebut.
Hanya saja memang belum ada kata sepakat antara pemerintah daerah dengan KPUD terkait dengan jumlah anggaran. ”Kemarin kita katakan ada usulan KPUD yang tidak relevan dan tidak rasional. Membuat pemda melakukan rasionalisasi dengan prinsip kehati-hatian. Kan tidak semua usulan disetujui. Belum sepakat bukan berarti tidak sepakat. Usulan bisa tak terbatas, tapi kan kapasitas daerah terbatas. Ini perlu negosiasi,” jelas dia.
Dia mencontohkan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), yang disebut KPUD belum menyepakati anggaran pilkada. Menurutdia, setelahditelusuri ternyata hanya anggaran untuk kampanye yang belum disepakati. Berdasarkan konfirmasi yang diperoleh dari Pemda Banggai telah dilakukan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah(NPHD) pada tanggal18 Mei lalu sebesar Rp23miliar dari usulan KPUD Rp36 miliar.
Alokasi tersebut belum termasuk anggaran kampanye sebesar Rp7 miliar. Namun setelah dirasionalisasi muncul angka Rp 2,6 miliar.
Dian ramadhani/ Dita angga
(ftr)