Indonesia Digempur Merek Asing
A
A
A
JAKARTA - Indonesia menjadi pasar menggiurkan bagi produk-produk asing. Tanpa proteksi ketat dari pemerintah, merek-merek global itu terus leluasa menyasar konsumen Tanah Air. Situasi ini pun membuat brand lokal semakin tak berdaya.
Jika tidak ada upaya dan komitmen dari seluruh pihak, merek lokal dikhawatirkan bakal semakin kehilangan tempat di negeri sendiri. Apalagi saat pasar bebas ASEAN diberlakukan akhir tahun ini, gempuran brand asing diprediksi semakin tajam. ”Persaingan brand asing dengan lokal ibaratnya pertandingan petinju kelas berat melawan kelas bulu. Pertandingannya tidak imbang,” ujar Program Director Indonesia Brand Forum (IBF) Yuswohady dalam acara IBF di Balai Kartini, Jakarta, kemarin.
Yuswohady mengingatkan serbuan brand asing telah menyentuh semua lini kebutuhan konsumen Indonesia, mulai dari dapur, kamar mandi hingga air minum. Banyaknya produk asing itu praktis membuat merek lokal terpinggirkan. Brand-brand dalam negeri tak ubahnya kanker stadium empat.
CEO PT Kelola Mina Laut Mohammad Nadjikh sependapat bahwa merek lokal harus mampu bersaing dengan global. Justru akan lebih baik jika merek dalam negeri mampu menembus level dunia. CEO Martha Tilaar Group Bryan Tilaar mendukung perlunya kebangkitan merek Indonesia. ”Kita ingin menjadi nyonya rumah di negeri sendiri. Potensi dalam negeri dan luar negeri sangat besar. Inilah Indonesia, jiwa Merah Putih kita,” ungkapnya.
Staf Pengajar dan Peneliti PPM School of Management Wahyu T Setyobudi mengatakan, masuknya brand global tak bisa dinafikan sebagai imbas keterbukaan perdagangan internasional. Terpenting adalah bagaimana membangun merek yang kuat. Dalam pandangannya, merek-merek global telah berinvestasi sejak lama sebelum menjadi besar dan mapan. ”Kenapa merek tas terkenal seperti Hermes, Prada lebih dicari masyarakat kelas menengah kita? Sebab investasi mereka sudah sejak lama dilakukan,” katanya.
Dia melanjutkan, para pelaku usaha di Indonesia belum terlambat memulai penetrasi merek dan bersaing dengan pemain global. Setidaknya, menurut dia, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha. Pertama, mindset branding kepada seluruh pelaku bisnis dari level besar hingga level usaha mikro kecil dan menengah. Kedua, tetapkan kualitas yang tinggi. ”Selain itu membangun loyalitas dan menciptakan inovasi terusmenerus,” katanya.
Deklarasi Kebangkitan
Yuswohady mengungkapkan, penyelenggaraan IBF 2015 kembali menyerukan deklarasi kebangkitan merek Indonesia dengan tema Global Chaser untuk membangkitkan minat masyarakat Indonesia terhadap brand dalam negeri. ”Sudah saatnya kita mendengungkan nasionalisme konsumen karena ini spirit dari seluruh anak negeri untuk menggunakan merek lokal,” kata pengamat bisnis dan pakar pemasaran ini.
Deklarasi kebangkitan merek Indonesia mencakup lima hal. Pertama, negara harus hadir mengembangkan merek-merek nasional di tengah dominasi merek-merek asing. Kedua, membangun dan mengembangkan nasionalisme konsumen dengan kepercayaan diri tinggi untuk membeli, menggunakan, dan mengonsumsi merek- merek Indonesia.
”Bangsa Indonesia khususnya pelaku bisnis dan wirausaha harus berjuang keras dalam menciptakan nilai tambah (value added) terhadap komoditaskomoditas yang menjadi andalan Indonesia,” katanya. Selain itu, harus dikembangkan pendekatan Indonesia Inc dalam membangun merekmerek kokoh di pentas dunia dengan mengolaborasikan seluruh potensi kekuatan nasional baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Kelima, berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan merek Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Yuswohady meminta Indonesia tidak boleh puas hanya menjadi bangsa komoditas yang cuma bisa menjual bahan mentah bernilai tambah rendah seperti karet, kelapa sawit, dan minyak mentah. Indonesia harus menjadi bangsa yang piawai menciptakan merek-merek berdaya saing global.
Ini antara lain telah ditunjukkan sejumlah perusahaan yang sanggup menembus level dunia seperti Semen Indonesia, Telekom Indonesia, Sido Muncul, Garuda Food, Kalbe Farma, Martha Tilaar, dan Pertamina. Merekmerek dagang seperti Polygon, Yupi (permen karet), dan Indomie juga telah berkibar di mancanegara.
Peran Pemerintah Minim
Yuswahady mengingatkan bahwa menghadapi gempuran merek asing tidak bisa dilakukan oleh kalangan pebisnis sendiri. Peran negara mutlak harus ada. Lebihdari itu, perlu dihimpun kekuatan BUMN dan swasta nasional untuk masuk ke pasar-pasar di luar negeri. ”Membangun daya saing merek lokal bukan berarti memusuhi perusahaan dan merekglobal, tetapi secara cerdas bersinergi dan berkolaborasi dengan mereka,” jelasnya.
Direktur ETNOMARK Consulting Amalia E Maulana mengatakan, peran pemerintah dalam menjaga brand atau merek di dalam negeri hampir tak kelihatan. Pemerintah, menurut dia, hanya melihat brand atau merek lokal pada urutan paling bawah. ”Pemerintah masih melihat brand itu lewat pameran atau exhibition belaka. Mereka (pemerintah) tidak melihat nilai tambah dari sebuah merek. Itulah mengapa kita banyak ketinggalan. Padahal, jika diberi lahan, bukan tidak mungkin merek nasional kita sudah sangat mendunia,” ucapnya.
Pentingnya keterlibatan pemerintah dalam membangun brand lokal juga diungkapkan CEO PT Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat. Menurutnya pemerintah tidak bisa membiarkan pebisnis bekerja sendiri untuk membangun mereknya. Pemerintah bisa ikut campur tangan, antara lain dengan mengedukasi konsumen untuk menggunakan produk-produk dalam negeri. ”Misalnya pakaian batik, rajin minum jamu, itu bisa dilakukan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan, untuk membangun merek lokal yang kokoh, tentunya merek-merek tersebut harus berupa produk yang baik dan berkualitas. Widodo mengungkapkan, pemerintah tidak tinggal diam untuk membangun merek dalam negeri.
Saat ini pemerintah melalui kementerian intensif melakukan pembinaan terhadap industri dalam negeri agar bisa menghasilkan barang berkualitas, efisien, dan memiliki daya saing. ”Kita juga mengedukasi konsumen supaya konsumen kita itu cerdas, mandiri, dan cinta produk dalam negeri, tetapi harus memiliki jiwa nasionalisme tinggi,” ujarnya.
Widodo juga mengimbau jika ternyata produknya serupa antara produk lokal dan produk luar negeri, tetapidari segi harga lebih murah produk luar negeri, sebaiknya membeli produk dalam negeri. ”Kalau konsumen Indonesia melakukan hal yang sama tentu akan menumbuhkan industri dalam negeri,” jelasnya.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
Jika tidak ada upaya dan komitmen dari seluruh pihak, merek lokal dikhawatirkan bakal semakin kehilangan tempat di negeri sendiri. Apalagi saat pasar bebas ASEAN diberlakukan akhir tahun ini, gempuran brand asing diprediksi semakin tajam. ”Persaingan brand asing dengan lokal ibaratnya pertandingan petinju kelas berat melawan kelas bulu. Pertandingannya tidak imbang,” ujar Program Director Indonesia Brand Forum (IBF) Yuswohady dalam acara IBF di Balai Kartini, Jakarta, kemarin.
Yuswohady mengingatkan serbuan brand asing telah menyentuh semua lini kebutuhan konsumen Indonesia, mulai dari dapur, kamar mandi hingga air minum. Banyaknya produk asing itu praktis membuat merek lokal terpinggirkan. Brand-brand dalam negeri tak ubahnya kanker stadium empat.
CEO PT Kelola Mina Laut Mohammad Nadjikh sependapat bahwa merek lokal harus mampu bersaing dengan global. Justru akan lebih baik jika merek dalam negeri mampu menembus level dunia. CEO Martha Tilaar Group Bryan Tilaar mendukung perlunya kebangkitan merek Indonesia. ”Kita ingin menjadi nyonya rumah di negeri sendiri. Potensi dalam negeri dan luar negeri sangat besar. Inilah Indonesia, jiwa Merah Putih kita,” ungkapnya.
Staf Pengajar dan Peneliti PPM School of Management Wahyu T Setyobudi mengatakan, masuknya brand global tak bisa dinafikan sebagai imbas keterbukaan perdagangan internasional. Terpenting adalah bagaimana membangun merek yang kuat. Dalam pandangannya, merek-merek global telah berinvestasi sejak lama sebelum menjadi besar dan mapan. ”Kenapa merek tas terkenal seperti Hermes, Prada lebih dicari masyarakat kelas menengah kita? Sebab investasi mereka sudah sejak lama dilakukan,” katanya.
Dia melanjutkan, para pelaku usaha di Indonesia belum terlambat memulai penetrasi merek dan bersaing dengan pemain global. Setidaknya, menurut dia, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha. Pertama, mindset branding kepada seluruh pelaku bisnis dari level besar hingga level usaha mikro kecil dan menengah. Kedua, tetapkan kualitas yang tinggi. ”Selain itu membangun loyalitas dan menciptakan inovasi terusmenerus,” katanya.
Deklarasi Kebangkitan
Yuswohady mengungkapkan, penyelenggaraan IBF 2015 kembali menyerukan deklarasi kebangkitan merek Indonesia dengan tema Global Chaser untuk membangkitkan minat masyarakat Indonesia terhadap brand dalam negeri. ”Sudah saatnya kita mendengungkan nasionalisme konsumen karena ini spirit dari seluruh anak negeri untuk menggunakan merek lokal,” kata pengamat bisnis dan pakar pemasaran ini.
Deklarasi kebangkitan merek Indonesia mencakup lima hal. Pertama, negara harus hadir mengembangkan merek-merek nasional di tengah dominasi merek-merek asing. Kedua, membangun dan mengembangkan nasionalisme konsumen dengan kepercayaan diri tinggi untuk membeli, menggunakan, dan mengonsumsi merek- merek Indonesia.
”Bangsa Indonesia khususnya pelaku bisnis dan wirausaha harus berjuang keras dalam menciptakan nilai tambah (value added) terhadap komoditaskomoditas yang menjadi andalan Indonesia,” katanya. Selain itu, harus dikembangkan pendekatan Indonesia Inc dalam membangun merekmerek kokoh di pentas dunia dengan mengolaborasikan seluruh potensi kekuatan nasional baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Kelima, berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan merek Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Yuswohady meminta Indonesia tidak boleh puas hanya menjadi bangsa komoditas yang cuma bisa menjual bahan mentah bernilai tambah rendah seperti karet, kelapa sawit, dan minyak mentah. Indonesia harus menjadi bangsa yang piawai menciptakan merek-merek berdaya saing global.
Ini antara lain telah ditunjukkan sejumlah perusahaan yang sanggup menembus level dunia seperti Semen Indonesia, Telekom Indonesia, Sido Muncul, Garuda Food, Kalbe Farma, Martha Tilaar, dan Pertamina. Merekmerek dagang seperti Polygon, Yupi (permen karet), dan Indomie juga telah berkibar di mancanegara.
Peran Pemerintah Minim
Yuswahady mengingatkan bahwa menghadapi gempuran merek asing tidak bisa dilakukan oleh kalangan pebisnis sendiri. Peran negara mutlak harus ada. Lebihdari itu, perlu dihimpun kekuatan BUMN dan swasta nasional untuk masuk ke pasar-pasar di luar negeri. ”Membangun daya saing merek lokal bukan berarti memusuhi perusahaan dan merekglobal, tetapi secara cerdas bersinergi dan berkolaborasi dengan mereka,” jelasnya.
Direktur ETNOMARK Consulting Amalia E Maulana mengatakan, peran pemerintah dalam menjaga brand atau merek di dalam negeri hampir tak kelihatan. Pemerintah, menurut dia, hanya melihat brand atau merek lokal pada urutan paling bawah. ”Pemerintah masih melihat brand itu lewat pameran atau exhibition belaka. Mereka (pemerintah) tidak melihat nilai tambah dari sebuah merek. Itulah mengapa kita banyak ketinggalan. Padahal, jika diberi lahan, bukan tidak mungkin merek nasional kita sudah sangat mendunia,” ucapnya.
Pentingnya keterlibatan pemerintah dalam membangun brand lokal juga diungkapkan CEO PT Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat. Menurutnya pemerintah tidak bisa membiarkan pebisnis bekerja sendiri untuk membangun mereknya. Pemerintah bisa ikut campur tangan, antara lain dengan mengedukasi konsumen untuk menggunakan produk-produk dalam negeri. ”Misalnya pakaian batik, rajin minum jamu, itu bisa dilakukan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan, untuk membangun merek lokal yang kokoh, tentunya merek-merek tersebut harus berupa produk yang baik dan berkualitas. Widodo mengungkapkan, pemerintah tidak tinggal diam untuk membangun merek dalam negeri.
Saat ini pemerintah melalui kementerian intensif melakukan pembinaan terhadap industri dalam negeri agar bisa menghasilkan barang berkualitas, efisien, dan memiliki daya saing. ”Kita juga mengedukasi konsumen supaya konsumen kita itu cerdas, mandiri, dan cinta produk dalam negeri, tetapi harus memiliki jiwa nasionalisme tinggi,” ujarnya.
Widodo juga mengimbau jika ternyata produknya serupa antara produk lokal dan produk luar negeri, tetapidari segi harga lebih murah produk luar negeri, sebaiknya membeli produk dalam negeri. ”Kalau konsumen Indonesia melakukan hal yang sama tentu akan menumbuhkan industri dalam negeri,” jelasnya.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
(ftr)