Kriteria Abdullah Hehamahua Soal Pansel Calon Pemimpin KPK
A
A
A
JAKARTA - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua disebut-sebut satu di antara calon yang masuk dalam bursa Panitia seleksi (Pansel) Calon pemimpin (Capim) KPK.
Saat dikonfirmasi kebenarannya, Abdullah nampak tak ingin terlampau percaya diri. Namun dirinya mengaku punya syarat tersendiri apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar memasukkannya dalam tim Pansel KPK.
"Pertama, mengusulkan syarat administrasi yang ketat bagi calon pimpinan KPK," kata Abdullah saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Selanjutnya, syarat kedua kata Abdullah yakni mengusulkan waktu yang lama guna tracking calon pemimpin KPK. "Minimal satu bulan dengan melibatkan semua pihak dalam memberi laporan dan aduan," ujarnya.
Lamanya proses tracking lantaran menurut Abdullah ada banyak yang harus ditelusuri. Mulai dari riwayat pendidikan, aktivitas, dan prestasi sejak SMU, universitas, sampai pekerjaan terakhir.
"Selain itu, latar orangtua, mertua, besan, saudara dan ipar yang terlibat dalam tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Poin-poin yang dimaksud dinilainya penting guna mengetahui apakah calon pernah cacat secara moral dalam bermasyarakat atau pernah melanggar kode etik di tempat calon bekerja.
Adapun yang paling terbaru, Abdullah menginginkan adanya scanning otak bagi para Capim KPK. "Jika anggaran memungkinkan, saya mengusulkan agar dilakukan scanning otak bagi calon yang sudah sampai tahap wawancara," tuturnya.
Selain ketiga syarat tersebut, Abdullah juga ingin Capim KPK lolos syarat administrasi seperti calon yang pernah berkecimpung di partai politik sebaiknya mencalonkan diri setelah tidak aktif selama 10 tahun.
Kemudian, bagi semua calon menandatangani pernyataan selama 4 tahun tidak berhenti serta tidak diperkenankan menerima tawaran jabatan publik. "Terkecuali karena meninggal, sakit yang parah atau terkena tindak pidana," ucap Abdullah.
Tak hanya itu, setelah masa jabatan selesai semua calon berjanji untuk tidak menerima jabatan publik paling cepat satu tahun.
"Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi konflik kepentingan diantara Komisioner dengan BUMN/BUMD maupun Kementerian tertentu," tuturnya.
"Syarat administrasi lain, calon tidak pernah menjadi lawyer atau saksi ahli yang membela koruptor," tutupnya.
Saat dikonfirmasi kebenarannya, Abdullah nampak tak ingin terlampau percaya diri. Namun dirinya mengaku punya syarat tersendiri apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar memasukkannya dalam tim Pansel KPK.
"Pertama, mengusulkan syarat administrasi yang ketat bagi calon pimpinan KPK," kata Abdullah saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Selanjutnya, syarat kedua kata Abdullah yakni mengusulkan waktu yang lama guna tracking calon pemimpin KPK. "Minimal satu bulan dengan melibatkan semua pihak dalam memberi laporan dan aduan," ujarnya.
Lamanya proses tracking lantaran menurut Abdullah ada banyak yang harus ditelusuri. Mulai dari riwayat pendidikan, aktivitas, dan prestasi sejak SMU, universitas, sampai pekerjaan terakhir.
"Selain itu, latar orangtua, mertua, besan, saudara dan ipar yang terlibat dalam tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Poin-poin yang dimaksud dinilainya penting guna mengetahui apakah calon pernah cacat secara moral dalam bermasyarakat atau pernah melanggar kode etik di tempat calon bekerja.
Adapun yang paling terbaru, Abdullah menginginkan adanya scanning otak bagi para Capim KPK. "Jika anggaran memungkinkan, saya mengusulkan agar dilakukan scanning otak bagi calon yang sudah sampai tahap wawancara," tuturnya.
Selain ketiga syarat tersebut, Abdullah juga ingin Capim KPK lolos syarat administrasi seperti calon yang pernah berkecimpung di partai politik sebaiknya mencalonkan diri setelah tidak aktif selama 10 tahun.
Kemudian, bagi semua calon menandatangani pernyataan selama 4 tahun tidak berhenti serta tidak diperkenankan menerima tawaran jabatan publik. "Terkecuali karena meninggal, sakit yang parah atau terkena tindak pidana," ucap Abdullah.
Tak hanya itu, setelah masa jabatan selesai semua calon berjanji untuk tidak menerima jabatan publik paling cepat satu tahun.
"Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi konflik kepentingan diantara Komisioner dengan BUMN/BUMD maupun Kementerian tertentu," tuturnya.
"Syarat administrasi lain, calon tidak pernah menjadi lawyer atau saksi ahli yang membela koruptor," tutupnya.
(maf)