Protes Keras Golkar Agung Atas Putusan PTUN
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono menyebut negara dalam bahaya menyusul adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), terkait Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Negara dalam bahaya, hukum jadi komoditas, bukan lagi tempat untuk tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum," kata Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Agun Gunandjar kepada Sindonews, Rabu (20/5/2015).
Menurut Agun, hal ini terlihat dari putusan PTUN atas dua perkara itu. Pasalnya, objek perkara yang ditangani bukan objek perkara PTUN pada umumnya selama ini yang selama ada.
"Seperti keputusan gubernur, bupati, wali kota, atau keputusan menteri yang terkait secara langsung dengan jabatannya," terangnya.
Dia menilai, saat ini objek perkara ialah partai politik (parpol) yang menurutnya menyangkut kelangsungan hidup orang banyak yang berkumpul dalam wadah parpol.
"Yang pemerintah pun sudah dilarang intervensi, karena ini menyangkut kedaulatan partai, makanya dibentuk mahkamah partai yang punya putusan final dan mengikat hanya untuk satu hal yakni sengketa kepengurusan, karena ini menyangkut prinsip kedaulatan rakyat, yang dlm UU parpol dirumuskan menjadi kedaulatan anggota partai," terangnya.
Lanjut dia, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) saja hanya di beri kewenangan pengesahan pendaftaran yang memverifikasi mengacu pada Undang-undang (UU) Parpol itu.
"Di luar sengketa kepengurusan Pengadilan Negeri (PN) bisa menanganinya seperti dalam hal pemecatan, keuangan partai dan sebagainya seperti diatur dalam UU Parpol. Terkait dengan negara, karena keputusan Menkumham adalah keputusan Pemerintah (Negara) yang harus hadir dalam konteks tujuan negara," tuturnya.
"Kalau keberadaan partai ditangani seperti yang diputuskan PTUN seperti ini, ini justru intervensi kekuasaan yudikatif terhadap prinsip kedaulatan rakyat, intervensi Majelis PTUN terhadap keputusan negara yang melindungi hak kedaulatan suatu partai politik, Ini berbahaya bagi kelangsungan kedaulatan partai, proses demokrasi, dan berdampak pada kekacauan politik dan demokrasi," pungkasnya.
"Negara dalam bahaya, hukum jadi komoditas, bukan lagi tempat untuk tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum," kata Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Agun Gunandjar kepada Sindonews, Rabu (20/5/2015).
Menurut Agun, hal ini terlihat dari putusan PTUN atas dua perkara itu. Pasalnya, objek perkara yang ditangani bukan objek perkara PTUN pada umumnya selama ini yang selama ada.
"Seperti keputusan gubernur, bupati, wali kota, atau keputusan menteri yang terkait secara langsung dengan jabatannya," terangnya.
Dia menilai, saat ini objek perkara ialah partai politik (parpol) yang menurutnya menyangkut kelangsungan hidup orang banyak yang berkumpul dalam wadah parpol.
"Yang pemerintah pun sudah dilarang intervensi, karena ini menyangkut kedaulatan partai, makanya dibentuk mahkamah partai yang punya putusan final dan mengikat hanya untuk satu hal yakni sengketa kepengurusan, karena ini menyangkut prinsip kedaulatan rakyat, yang dlm UU parpol dirumuskan menjadi kedaulatan anggota partai," terangnya.
Lanjut dia, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) saja hanya di beri kewenangan pengesahan pendaftaran yang memverifikasi mengacu pada Undang-undang (UU) Parpol itu.
"Di luar sengketa kepengurusan Pengadilan Negeri (PN) bisa menanganinya seperti dalam hal pemecatan, keuangan partai dan sebagainya seperti diatur dalam UU Parpol. Terkait dengan negara, karena keputusan Menkumham adalah keputusan Pemerintah (Negara) yang harus hadir dalam konteks tujuan negara," tuturnya.
"Kalau keberadaan partai ditangani seperti yang diputuskan PTUN seperti ini, ini justru intervensi kekuasaan yudikatif terhadap prinsip kedaulatan rakyat, intervensi Majelis PTUN terhadap keputusan negara yang melindungi hak kedaulatan suatu partai politik, Ini berbahaya bagi kelangsungan kedaulatan partai, proses demokrasi, dan berdampak pada kekacauan politik dan demokrasi," pungkasnya.
(maf)