Suka Tak Suka Menkumham Harus Jalankan Putusan Presiden
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengingatkan agar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, tidak seenaknya dalam menentukan pejabat di kementeriannya tanpa persetujuan presiden.
Menurut Margarito, dalam menentukan pejabat esselon 1, menteri hanya punya hak mengajukan ke presiden, bukan menentukan.
Pengajuan tersebut, jelas Margarito, juga berdasarkan hasil TPA yang merupakan langkah fit and proper test. Hasilnya kemudian sebanyak tiga orang diajukan ke presiden.
"Dari situ, presiden memilih satu orang melalui Keppres (keputusan presiden) yang dikeluarkan. Menteri tidak bisa menolak Keppres itu, karena Keppres itu sifatnya mengikat," kata Margarito saat dihubungi wartawan, Senin (18/5/2015).
Bila ada menteri tidak menjalankan Keppres, kata Margarito, berarti menteri tersebut telah melanggar UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Nomor 20 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU Aparatur Sipil Pemerintahan Nomor 5 tahun 2014.
Margarito mencontohkan Dirjen Imigrasi yang sudah mendapatkan Keppres dari Presiden. Keppres bernomor 766P/XII/2014 menetapkan nama Bambang Widodo sebagai Dirjen Imigrasi sejak Desember 2014 lalu.
Namun meskipun sudah mendapatkan Keppres, Yasonna Laoly tidak mau melantik Bambang Widodo. Alasannya, dia disebut-sebut memiliki calon lain di luar Bambang Widodo.
Bahkan, saat ini Yasonna Laoly justru bukannya melantik Bambang Widodo yang sudah ditetapkan melalui Keppres. Yasonna malah melakukan open biding untuk merekrut kembali Dirjen Imigrasi. Open biding ini tak lain hanya untuk meloloskan calon yang diinginkannya.
Menurut Margarito, apa yang dilakukan Yasonna Laoly ini jelas melanggar hukum sebagaimana dalam tiga UU di atas. Yasonna kata dia, juga melawan presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
"(Penolakan melantik) itu jelas melanggar. Apalagi sampai melakukan open biding lagi, padahal yang sebelumnya belum dilantik. Itu enggak bisa. Meskipun bukan yang dijagokan, menteri tetap harus melantik. Suka tidak suka, Keppres itu harus dijalankan oleh menteri, tidak boleh tidak," jelasnya.
"Kalau tetap masih ngotot tak mau melantik, presiden harus mengambil tindakan dan memberi teguran. Presiden juga punya hak untuk memberhentikan menteri bersangkutan, karena mereka cuma pembantu presiden," pungkasnya.
Menurut Margarito, dalam menentukan pejabat esselon 1, menteri hanya punya hak mengajukan ke presiden, bukan menentukan.
Pengajuan tersebut, jelas Margarito, juga berdasarkan hasil TPA yang merupakan langkah fit and proper test. Hasilnya kemudian sebanyak tiga orang diajukan ke presiden.
"Dari situ, presiden memilih satu orang melalui Keppres (keputusan presiden) yang dikeluarkan. Menteri tidak bisa menolak Keppres itu, karena Keppres itu sifatnya mengikat," kata Margarito saat dihubungi wartawan, Senin (18/5/2015).
Bila ada menteri tidak menjalankan Keppres, kata Margarito, berarti menteri tersebut telah melanggar UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Nomor 20 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU Aparatur Sipil Pemerintahan Nomor 5 tahun 2014.
Margarito mencontohkan Dirjen Imigrasi yang sudah mendapatkan Keppres dari Presiden. Keppres bernomor 766P/XII/2014 menetapkan nama Bambang Widodo sebagai Dirjen Imigrasi sejak Desember 2014 lalu.
Namun meskipun sudah mendapatkan Keppres, Yasonna Laoly tidak mau melantik Bambang Widodo. Alasannya, dia disebut-sebut memiliki calon lain di luar Bambang Widodo.
Bahkan, saat ini Yasonna Laoly justru bukannya melantik Bambang Widodo yang sudah ditetapkan melalui Keppres. Yasonna malah melakukan open biding untuk merekrut kembali Dirjen Imigrasi. Open biding ini tak lain hanya untuk meloloskan calon yang diinginkannya.
Menurut Margarito, apa yang dilakukan Yasonna Laoly ini jelas melanggar hukum sebagaimana dalam tiga UU di atas. Yasonna kata dia, juga melawan presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
"(Penolakan melantik) itu jelas melanggar. Apalagi sampai melakukan open biding lagi, padahal yang sebelumnya belum dilantik. Itu enggak bisa. Meskipun bukan yang dijagokan, menteri tetap harus melantik. Suka tidak suka, Keppres itu harus dijalankan oleh menteri, tidak boleh tidak," jelasnya.
"Kalau tetap masih ngotot tak mau melantik, presiden harus mengambil tindakan dan memberi teguran. Presiden juga punya hak untuk memberhentikan menteri bersangkutan, karena mereka cuma pembantu presiden," pungkasnya.
(maf)