KPK Disarankan Ubah Penyidikan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengubah prosedur standar operasional penyelidikan dan penyidikan. Pengubahan itu diperlukan sebagai antisipasi gugatan praperadilan yang diajukan para tersangka korupsi.
Mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Pangabean mengatakan, KPK harus mempelajari putusan praperadilan terhadap mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin untuk menentukan sikap. Di sisi lain, ada langkah ekstrem yang seharusnya dilakukan KPK. “Dipelajari dulu, nanti kalau harus begitu, nanti KPK harus mengubah lagi SOP-nya,” kata Tumpak di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurut dia, pengubahan SOP penyelidikan dan penyidikan sebenarnya tidak hanya berdasar pada putusan praperadilan Ilham Arief saja. Sebab ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan penetapan tersangka dalam objek praperadilan disertai dua alat bukti di tahap penyidikan.
Pengubahan paling krusial, menurut Tumpak, berkaitan dengan bagaimana cara memperoleh bukti permulaan atau dua alat bukti yang cukup seperti yang dimaksud dalam putusan MK itu. “Diperoleh secara sah itu bagaimana maksudnya? Adapun KPK sendiri dalam UU-nya memperoleh bukti yang cukup itu adalah di penyelidikan, bukan di penyidikan. Kalau diperoleh di penyelidikan mungkin dianggap belum sah. Jadikita harus mengubah, disesuaikan dengan putusan MK,” ujarnya.
Sebenarnya, menurut Tumpak, praperadilan tidak menunjukkan dan menjabarkan alat bukti penetapan tersangka seperti yang dilakukan hakim tunggal PN Jaksel Yuningtyas Upiek Kartikawati dalam putusan praperadilan Ilham Arief. Menurut dia, jika sudah sampai ke situ, berarti sudah menyangkut masalah substansi pokok perkara.
Padahal, penjabaran pokok perkara ada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis menilai, harus diakui KPK tidak bisa menunjukkanduaalat buktiataspenetapan tersangka Ilham Arief. Dengan begitu, hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan praperadilan Ilham Arief.
Seharusnya, menurut Margarito, dalam sidang penyelidik atau penyidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi bisa menunjukkan secara gamblang dua alat buktinya. “Cukup itu dua alat bukti. Ada keterangan saksi, ini ada suratsuratnya, selesai,” kata Margarito. Penunjukan dua alat bukti itu harus dilakukan karena hakim tunggal tidak akan menguji keterangan saksi ataupun ahli kala penyidikan kasusnya.
Yang juga diperlukan majelis hakim adalah benar ada berita acara pemeriksaan (BAP) saksi yang asli, berapa orang yang diperiksa, semisal ada lima orang, dan ada dokumen surat-surat asli. Jadi sekali lagi, menurutnya, yang diperlukan KPK dalam praperadilan itu hanya menunjukkan semua alat bukti.
“Ini loh kami punya keterangan saksi X, saksi W dari jam sekian sampai jam sekian, tanggal sekian. Kami telah mengambil keterangan ahli X dari jam sekian sampai jam sekian, tanggal sekian. Lalu, ini loh ada satu surat satu bundel. Jadi sah. Sudah sebatas itu. Tidak diperdebatkan dari mana kau dapat saksi itu, dari mana kau dapat keterangan,” paparnya.
Nasiruddin Pasigai selaku kuasa hukum Ilham Arief mengaku, setelah putusan gugatan praperadilan belum ada langkah pemulihan harkat dan martabat kliennya yang dilakukan KPK meski hal itu ada dalam putusan. Nasiruddin mengaku belum mau menanggapi tiga opsi yang tengah dibahas KPK.
Pasalnya, sampai kemarin KPK belum mengambil tindakan konkret mengenai hal itu. “Kalau kami, untuk sementara hanya menunggu bagaimana kebijaksanaan dari KPK,” ujar Nasiruddin.
Sabir laluhu
Mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Pangabean mengatakan, KPK harus mempelajari putusan praperadilan terhadap mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin untuk menentukan sikap. Di sisi lain, ada langkah ekstrem yang seharusnya dilakukan KPK. “Dipelajari dulu, nanti kalau harus begitu, nanti KPK harus mengubah lagi SOP-nya,” kata Tumpak di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurut dia, pengubahan SOP penyelidikan dan penyidikan sebenarnya tidak hanya berdasar pada putusan praperadilan Ilham Arief saja. Sebab ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan penetapan tersangka dalam objek praperadilan disertai dua alat bukti di tahap penyidikan.
Pengubahan paling krusial, menurut Tumpak, berkaitan dengan bagaimana cara memperoleh bukti permulaan atau dua alat bukti yang cukup seperti yang dimaksud dalam putusan MK itu. “Diperoleh secara sah itu bagaimana maksudnya? Adapun KPK sendiri dalam UU-nya memperoleh bukti yang cukup itu adalah di penyelidikan, bukan di penyidikan. Kalau diperoleh di penyelidikan mungkin dianggap belum sah. Jadikita harus mengubah, disesuaikan dengan putusan MK,” ujarnya.
Sebenarnya, menurut Tumpak, praperadilan tidak menunjukkan dan menjabarkan alat bukti penetapan tersangka seperti yang dilakukan hakim tunggal PN Jaksel Yuningtyas Upiek Kartikawati dalam putusan praperadilan Ilham Arief. Menurut dia, jika sudah sampai ke situ, berarti sudah menyangkut masalah substansi pokok perkara.
Padahal, penjabaran pokok perkara ada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis menilai, harus diakui KPK tidak bisa menunjukkanduaalat buktiataspenetapan tersangka Ilham Arief. Dengan begitu, hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan praperadilan Ilham Arief.
Seharusnya, menurut Margarito, dalam sidang penyelidik atau penyidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi bisa menunjukkan secara gamblang dua alat buktinya. “Cukup itu dua alat bukti. Ada keterangan saksi, ini ada suratsuratnya, selesai,” kata Margarito. Penunjukan dua alat bukti itu harus dilakukan karena hakim tunggal tidak akan menguji keterangan saksi ataupun ahli kala penyidikan kasusnya.
Yang juga diperlukan majelis hakim adalah benar ada berita acara pemeriksaan (BAP) saksi yang asli, berapa orang yang diperiksa, semisal ada lima orang, dan ada dokumen surat-surat asli. Jadi sekali lagi, menurutnya, yang diperlukan KPK dalam praperadilan itu hanya menunjukkan semua alat bukti.
“Ini loh kami punya keterangan saksi X, saksi W dari jam sekian sampai jam sekian, tanggal sekian. Kami telah mengambil keterangan ahli X dari jam sekian sampai jam sekian, tanggal sekian. Lalu, ini loh ada satu surat satu bundel. Jadi sah. Sudah sebatas itu. Tidak diperdebatkan dari mana kau dapat saksi itu, dari mana kau dapat keterangan,” paparnya.
Nasiruddin Pasigai selaku kuasa hukum Ilham Arief mengaku, setelah putusan gugatan praperadilan belum ada langkah pemulihan harkat dan martabat kliennya yang dilakukan KPK meski hal itu ada dalam putusan. Nasiruddin mengaku belum mau menanggapi tiga opsi yang tengah dibahas KPK.
Pasalnya, sampai kemarin KPK belum mengambil tindakan konkret mengenai hal itu. “Kalau kami, untuk sementara hanya menunggu bagaimana kebijaksanaan dari KPK,” ujar Nasiruddin.
Sabir laluhu
(ftr)