DPR Minta Jokowi Pimpin Langsung Bersih-bersih Kepabeanan
A
A
A
JAKARTA - DPR meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memanggil Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro beserta seluruh jajarannya.
Pemanggilan itu dinilai perlu untuk membicarakan cara menghentikan bocornya pemasukan negara melalui cukai akibat aktivitas impor barang ilegal.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, semua juga paham bahwa soal impor komoditas seperti daging dikuasai oleh mafia, terbukti berkali-kali kasus demikian terjadi.
Mafia impor tersebut terus bertahan karena melibatkan kekuatan penting di republik ini, dan selama ini tak pernah tuntas pengungkapan hingga ke akarnya.
Menurut Trimedya, masalah mafia impor adalah urusan sederhana jika pemerintah serius dan tak ada elite negara bermain. Di mana Direktorat jenderal Bea Cukai (DJBC) sebagai garda terdepan di pintu importasi barang harus memperketat pengawasan.
"Untuk itu, sebaiknya presiden segera memanggil Menteri Keuangan bersama jajarannya seperti Dirjen Bea Cukai, kemudian Kapolri, BIN, bahkan KPK untuk menuntaskan ini, Menkopolhukam dilibatkan untuk menuntaskan ini," ujar Trimedya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 10 Maret 2016.
Dia berpendapat, upaya menuntaskan mafia impor nantinya tak seperti pemadam kebakaran. Artinya, gerakannya harus mampu membersihkan sampai ke akarnya.
"Bukan hanya impor daging, tapi juga lain. Ini ada sindikat dan mafia, harus dibongkar, apa yang dulu terjadi dengan mantan Presiden PKS juga sudah membuktikan, ini yang harus benar-benar dituntaskan," imbuh Trimedya.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi tak akan pusing jika mafia impor itu diberantas, karena potensi pemasukan negara dapat diselamatkan. "Potensi pemasukan negara dari impor ini besar sekali. Makanya Pemerintah harus sungguh-sungguh," katanya.
Trimedya juga mendukung bila KPK dilibatkan untuk memberikan semacam terapi kejut atau shock theraphy di sektor importasi komoditas dimaksud. "Kalau ada mau upaya shock therapy, misalnya dilakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) di bagian itu, ya bagus," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dari OTT itu KPK dapat mengungkap siapa sebenarnya jaringan mafia itu. "Kalau dulu Fathanah, apa ada pemain lagi? Pasti ada mafianya karena keuntungannya besar sekali dari impor ilegal," ucapnya.
Diketahui, impor daging ilegal dari India itu pertama kali diungkap oleh Anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun, yang meminta KPK RI mengawasi DJBC. Pada 6 Januari 2016, kapal masuk pelabuhan Tanjung Priok membawa 7 kontainer yang diduga berisi daging dari India.
Dalam dokumen disebutkan bahwa isi kontainer adalah kulit olahan (wet blue), namun petugas DJBC mencurigainya. Sebab kulit itu berada di dalam kontainer dengan pendingin mencapai 20 derajat Celcius.
Masih menurut laporan DJBC, pada 7 Januari 2016, kantor Bea Cukai menerbitkan nota hasil intelijen (NHI). Pada 22 Januari 2016, kontainer itu baru dibongkar di gudang milik importer di Cileungsi, Bogor. Hasilnya, petugas BC menemukan daging sapi beku. Lantas gudang itu disegel.
Pemanggilan itu dinilai perlu untuk membicarakan cara menghentikan bocornya pemasukan negara melalui cukai akibat aktivitas impor barang ilegal.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, semua juga paham bahwa soal impor komoditas seperti daging dikuasai oleh mafia, terbukti berkali-kali kasus demikian terjadi.
Mafia impor tersebut terus bertahan karena melibatkan kekuatan penting di republik ini, dan selama ini tak pernah tuntas pengungkapan hingga ke akarnya.
Menurut Trimedya, masalah mafia impor adalah urusan sederhana jika pemerintah serius dan tak ada elite negara bermain. Di mana Direktorat jenderal Bea Cukai (DJBC) sebagai garda terdepan di pintu importasi barang harus memperketat pengawasan.
"Untuk itu, sebaiknya presiden segera memanggil Menteri Keuangan bersama jajarannya seperti Dirjen Bea Cukai, kemudian Kapolri, BIN, bahkan KPK untuk menuntaskan ini, Menkopolhukam dilibatkan untuk menuntaskan ini," ujar Trimedya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 10 Maret 2016.
Dia berpendapat, upaya menuntaskan mafia impor nantinya tak seperti pemadam kebakaran. Artinya, gerakannya harus mampu membersihkan sampai ke akarnya.
"Bukan hanya impor daging, tapi juga lain. Ini ada sindikat dan mafia, harus dibongkar, apa yang dulu terjadi dengan mantan Presiden PKS juga sudah membuktikan, ini yang harus benar-benar dituntaskan," imbuh Trimedya.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi tak akan pusing jika mafia impor itu diberantas, karena potensi pemasukan negara dapat diselamatkan. "Potensi pemasukan negara dari impor ini besar sekali. Makanya Pemerintah harus sungguh-sungguh," katanya.
Trimedya juga mendukung bila KPK dilibatkan untuk memberikan semacam terapi kejut atau shock theraphy di sektor importasi komoditas dimaksud. "Kalau ada mau upaya shock therapy, misalnya dilakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) di bagian itu, ya bagus," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dari OTT itu KPK dapat mengungkap siapa sebenarnya jaringan mafia itu. "Kalau dulu Fathanah, apa ada pemain lagi? Pasti ada mafianya karena keuntungannya besar sekali dari impor ilegal," ucapnya.
Diketahui, impor daging ilegal dari India itu pertama kali diungkap oleh Anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun, yang meminta KPK RI mengawasi DJBC. Pada 6 Januari 2016, kapal masuk pelabuhan Tanjung Priok membawa 7 kontainer yang diduga berisi daging dari India.
Dalam dokumen disebutkan bahwa isi kontainer adalah kulit olahan (wet blue), namun petugas DJBC mencurigainya. Sebab kulit itu berada di dalam kontainer dengan pendingin mencapai 20 derajat Celcius.
Masih menurut laporan DJBC, pada 7 Januari 2016, kantor Bea Cukai menerbitkan nota hasil intelijen (NHI). Pada 22 Januari 2016, kontainer itu baru dibongkar di gudang milik importer di Cileungsi, Bogor. Hasilnya, petugas BC menemukan daging sapi beku. Lantas gudang itu disegel.
(maf)