Daan Mogot: Namanya Jadi Nama Jalan, Gugur di Usia Muda
loading...
![Daan Mogot: Namanya...](https://pict.sindonews.net/webp/732/pena/news/2022/11/28/14/953597/daan-mogot-namanya-jadi-nama-jalan-gugur-di-usia-muda-lfc.webp)
Pahlawan Nasional Mayor Daan Mogot atau Elias Daniel Mogot. Foto/Istimewa
A
A
A
JAKARTA - Jalan Daan Mogot merupakan salah satu jalan raya yang cukup padat di DKI Jakarta. Nama jalan sepanjang 27,5 kilometer dari Grogol, Jakarta Barat hingga Sukarasa, Tangerang Selatan ini diambil dari sosok pahlawan nasional bernama lengkap Elias Daniel Mogot.
Pria kelahiran Manado, 28 Desember 1928 itu adalah anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang. Perwira militer itu gugur di usia muda, 18 tahun pada 25 Januari 1946 dengan pangkat terakhir mayor.
Daan Mogot gugur dalam pertempuran Lengkong. Untuk mengingatkan sejarah perjuangan Mayor Daan Mogot bersama rekan-rekannya, didirikan dua tempat bersejarah, Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna di Jalan Daan Mogot dan Monumen Palagan Lengkong.
Adapun Monumen Palagan Lengkong berada di sisi lapangan Golf BSD, Jalan Bukit Golf Utara, Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Area monumen itu hanya sekitar 500 meter persegi.
Terdapat juga sebuah bangunan berbentuk rumah di dalamnya. Rumah tersebut disebutkan sebagai tempat berlangsungnya negosiasi terakhir Mayor Daan Mogot dengan pasukan Jepang.
![Daan Mogot: Namanya Jadi Nama Jalan, Gugur di Usia Muda]()
Foto/MPI/Hambali
Bentuknya sangat sederhana, terdapat 2 kamar kecil dan 2 ruang utama. Berdasarkan sejarah, rumah itu sempat dijadikan markas persinggahan sementara tentara Jepang periode 1945-1946.
Monumen itu menggambarkan peristiwa pertempuran antara pasukan Mayor Daan Mogot melawan tentara Jepang pada Jumat 25 Januari 1946. Dari pihak Indonesia, total ada 33 taruna dan 3 perwira yang gugur, termasuk Mayor Daan Mogot, Letnan Soebianto Djojohadikusumo, dan Letnan Soetopo.
"Monumen itu menjadi saksi gugurnya Mayor Daan Mogot dan para taruna saat itu, Jumat 25 Januari 1946," kata Sejarawan Kota Tangsel TB Sos Rendra, Senin (17/8/2020).
![Daan Mogot: Namanya Jadi Nama Jalan, Gugur di Usia Muda]()
Dia mengungkapkan kronologis pemicu pertempuran itu. Awalnya pasukan Jepang yang berada di markas itu kerap meresahkan warga sekitar. Saat usai latihan, sejumlah tentara Jepang kedapatan kerap mencuri dan merampok hewan ternak serta buah-buahan untuk dibawa ke markas.
"Akhirnya diserang lah oleh laskar rakyat Serpong di bawah pimpinan Raden Toni. Kemudian ada salah satu orang laskar Serpong, yang ikut sekolah militer di Tangerang. Laporan lah ke sana soal kejadian itu," katanya.
Laporan itu sampai ke Militer Akademi di Tangerang di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot. Sekolah itu,merupakan bagian dari naungan resimen IV Siliwangi. Kemudian, Komandan Resimen IV Siliwangi Letkol Singgih memerintahkan Mayor Daan Mogot untuk melucuti senjata Jepang di markas tersebut.
"Jam 2 habis sholat Jumat meluncurlah ke sana 76 personel, di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot. Sampai gerbang, akhirnya diperbolehkan masuk untuk musyawarah dengan komandan pasukan Jepang tapi Kapten Wibowo dijadikan jaminan, ditahan di gedung sebelahnya. Perwakilan yang lain akhirnya masuk, di antaranya Mayor Daan Mogot dan dua pengawalnya," tuturnya.
Pasukan Daan Mogot hanya bisa menunggu di luar gerbang sambil menunggu hasil perundingan. Di tengah proses itu, tiba-tiba terdengar letusan senjata api dari bagian luar gerbang rumah tempat pertemuan. Pasukan Jepang lantas bereaksi dan menembaki para pejuang, termasuk mereka yang berada di dalam.
"Mayor Daan Mogot termasuk yang gugur ditembak pasukan Jepang, di luar juga banyak yang gugur. Hanya sedikit yang selamat menyelamatkan diri melalui Sungai Cisadane menggunakan rakit," ujar Rendra.
Rendra menuturkan bahwa sumber letusan senjata api itu diketahui berasal dari senjata salah satu turis yang dilibatkan para pejuang saat mendatangi markas tersebut. Taktik pelibatan turis, merupakan siasat pejuang agar tentara Jepang mengira kehadiran pasukan Mayor Daan Mogot mewakili pasukan sekutu.
"Jadi kan waktu itu Jepang posisinya memang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Itu mengapa para turis di Tangerang dibawa dan dipersenjatai, untuk menyamar saja seolah itu tentara sekutu juga. Hanya taktik menekan pihak Jepang agar mau dilucuti senjatanya. Meletuslah senjata itu dari tangan salah satu turis, karena mereka memang bukan tentara, jadi kesentuh pelatuknya. Letusan itu dianggap pihak Jepang sebagai serangan," ungkapnya.
Peristiwa berdarah itulah yang kemudian disebut pertempuran Lengkong. Dalam monumen, tertera nama-nama pejuang yang gugur. Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menceritakan taruna dan para perwira berupaya melucuti tentara Jepang di markasnya, yang terletak di Desa Lengkong, Tangerang dalam pertempuran pada 25 Januari 1946.
Akibat peristiwa ini, sebanyak 33 Taruna Akademi Militer Tangerang, Daan Mogot dan 2 perwira lain gugur dalam peperangan. Satu dari 33 taruna itu adalah adik Letnan Soebianto, Sujono.
Adapun Sujono dan Soebianto merupakan adik dari Soemitro Djojohadikoesoemo dan anak dari pendiri Bank Negara Indonesia, Margono Djojohadikoesoemo. Kedua perwira itu adalah paman dari Prabowo Subianto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.
"Perjuangan yang sangat panjang, pengorbanan dari seluruh rakyat. Khususnya di sini yang berkesan adalah, pengorbanan para pejuang dan perwira yang gugur masih muda usia salah satunya Mayor Daan Mogot, karenanya ini merupakan bagian dari pewarisan nilai-nilai untuk generasi muda,” kata Prabowo saat memimpin Upacara Ziarah Hari Bakti Taruna ke-76 Tahun 2022 di Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna, Tangerang, Rabu, 26 Januari 2022.
Prabowo menjelaskan, kegiatan ziarah menjadi pemaknaan nilai-nilai keberanian bagi generasi muda. Prabowo pun turut menaburkan bunga di pusara kedua pamannya.
Dua paman Prabowo Subianto yakni RM Soebianto Djojohadikoesoemo dan RM Soejono. Mereka gugur dalam Peristiwa Lengkong bersama Daan Mogot pada tahun 1946. “Paman saya dua di sini. Yang satu perwira, yang satu taruna,” ujar Prabowo.
Lihat Juga: Kisah Sultan Hasanuddin Menolak Kantor Dagang Belanda yang Ingin Kuasai Perdagangan di Makassar
Pria kelahiran Manado, 28 Desember 1928 itu adalah anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang. Perwira militer itu gugur di usia muda, 18 tahun pada 25 Januari 1946 dengan pangkat terakhir mayor.
Daan Mogot gugur dalam pertempuran Lengkong. Untuk mengingatkan sejarah perjuangan Mayor Daan Mogot bersama rekan-rekannya, didirikan dua tempat bersejarah, Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna di Jalan Daan Mogot dan Monumen Palagan Lengkong.
Adapun Monumen Palagan Lengkong berada di sisi lapangan Golf BSD, Jalan Bukit Golf Utara, Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Area monumen itu hanya sekitar 500 meter persegi.
Terdapat juga sebuah bangunan berbentuk rumah di dalamnya. Rumah tersebut disebutkan sebagai tempat berlangsungnya negosiasi terakhir Mayor Daan Mogot dengan pasukan Jepang.
![Daan Mogot: Namanya Jadi Nama Jalan, Gugur di Usia Muda](https://aws-images-prod.sindonews.net/dyn/600/pena/sindo-article/original/2022/11/28/palagan%20lengkong%20daan%20mogot%20hambali%20mpi.jpg)
Foto/MPI/Hambali
Baca Juga
Bentuknya sangat sederhana, terdapat 2 kamar kecil dan 2 ruang utama. Berdasarkan sejarah, rumah itu sempat dijadikan markas persinggahan sementara tentara Jepang periode 1945-1946.
Monumen itu menggambarkan peristiwa pertempuran antara pasukan Mayor Daan Mogot melawan tentara Jepang pada Jumat 25 Januari 1946. Dari pihak Indonesia, total ada 33 taruna dan 3 perwira yang gugur, termasuk Mayor Daan Mogot, Letnan Soebianto Djojohadikusumo, dan Letnan Soetopo.
"Monumen itu menjadi saksi gugurnya Mayor Daan Mogot dan para taruna saat itu, Jumat 25 Januari 1946," kata Sejarawan Kota Tangsel TB Sos Rendra, Senin (17/8/2020).
![Daan Mogot: Namanya Jadi Nama Jalan, Gugur di Usia Muda](https://aws-images-prod.sindonews.net/dyn/600/pena/sindo-article/original/2022/11/28/palagan%20lengkong%20daan%20mogot%20hambali%20mpii.jpg)
Dia mengungkapkan kronologis pemicu pertempuran itu. Awalnya pasukan Jepang yang berada di markas itu kerap meresahkan warga sekitar. Saat usai latihan, sejumlah tentara Jepang kedapatan kerap mencuri dan merampok hewan ternak serta buah-buahan untuk dibawa ke markas.
"Akhirnya diserang lah oleh laskar rakyat Serpong di bawah pimpinan Raden Toni. Kemudian ada salah satu orang laskar Serpong, yang ikut sekolah militer di Tangerang. Laporan lah ke sana soal kejadian itu," katanya.
Laporan itu sampai ke Militer Akademi di Tangerang di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot. Sekolah itu,merupakan bagian dari naungan resimen IV Siliwangi. Kemudian, Komandan Resimen IV Siliwangi Letkol Singgih memerintahkan Mayor Daan Mogot untuk melucuti senjata Jepang di markas tersebut.
"Jam 2 habis sholat Jumat meluncurlah ke sana 76 personel, di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot. Sampai gerbang, akhirnya diperbolehkan masuk untuk musyawarah dengan komandan pasukan Jepang tapi Kapten Wibowo dijadikan jaminan, ditahan di gedung sebelahnya. Perwakilan yang lain akhirnya masuk, di antaranya Mayor Daan Mogot dan dua pengawalnya," tuturnya.
Pasukan Daan Mogot hanya bisa menunggu di luar gerbang sambil menunggu hasil perundingan. Di tengah proses itu, tiba-tiba terdengar letusan senjata api dari bagian luar gerbang rumah tempat pertemuan. Pasukan Jepang lantas bereaksi dan menembaki para pejuang, termasuk mereka yang berada di dalam.
"Mayor Daan Mogot termasuk yang gugur ditembak pasukan Jepang, di luar juga banyak yang gugur. Hanya sedikit yang selamat menyelamatkan diri melalui Sungai Cisadane menggunakan rakit," ujar Rendra.
Rendra menuturkan bahwa sumber letusan senjata api itu diketahui berasal dari senjata salah satu turis yang dilibatkan para pejuang saat mendatangi markas tersebut. Taktik pelibatan turis, merupakan siasat pejuang agar tentara Jepang mengira kehadiran pasukan Mayor Daan Mogot mewakili pasukan sekutu.
"Jadi kan waktu itu Jepang posisinya memang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Itu mengapa para turis di Tangerang dibawa dan dipersenjatai, untuk menyamar saja seolah itu tentara sekutu juga. Hanya taktik menekan pihak Jepang agar mau dilucuti senjatanya. Meletuslah senjata itu dari tangan salah satu turis, karena mereka memang bukan tentara, jadi kesentuh pelatuknya. Letusan itu dianggap pihak Jepang sebagai serangan," ungkapnya.
Peristiwa berdarah itulah yang kemudian disebut pertempuran Lengkong. Dalam monumen, tertera nama-nama pejuang yang gugur. Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menceritakan taruna dan para perwira berupaya melucuti tentara Jepang di markasnya, yang terletak di Desa Lengkong, Tangerang dalam pertempuran pada 25 Januari 1946.
Akibat peristiwa ini, sebanyak 33 Taruna Akademi Militer Tangerang, Daan Mogot dan 2 perwira lain gugur dalam peperangan. Satu dari 33 taruna itu adalah adik Letnan Soebianto, Sujono.
Adapun Sujono dan Soebianto merupakan adik dari Soemitro Djojohadikoesoemo dan anak dari pendiri Bank Negara Indonesia, Margono Djojohadikoesoemo. Kedua perwira itu adalah paman dari Prabowo Subianto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.
"Perjuangan yang sangat panjang, pengorbanan dari seluruh rakyat. Khususnya di sini yang berkesan adalah, pengorbanan para pejuang dan perwira yang gugur masih muda usia salah satunya Mayor Daan Mogot, karenanya ini merupakan bagian dari pewarisan nilai-nilai untuk generasi muda,” kata Prabowo saat memimpin Upacara Ziarah Hari Bakti Taruna ke-76 Tahun 2022 di Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna, Tangerang, Rabu, 26 Januari 2022.
Prabowo menjelaskan, kegiatan ziarah menjadi pemaknaan nilai-nilai keberanian bagi generasi muda. Prabowo pun turut menaburkan bunga di pusara kedua pamannya.
Dua paman Prabowo Subianto yakni RM Soebianto Djojohadikoesoemo dan RM Soejono. Mereka gugur dalam Peristiwa Lengkong bersama Daan Mogot pada tahun 1946. “Paman saya dua di sini. Yang satu perwira, yang satu taruna,” ujar Prabowo.
Lihat Juga: Kisah Sultan Hasanuddin Menolak Kantor Dagang Belanda yang Ingin Kuasai Perdagangan di Makassar
(rca)