Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Jum'at, 23 September 2022 - 10:48 WIB
loading...
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta
Patung 7 Pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tujuh Pahlawan Revolusi mendapatkan kenaikan pangkat anumerta berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor III/ Tahun 1965. Tujuh orang yang terdiri dari 6 jenderal dan 1 perwira TNI AD tersebut menjadi korban pemberontakan PKI pada 30 September 1965 atau dikenal dengan peristiwa G30S/PKI .

Pahlawan Revolusi adalah gelar yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada sejumlah perwira militer yang gugur dalam Gerakan 30 September 1965. Para perwira itu ada yang dibunuh di Jakarta dan juga Yogyakarta.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anumerta adalah penghargaan (gelar, pangkat, dan sebagainya) yang diberikan kepada anggota angkatan bersenjata yang dianggap berjasa kepada negara, sesudah orangnya meninggal dunia. Para Pahlawan Revolusi diberikan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi dari sebelumnya.

Baca juga: Letjen MT Haryono, Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI

Berikut ini pangkat terakhir 7 Pahlawan Revolusi setelah mendapatkan penghargaan anumerta beserta biografi singkat yang dikutip dari buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional karya Julinar Said dan Triana Wulandari yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 1995:

1. Jenderal Anumerta Ahmad Yani (1922-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Repro bukuEnsiklopedia Pahlawan Nasional

Ahmad Yani lahir 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan pendidikan tentara pada Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Karena prestasinya ia diberi pedang samurai yang istimewa.Setelah terbentuk TKR, Yani diangkat sebagai Komandan TKR Purwokerto. Pada 1948, ia ikut beroperasi dalam menumpas pemberontakan PKI Muso di Madiun.

Pada Agresi Militer Belanda II ia diangkat sebagai Komandan Wehrkreise II daerah Kedu. Kemudian ia membentuk pasukan istimewa dengan nama Banteng Raiders selama bertugas daJam menumpas pengacau DI/TII di Jawa Tengah. Selesai tugas itu ia mendapat tugas belajar pada Command and General Staff College di Amerika Serikat.

Pada tahun 1958 ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRL. Ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962. Kemudian difitnah dan dituduh ingin menjatuhkan Presiden Soekarno oleh PKI. Pada 1 Oktober 1965 dinihari ia diculik oleh gerombolan PKI. Kemudian dibunuh dan jenazahnya diketemukan di daerah Lubang Buaya. Jenazah Ahmad Yani dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta. Pangkat Ahmad Yani dinaikan dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal.

2. Letjen Anumerta Suprapto (1920-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Wikipedia

Suprapto lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Pendidikan militernya dimulai pada Akademi MiliterKerajaan di Bandung, tapi sempat terputus karena mendaratnya tentara Jepang di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang Suprapto mengikuti latihan-latihan yang disediakan untuk para pemuda. Ia mengikuti kursus pada Pusat Latihan Pemuda dan kemudian bekerja pada Kantor Pendidikan Masyarakat.

Pada awal kemerdekaan Indonesia Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap ia kemudian memasuki TKR di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman. Dalam dinas kemiliterania pernah menjabat sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang; sebagai staf Angkatan Darat di Jakarta; sebagai Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera di Medan; sebagai Deputy 11 Menteri/Panglima Angkatan Darat, Jakarta.

Rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelirna ditentang oleh Suprapto. Pada 1 Oktober 1965 dinihari Mayor JenderalSuprapto diculik dan dibunuh oleh segerombolan PKI. Jenazahnya ditemukan didaerah Lubang Buaya dan selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pangkat Soeprapto dinaikan dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal.

3. Letjen Anumerta Siswondo Parman (1918-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Wikipedia

Siswondo Parman lahir pada 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, S Parman bekerja pada Jawatan Kenpeitai. Ia pernah ditangkap karena dicurigai Jepang, tetapi kemudian dilepas kembali. Bahkan dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, S Parman masuk TKR, lalu diangkat sebagai Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta. Pada Desember 1949, ia diangkat sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya, kemudian menjadi Kepala Staf G dan mendapat tugas belajar pada Military Police School di Amerika Serikat tahun 1951.

Kembali ke Tanah Air, S Parman bertugas di Kementerian Pertahanan. Pada 1959 diangkat sebagai Atase Militer RI di London dan lima tahun kemudian diserahi tugas Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Sebagai perwira intelijen yang berpengalaman, S Parman banyak mengetahui usaha-usaha pemberontakan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima. Pada 1 Oktober 1965 dinihari Mayor Jenderal S Parman diculik oleh gerombolan PKI dan dibunuh. Mayatnya ditemukan di daerah Lubang Buaya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pangkat S Parman dinaikkan dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal.

4. Letjen Anumerta MT Haryono (1924-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Wikipedia

Mas Tirtodarmo Haryono dilahirkan di Surabaya pada 20 Januari 1924. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pelajaran pada !ka Dai Gaku (Sekolah Kedokteran) di Jakarta. Pada masa Proklamasi Kemerdekaan Haryono ikut bergabung dalam TKR dengan pangkat Mayor. Karena pandai berbahasa Belanda, lnggris dan Jerman, MT Haryono ikut dalam perundingan-perundingan antara RI dan Belanda atau RI dengan Inggris.

MT Haryono pemah menjadi sekretaris delegasi RI dan Sekretaris Dewan Pertahanan Negara, kemudian menjadi Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Ketika dilangsungkan KMB, MT Haryono adalah Sekretaris Delegasi Militer Indonesia. Ia kemudian menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964).

MT Haryono termasuk salah satu korban keganasan G.30.S/PKI. Ia dibunuh PKI 1 Oktober 1965 dinihari di daerah Lubang Buaya dan dimakarnkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pangkat MT Haryono juga dinaikan dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal.

5. Mayjen Anumerta DI Panjaitan (1925-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Wikipedia

Donald Ignatius Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang ia memasuki pendidikan militer Gyugun. DI Panjaitan ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan. Ia ikut membentuk TKR dan diangkat sebagai Komandan Batalyon. Pada 1948 ia menjabat Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, kemudian sebagai Kepala Staf Umum IV Komandan Tentara Sumatera.

Pada Agresi Militer Belanda II ia bertugas sebagai Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), kemudian menjabat Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan di Medan; sebagai Kepala Staf Tentara
dan Teritorium II Sriwijaya dan selanjutnya bertugas ke luar negeri sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Kemudian diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.

Pada 1 Oktober 1965 Brigadir Jenderal D. I. Panjaitan diculik dan dibunuh oleh gerombolan PKI. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pangkat MT Haryono dinaikkan dari Brigadir Jenderal menjadi Mayor Jenderal.

6. Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo (1922-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Repro Buku Ensiklopredia Pahlawan Nasional

Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian, akhirnya menjadi anggota Corps Polisi Militer. Sutoyo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto, kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo. Setelah itu Sutoyo Sisworniharjo berturut-turut menjadi Kepala CPM Yogyakarta, Komandan CPM Detasemen III Surakarta, Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer 1954, dan Asisten Atase Militer RI untuk lnggris pada 1956.

Setelah mengikuti kursus C Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Sutoyo diserahi tugas sebagaiPejabat Sementara Inspektur Kehakirnan Angkatan Darat. Tahun 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Ketika Gerakan 30 September meletus, Sutoyo diculik dan dibunuh oleh pemberontak PKI, karena Sutoyo tidak setuju dengan rencana pernbentukan Angkatan Kelirna. Sutoyo diculik dan dibunuh 1 Oktober 1965 dinihari. Jenazahnya dimakamkan diTaman Makam Kalibata, Jakarta. Pangkat Sutoyo Siswomiharjo juga dinaikan dari Brigadir Jenderal menjadi Mayor Jenderal.

7. Kapten Anumerta Piere Tendean (1939-1965)
Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Foto/Wikipedia

Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Selesai mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962 ia menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Ia ikut bertugas menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

Sejak kecil Piere Tendean memiliki sifat-sifat yang menyenangkan yakni rendah hati, suka bergaul, dan suka menolong. Karena itu ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah maupun ketika menjadi Taruna Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), ia selalu banyak mempunyai teman dan disayangi oleh guru, pimpinan sekolah, dan instrukturnya.

Pada April 1965, Piere Tendean diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Pada I Oktober l 965, dinihari gerombolan pemberontak PKI mengepung rumah Jenderal AH. Nasution. Piere Tendean yang berada di sana ditangkap dan dibunuh. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam PahlawanKalibata, Jakarta. Pangkat Pierre Tendean dinaikkan dari Letnan Satu menjadi Kapten.

Itulah pangkat terakhir 7 Pahlawan Revolusi setelah mendapatkan penghargaan anumerta.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1037 seconds (0.1#10.140)