Sikapi Perkembangan Isu Pesantren, Kiai-Gus se-Jawa Sumatera Gelar Musyawarah

Selasa, 20 September 2022 - 19:26 WIB
loading...
Sikapi Perkembangan...
Forum Kyai, Nyai, Gus, dan Ning Pesantren seluruh Indonesia (FKNGNI) menggelar musyawarah di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta asuhan KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Forum Kyai, Nyai, Gus, dan Ning Pesantren seluruh Indonesia (FKNGNI) menggelar musyawarah di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta asuhan KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah. Hadir dalam musyawarah 18 September 2022 tersebut unsur PBNU, PWNU, akademisi, dan SAS Institute juga perwakilan kiai, bunyai, gus dan ning dari Jawa dan Sumatera.

Musyawarah diselenggarakan menyikapi berbagai isu terkini menyangkut pondok pesantren, khususnya pengaruh perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Berbagai kasus yang belakangan muncul di pondok pesantren seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, bullying, dan sebagainya dinilai sebagai akibat kekurangsiapan menghadapi perkembangan tersebut.

Gus miftah melihat forum diskusi ini sangat penting mengingat begitu banyaknya isu mengenai pondok pesantren beberapa waktu terakhir. Dia melihat diskusi ini menjadi sarana muhasabah para pengasuh pesantren ke depan untuk bisa lebih baik lagi.

“Kiai dan Gus itu kan manusia biasa yang tidak maksum dan berpotensi melakukan salah, khilaf dan dosa. Bagi saya juga nggak ada salahnya kiai minta maaf bila ada salah, minta maaf kan mulia dan terhormat,“ kata Gus Miftah.



Ketua FKNGNI KH Luqman HD Attarmasi menjelaskan bahwa diskusi tersebut menyepakati bahwa dunia pesantren harus berubah. Para pengasuh, kiai, bunyai, gus dan ning harus dapat menyesuaikan zaman dan teknologi dalam mengelola pesantren dengan tetap mempertahankan tradisi yang baik dan mereformasi tradisi yang buruk. Penyesuaian dilakukan dengan tanpa melanggar ketentuan syariat, kultur dan budaya pesantren, dan ketaatan terhadap hukum NKRI.

Oleh karena itu, para kiai dan bunyai sepakat agar masing masing pesantren saling menguatkan dan membangun solidaritas yang tinggi. Ada kesadaran untuk mengambil yang terbaik dari pesantren yang sudah mengelola sistem manajemen secara profesional. Sebaliknya pesantren yang telah professional memberikan pendampingan.

”Hal ini penting dilakukan karena sampai detik ini pendidikan pesantren yang mengkombinasikan disiplin ilmu, akhlak, keteladanan dan kemandirian masih merupakan pendidikan terbaik di Indonesia,” tutur pengasuh Ponpes Tremas Pacitan itu.

Pertemuan merekomendasikan beberapa sejumlah tindak lanjut yang mesti segera dilaksanakan dunia pesantren, khususnya pesantren-pesantren NU.

1. Pesantren harus waspada atas framing pemberitaan kekerasan fisik di lingkungan pesantren, dengan tetap melakukan evaluasi besar-besaran atas peraturan atau sistem yang memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dan pelanggaran syariat agama

2. Pesantren perlu membuat lembaga bantuan hukum atau menyediakan para legal (ahli hukum) yang membackup dan mengantisipasi terjadinya potensi-potensi pelanggaran hukum dikalangan pesantren.

3. Keluarga besar pesantren harus muhasabah total baik itu kyainya, pengurus, wali santri dan santri, agar tidak terjadi lagi potensi pelanggaran hukum, salah satunya dengan membuat komitmen antara pengelola pesantren dengan wali santri sehingga kyai bisa lebih fokus dalam menjaga dan mengawal pesantren untuk menjadi lebih baik.



4. Kalangan pesantren harus membangun networking dengan semua pihak termasuk dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, peradilan) untuk menyelesaikan potensi pelanggaran hukum jika terjadi dilingkungan pesantren sekaligus mengantisipasi terjadinya pelanggaran hukum di pesantren.

5. Karena pesantren bukan pabrik yang akan melahirkan produk yang sama output-nya, diperlukan kebijaksanaan para pengasuh dan pengelola dalam mengatasi berbagai problematika yang muncul. Salah satu wujud kebijaksanaan itu adalah dengan terus memohon pertolongan Allah dengan mujahadah, istigasah, tirakat, doa-doa, dan muhasabah dari para pengelola sehingga para santri lebih mudah diarahkan dan dibimbing menjadi anak yang sholeh-sholehah dan futuh ketika belajar ilmu serta bermanfaat ketika sudah kembali ke masyarakat.

6. Kedisiplinan di pesantren tetap diberlakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.

7. Segala takziran (hukuman) tidak boleh berbentuk takzir fisik yang mengakibatkan luka sedikit pun, diganti dengan takziran menjerakan yang mempunyai nilai tarbiyyah seperti menghafal surat-surat pendek dan bait-bait, qoidah-qoidah dll.

9. Saling mempunyai rasa kasih sayang dari dan kepada semua yang ada di pesantren.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1707 seconds (0.1#10.140)